Cerita · 21 Apr 2025 18:46 WIT

Cerita Penambang Ilegal di Yahukimo, Seminggu Bisa Dapat Sampai Empat Ons Hingga Setoran ke ‘Tuan Lokasi’


Cerita Penambang Ilegal di Yahukimo, Seminggu Bisa Dapat Sampai Empat Ons Hingga Setoran ke ‘Tuan Lokasi’ Perbesar

SASAGUPAPUA.COM, INDEPTHNEWS – Hari itu 10 April 2025 pukul 1.00 wit, Miner (Bukan nama sebenarnya, Sasagupapua.com memilih tidak mengungkapkan identitasnya dengan alasan keamanan) bersama 100 lebih penambang ilegal lainnya bergegas meninggalkan camp mereka yang terdapat di Lokasi Tengah, Kampung Bingki, Distrik Seradala, Kabupaten Yahukimo, Papua.

Mereka memikul berbagai barang-barang yang bisa dibawa usai Rabu, tanggal 9 April 2025 sore hari mendengar kabar pembantaian di kali Muradala yang jaraknya lumayan jauh dari camp tempat Miner dan rekan-rekannya. “Kita sudah siap mengungsi bahkan sebelumnya tanggal 9 itu sebagian-teman-teman kami satu lokasi sekitar 200an orang jam 3 pagi sudah mengungsi ke kota,” katanya kepada sasagupapua.com, Jumat (11/4/2025).

Awalnya, Miner dan rekan-rekannya masih ingin bertahan, namun karena mendapatkan informasi dari kota bahwa para pembantai yang disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sudah menuju ke lokasi Bingki atau lokasi tengah, sehingga mereka bergegas mengamankan diri dengan berjalan kaki menyusuri hutan, dan sungai untuk menemukan jalan utama yang beraspal.

Camp di lokasi penambangan yang ada di Yahukimo. (Foto: Istimewa)

“Kita menyusuri sungai dan hutan, sekitar 7 jam perjalanan dari camp ke jalan raya itu sekitar 200 kilo, pas jam 7.05 wit kami sudah tiba di jalan utama kebetulan ada mobil dari kota lewat kita langsung pakai mobil itu untuk ke kota (Yahukimo), sampai di kota sekitar jam 8 lewat,” jelas Miner.

Ia menjelaskan saat itu mereka yang berada di satu lokasi keluar dalam keadaan selamat, hanya saja ditengah perjalanan, mereka kehilangan kontak dengan dua teman mereka. “Kami tidak tahu bagaimana nasib mereka,” kata Miner saat itu.

Karena Faktor Ekonomi, Siap Lahir Batin Jika Harus Mati di Lokasi Penambangan

Miner baru saja datang dari Jayapura sebulan yang lalu utuk melakukan aktivitas penambangan kemudian mendapati situasi mencekam tersebut. Sebelumnya Miner memang sudah memiliki pengalaman ikut melakukan penambangan rakyat di Yahukimo selama tiga tahun, namun karena memilih cuti sejenak ia pulang ke Jayapura dan baru saja kembali pada bulan Februari.

“Selama tiga tahun melakukan penambangan pernah juga dengar terjadi (penambang dibunuh) tapi yang sering itu bukan di lokasi kami, agak jauh tapi kali ini memang gawat sekali akhirnya kami pun menghindar,” terangnya.

Seorang penambang saat mengecek kondisi lokasi tambang. (Foto: Istimewa)

Miner mengaku faktor ekonomi jadi alasan utama mereka memilih untuk bergabung dalam aktivitas penambangan tersebut.

“Ikut bergabung dalam proses penambangan di Yahukimo, salah satunya tidak terlepas dari faktor ekonomi dan terus salah satu cara yang lebih cepat menghasilkan uang yah dengan cara itu memang ada resiko yang kita tidak inginkan ya mau diapa kalau sudah waktunya dipanggil Tuhan ya jangankan dilokasi tambang dimanapun kita bisa meninggal. Kami sudah siap mental lahir batin dalam keadaan apapun kami siap,” ucapnya.

