SASAGUPAPUA.COM, TIMIKA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Tengah, John Nasion Robby Gobai bertemu dengan anggota Komisi XII DPR RI, Arif Uopdana dan meminta perhatian terhadap permasalahan Tailing Freeport.
Pertemuan tersebut dilaksanakan pada Senin (7/4/2025) di Jayapura.
Kepada sasagupapua.com, John NR Gobai menjelaskan ia menyampaikan kepada anggota DPR RI Komisi XII berdasarkan riset Lembaga Peduli Masyarakat Wilayah Mimika Timur Jauh (Lepemawi) pada 2017 lalu, terdapat 6 sungai hilang.
“Hilangnya sungai tidak hanya karena tertimbun oleh endapan tailing,” ungkapnya.
Dikatakan, beberapa sungai yang direklamasi dan ditutup adalah Sungai Yamaima, Sungai Ajikwa/Wanogong, Sungai Kopi, dan Sungai Nipah.
Sungai-sungai ini kata dia, sudah tidak bisa lagi dijadikan jalur transportasi warga, tempat berburu serta sumber pangan lokal.
“Ini yang menyebabkan masyarakat harus berhadapan dengan ombak laut yang berbahaya,” ungkapnya.
Ia juga telah menyampaikan bahwa masih di sekitaran tanggul Freeport, ada fenomena jutaan ikan mati mendadak di area tanggul timur, pusat pembuangan limbah tailing Freeport.
“Menurut Laporan PULBAKET Kementrian KKP karena sungai yang ditutup membuat ikan tdk dapat bermigrasi mencari air tawar, Freeport berdalih bahwa fenomena matinya ikan-ikan di area tanggul timur adalah fenomena alam,” katanya.
Tailing PT Freeport yang dibuang kata dia, mempengaruhi kesehatan warga, terutama di wilayah pembuangan limbah.
“Menurut informasi dari masyarakat, Anak-anak perempuan di Kampung Pasir Hitam mempunyai penyakit akut yakni sakit kepala yang datang tiba tiba, penyakit kulit, sesak nafas, kaki dan tangan kram, hilangnya nafsu makan,” ungkapnya.
Menurut warga, mereka sering mengonsumsi air hujan atau harus ke kota bermil-mil.
“Jalur transportasi masyarakat juga terganggu karena tailing Freeport telah mendangkalkan sungai dan laut, akibatnya banyak masalah seperti perahu kandas, masyarakat harus mendorong perahu hingga 5 -6 jam,” kata John.
Mereka juga menjelaskan, Fakta ini kemudian berupaya melalui kemenhub menyetujui adanya kapal perintis sabuk nusantara 114 dari agats-jita-pomako-jita-agats
“Namun kini tdk melayani lagi karena pendangkalan, hal ini sama seperti yang terjadi di Kokonao beberapa tahun silam,” terangnya.
Ia mengatakan, Perjuangan Lepemawi Timika untuk memperjuangkan nasib masyarakat terdampak tailing di Mimika Timur Jauh, Jita dan Agimuga haruslah menjadi perhatian.
“Seperti smelter yang dibangun di gresik, manfaat ekonomi tentu dirasakan masyarakat di Jawa Timur sementara masyarakat di Mimika tetap akan hidup dengan tailing,” katanya.
“Dengan kalimat sederhana enaknya ditempat lain yang menderita tetap masyarakat di Mimika,” sambungnya.
Untuk itu, ia menyarankan kepada pemerintah dan Freeport agar dapat menjawab kebutuhan masyarakat di 3 distrik terdampak yaitu Distrik Mimika Timur Jauh, Jita dan Agimuga.
“Seperti sarana air bersih, rumah singgah, kapal hovercraft (kapal yang bisa jalan di daerah dangkal), freeport agar tidak lagi menggunakan batu kapur, pengerukan alur kapal perintis di depan pulau tiga, Mimika, perbaikan pola pembuangan tailing,” pungkasnya.