Medan dan Hasil Emas Sama-sama Berat

Menambang di kawasan yang sulit terdapat banyak tantangan, Miner bercerita terkadang ketika dari kota menuju ke lokasi mereka sering dihadang oleh orang yang menurutnya tidak bertanggung jawab. “Terus ada sebagian oknum yang -dengan sengaja membuat isu untuk membuat kacau situasi di lokasi itu yang kadang-kadang menjadi informasi yang tidak akurat seperti segera kosongkan tempat dan lainnya,” katanya.

Untuk medan lokasi mereka menambang tidak terlalu mendaki namun mereka harus berhadapan dengan lumpur yang begitu banyak. Jarak antara camp dengan lokasi menambang hanya 20 meter menyusuri kali, jika hujan tiba maka mereka memiliki tantangan sendiri. “Kalau tiba di lokasi pas hujan, kita harus bertahan di seberang sampai tunggu banjir redah baru bisa menyeberang, hanya jarak 20 meter saja sampai di camp tapi kalau pas banjir tidak bisa lagi lewat jadi berdiri saja sampai air di kali rendah baru bisa jalan,” kata Miner.

Miner bercerita proses penambangan disana tidak ada keterikatan atau perjanjian dengan tuan lokasi, siapa saja boleh masuk tapi segala resiko, tuan lokasi tidak bertanggung jawab.

“Kita punya proses penambangan disini sistemnya setoran mingguan jadi berapa kilo atau berapa ons yang kita dapat tetap lima gram untuk tuan lokasi, ada salah satu orang asli disitu,” katanya.

Dijelaskan metode penambangan yang dilakukan adalah penambangan dengan sistem semprot sedot, dimana material disemprot menggunakan mesin alkon dengan air berkekuatan tinggi kemudian menggunakan alat Jet untuk menghisap dimana bagian Jet dipasang selang spiral lalu bagian ujungnya dipasangi talang.”Jadi nanti dia (mesin) isap itu sekalian dengan tanah, pasir dan batu semua disitu lalu tersaring ke kasbok nanti emas akan tertinggal di kas, tanah, kerikil dan lainnya yang terlepas keluar,” jelasnya.

Alat yang digunakan untuk menambang. (Foto: Istimewa)

Ia mendengar lokasi emas di Yahukimo tersebut sudah ditemukan sejak  tahun 2018, akhirnya banyak yang mulai mendengar dan sekitar tahun 2020-2021 hingga kini banyak penambang ilegal dari seluruh nusantara tertarik datang ke lokasi tersebut karena pendapatan bagus meskipun mereka harus berbagi dengan mahalnya biaya hidup di Yahukimo.” Disini harga itu 10 juta banding 2 ribu rupiahlah,” kata Miner.

Satu kali menambang kata Miner, emas di lokasi tersebut tidak merata, ada di titik-titik tertentu dan hanya bisa diketahui oleh orang yang sudah berpengalaman dan mengetahui bidang tersebut. Sehingga kata Miner bahkan ada beberapa orang yang memiliki latar belakang pendidikan pertambangan. Jika menemukan lokasi yang pas mereka bisa menambang emas hingga hitungan ons, paling rendah 50-60 gram.

“Kadang juga missing (tidak ditemukan) itu karena material tidak sesuai, material kelihatannya bagus tapi isinya tidak ada. Kalau sudah dapat tempat yang bagus, lokasinya bagus itu hasilnya kalau sudah naik-naik per hari 50 gram,” ujarnya.

Penampakan emas hasil penambangan di Yahukimo. (Foto: Istimewa)

Jika dihitung kotor selama satu minggu bisa mendapatkan 2 sampai 4 ons emas. Namun kata dia mereka bekerja juga tidak selamanya mulus.”Kita kerja tidak semulus untuk mendapatkan hasil, kadang kita break beberapa jam untuk memindahkan batu, menebang pohon, banyak tantangan, banyak lumpur-lumpurnya, kotoran yang kita sedot keluar, ada batu besar, yang menghalangi emasnya itu kita harus kasih keluar, kadang kita habis di waktu saja, dengan proses pengambilan emas itu waktunya sedikit jadi hasilnya nanti sesuai dengan waktu yang kita pakai juga,” ungkapnya.

Sistem Bagi Hasil

Untuk mencapai lokasi camp, Dengan membawa bama hingga BBM, Miner menempuh perjalanan dari kota Yahukimo, dari sana mereka biasanya satu grup menyewa satu mobil dengan biaya dihitung Rp800 ribu perorang. “Jadi itu dari kota ke Kampung Bingki, lalu kasih turun bama, bensin dan lainnya semua baru kita pikul barang-barang dengan jalan kaki menuju ke camp,” terangnya.

Kami hadir di saluran WhatsApp : https://whatsapp.com/channel/0029VaoVIbI7Noa8tmNlQn2f Ikuti saluran kami di WhatsApp dan jadilah yang pertama mendapatkan berita.

Untuk sampai di camp dengan berjalan kaki bagi mereka yang sudah terbiasa akan memakan waktu sekitar 3 jam tapi kalau belum terbiasa bisa memakan waktu sekitar 7 jam. Setibanya disana dengan kelengkapan yang dibawa dari kota, mereka siap melakukan penambangan.

Untuk hasil emas yang sudah berhasil ditambang nantinya dibagi-bagi. Misalnya kata Miner, dalam satu grup ada empat orang diantara empat orang itu ada yang namanya kepala grup. Kepala grup adalah orang yang mempunyai alat dan bahan lainnya. “Jadi nanti pembagiannya per kepala tapi untuk kepala grup hitungannya dua kepala karena dia yang punya alat dan tenaga juga,” terangnya.

Kemudian sebelum pembagian hasil dilakukan, mereka akan kembali ke kota Yahukimo untuk melunasi hutang bama, bensin yang diambil sebelum pergi menambang, lalu hasilnya juga digunakan untuk membeli bama lagi. “Sisanya baru kita baku bagi,” katanya.

Aktivitas menambang akan berhenti ketika mereka kehabisan bama. “Nanti kami istirahat tapi kami utus satu orang diantara kami empat untuk ke kota belanja, nanti kami jemput bama dan lainnya itu di Kampung Bingki.

Foto ilustrasi pendulang saat berjalan kaki memikul BBM.

Dalam keadaan seperti itu, tak ada hiburan selain menelfon atau sekedar membuka whatsapp untuk menanyakan kabar keluarga. Miner mengatakan di lokasi penambangan tersebut ada pengusaha yang berjualan vocher wifi dengan harga 1 Gb tembus Rp600 ribu atau bisa tukar dengan emas lima kaca  atau setengah gram.

“Disini kios tidak ada, hanya penambang sebagian mereka bawa istri kadang mereka beli barang dari kota lalu jualan diatas seperti kopi, gula, biscuit, telur tapi harganya ngeri, bayangkan voucher wifi saja kita beli di kota 1 GB harganya biasa Rp5000 tapi dilokasi itu Rp600 ribu atau tukar emas,” ungkapnya.

Kejadian pembantaian yang terjadi kata Miner sudah sering mereka dengar namun tidak separah saat ini. Miner mengungkapkan jika kondisi sudah membaik dan memiliki kesempatan untuk kembali, ia ingin kembali melakukan aktivitas penambangan tersebut.

“Kalau situasinya sudah normal dan diberikan kesempatan pasti kami ingin kembali lagi seperti biasa,” kata dia.

Para pendulang saat beristirahat dijalan besar usai keluar dari lokasi camp mereka. (Foto: Istimewa)

Ia mengatakan selama ini mereka selalu waspada,, dimana setiap hari besar yang berhubungan dengan situasi Papua misalnya 1 Desember atau menjelang Agustus mereka pasti keluar dari Camp dan kembali ke kota hingga momen berlalu kemudian kembali lagi ke lokasi.

“Tapi memang kejadian ini tidak terduga,” ucapnya.

Ia mengucapkan berbelasungkawa untuk rekan-rekannya yang mengalam musibah tersebut. “Untuk para korban semoga mendapatkan tempat yang abadi di surga, untuk keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kesabaran. Bagi teman-teman yang selamat nanti kita lihat kondisinya kalau sudah aman  dan diijinkan baru kita beraktifitas kembali, dan kami semua yang beraktivitas di sana (lokasi tambang ilegal) bukan mata-mata, kami hanya mencari rejeki untuk hidup keluarga kami,” pungkasnya.

Perbuatan TNPB Terendus

Tanggal 9 April 2025, Satgas Operas Damai Cartenz mengeluarkan rilis kepada media, ada pembantaian besar-besaran yang dilakukan oleh TNPB yang disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Mereka membunuh 11 orang pendulang ilegal di Yahukimo. Kabar ini semakin menguat  berdasarkan kesaksian dari salah satu korban yang selamat dan mengamankan diri di Kampung Mabul, Distrik Koroway, Kabupaten Asmat.

Berdasarkan informasi, korban mengalami luka bacok, tembakan serta luka akibat panah. Tim gabungan akhirnya melakukan tindak lanjut untuk menangani kasus tersebut. Peristiwa tersebut telah terjadi pada 6-7 April 2025 di Lokasi 22 dan Muara Kum Kabupaten Yahukimo.

Para pendulang saat keluar dari Camp dan beristirahat di sungai. (Foto: istimewa)

Kasus ini juga langsung diumumkan secara resmi oleh Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Sebby Sambom yang mengatakan pihaknya telah melakukan pembunuhan terhadap 11 Pendulang di Yahukimo, mereka beralasan yang mereka bantai adalah anggota TNI yang menyamar menjadi pendulang.

Sebby Sambom pada tanggal 8 April 2025 mengatakan berdasarkan laporan panglima TPNPB Kodap XVI Yahukimo, Brigadir Jenderal Elkius Kobak operasi tersebut dilakukan selama tiga hari.

“Eksekusi mati sudah dilakukan selama tiga hari mulai dari tanggal 6 sampai 8 April 2025, atau hasil operasi Pasukan TPNPB selama 3 hari,” ujar Sebby Sambom dalam keterangan tertulisnya.

Jenazah Mulai Dievakuasi dan Diidentifikasi

Tim gabungan TNI-Polri mengintensifkan penanganan terhadap insiden pembunuhan brutal oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang menamakan diri sebagai Kodap XVI Yahukimo dan Kodap III Ndugama. Dua Jenazah awal telah dievakuasi dari  area pendulangan emas di Lokasi 22 dan Muara Kum, Kabupaten Yahukimo, ke RSUD Dekai pada Kamis (10/4/2025) sekitar pukul 16.00 WIT lalu dilanjutkan dengan visum pada Jumat, 11 April 2025.

Direktur RSUD Dekai, dr. Glent M. Nurtanio, mengonfirmasi kondisi jenazah saat tiba di rumah sakit.

“Jenazah tiba di RSUD Dekai pada Kamis, 10 April 2025, pukul 15.30 WIT dan langsung masuk ke kamar jenazah. Dari pemeriksaan awal kami temukan bahwa proses dekomposisi telah berlangsung, ditandai dengan pembengkakan tubuh, kulit ari mengelupas, perubahan warna kulit, dan banyaknya larva atau belatung. Hal ini disebabkan oleh bakteri yang mengeluarkan gas dari dalam tubuh,” jelasnya dikutip dari rilis Satgas Operasi Damai Cartenz (ODC).

Hasil Visum menunjukan korban pertama adalah laki-laki ditemukan mengenakan sepatu boots hijau, kaos kaki merah, celana pendek, dan kaos lengan panjang hitam. Ia mengalami luka parah di wajah, luka robek pada leher, bagian pipi kiri hingga leher bawah hilang, luka tusuk di perut kiri, dan luka bacok di punggung.

Proses evakuasi dua korban pertama yang dilakukan visum di RSUD Dekai. (Foto: Satgas ODC)

Korban kedua, juga laki-laki, mengenakan boots hijau, celana pendek bermotif kotak putih dilapisi celana panjang cokelat, dan tiga lapis kaos. Ia mengalami luka tusuk tombak di dada, anak panah bersarang di perut kanan, tangan kanan dan kiri terputus, luka terbuka di punggung, luka robek di tengkuk leher, dan sejumlah luka memar lainnya.

Dihari yang sama, tanggal 11 April 20205 sekitar pukul 09.00 wit, Tim gabungan juga melakukan evakuasi Kepala Dusun yaitu Dani beserta istrinya yang diketahui sempat disandera oleh TPNPB, mereka juga diperiksa kesehatannya usai tiba di Bandara Dekai.

Sabtu tanggal 12 April 2025 berdasarkan rilis ODC dikejaskan sebanyak 11 jenazah pendulang telah berhasil ditemukan dari jumlah tersebut empat jenazah telah dievakuasi dan 7 Jenazah siap dievakuasi.

Hari Minggu, 13 April 2025 ternyata korban pembantaian bertambah menjadi 13 yang berhasil ditemukan dimana 12 jenazah telah berhasil dievakuasi, satu sisanya baru dievakuasi pada keesokan harinya.

Evakuasi dengan medan yang cukup rumit terlihat dari video evakuasi dimana para prajurit TNI/Polri harus berjuang ditengah cuaca yang tidak menentu, melewati hutan belantara, deras dan dalamnya sungai serta helikopter yang harus mencari lokasi nyaman dan aman untuk mendarat dan mengangkut jenazah hingga akhirnya pada Rabu (16/4/2025) mereka berhasil mengidentifikasi seluruh jenazah yang ternyata total berjumlah 16 orang. Jenazah ini diserahkan kepada keluarga sebagian terpaksa dimakamkan di Dekai karena pertimbangan medis.

Commander DVI sekaligus Karumkit RS Bhayangkara TK. II Jayapura, AKBP. Dr. Romy Sebastian mengapresiasi seluruh elemen yang terlibat dalam proses penanganan jenazah, termasuk dalam evakuasi terakhir ini.

“Keberhasilan mengidentifikasi seluruh korban ini adalah hasil kerja keras bersama. Identifikasi bukan hanya soal data medis, tetapi juga tentang kemanusiaan dan memberi kepastian kepada keluarga korban. Kami pastikan setiap langkah dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan menghormati hak para korban,” ujar AKBP Romy Sebastian.

Ia juga menyampaikan bahwa dengan teridentifikasinya Ferdina Buma, total 16 jenazah yang diterima di RSUD DKI Yahukimo kini telah seluruhnya teridentifikasi dan diserahkan kepada keluarga masing-masing.

“Ini adalah tanggung jawab kami sebagai bagian dari Polri dan tim kemanusiaan. Kami hadir bukan hanya untuk memberi kepastian identitas, tapi juga untuk menumbuhkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap kehadiran negara di tengah duka,” tambahnya.

Sepasanng suami istri yang selamat dan dievakuasi oleh aparat keamanan. (Foto: Satgas ODC)

Kaops Damai Cartenz, Brigjen Pol Dr. Faizal Ramadhani, S.Sos., S.I.K., M.H., didampingi Wakaops Damai Cartenz Kombes. Pol. Adarma Sinaga, S.I.K., M.Hum. menyampaikan penghargaan atas kerja cepat dan profesional dari tim DVI yang telah menyelesaikan proses identifikasi dengan penuh dedikasi.

“Kami sangat mengapresiasi kerja keras tim DVI Polri dan seluruh pihak yang terlibat. Ini adalah bentuk nyata dari komitmen Polri untuk selalu hadir memberikan kepastian dan pelayanan terbaik kepada masyarakat, aparat keamanan juga akan terus melakukan pengejaran terhadap para pelaku,” tegas Brigjen Faizal.

Dengan rampungnya proses identifikasi ini, Tim DVI Polri Ops Damai Cartenz berharap kehadirannya tidak hanya memberikan kejelasan tentang identitas para jenazah tetapi juga memberikan ketenangan bagi seluruh keluarga jenazah korban.

Kesaksian Pendulang yang Selamat: 7 Hari Didalam Hutan Makan Sagu

Selain mengevakuasi jenazah, mereka  juga mengevakuasi para korban yang selamat seperti Kepala Dusun yaitu Dani beserta istrinya, pedampingan terhadap 35 korban yang selamat dan mengamankan diri di Kampung Mabul, Distrik Koroway, Kabupaten Asmat, dua orang bersembunyi di hutan selama 7 hari.

Dua orang korban tersebut adalah Johanis Adu yang berasal dari Oedai Utara, Desa Oelua Kecamatan Loaholu Kabupaten Rote Ndao, NTT dan satu lagi adalah Suwito yang berasal dari Desa Tuntungan II, Kecamatan Pencur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Mereka berdua dievakuasi  Selasa, 15 April 2025.

Dua pendulang yaitu Johanis Adu dan Suwito yang selamat dan sempat tinggal didalam hutan selama 7 hari. (Foto: Satgas ODC)

Suwito bercerita mereka diselamatkan oleh yang punya tanah atau tuan dusun dan mereka berlari kedalam hutan selama 7 hari. didalam hutan, mereka makan apa adanya,”Tadi kita beranikan diri keluar untuk cari pertolongan dan Alhamdulilah kita dapat pertolongan dari bapak aparat kepolisian, saya ucapkan terimakasih kepada aparat yang selamatkan kami di Tanjung Pamali,” ungkapnya saat melakukan jumpa pers yang dikutip dari video milik Operasi Damai Cartenz-2025.

Senada dengan Suwito, Johanis Adu bersyukur karena masih selamat. Johanis bercerita didalam hutan mereka bersembunyi dan hanya memakan sagu. “Tujuh hari kami hanya makan sagu saja, kemarin sore ada berita bagus bilang kamu dua ke kali Pamali pasti ada aparat disitu jadi kita pasrah saja jalan kesana, sehingga kita turun ke Pamali dan ketemu dengan aparat yang selamatkan kita, kasih kita makan dan minum,” tuturnya.

Ia bercerita mereka melakukan perjalanan dari hutan tempat persembunyian menuju ke kali Pamali dengan waktu tempuh dari jam 5 pagi sampai jam satu siang,”Karena kita putar jalannya jauh, saya sangat bersyukur karena saya sudah tiba dengan selamat,” ungkapnya.

Lokasi-lokasi TKP penemuan jenazah korban pembantaian yang dilakukan oleh TPNPB diantaranya Tanjung Pamali, Kampung Bingki, Area 22 pendulangan emas Yahukimo, Area 33 Pendulangan emas Yahukimo, Muara Kum, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kepala Air Mumok.

Pemerintah Buka Suara

Bupati Kabupaten Yahukimo, Didimus Yahuli  dalam momen penyerahan jenazah di RSUD Dekai, Senin 14 April 2025 menyampaikan rasa dukacita yang mendalam atas kejadian yang dialami para korban.

“Pemerintah Kabupaten Yahukimo menyampaikan terima kasih kepada TNI/POLRI yang telah bekerja keras melakukan pencaharian para korban dengan kondisi wilayah di Kabupaten Yahukimo sehingga menyebabkan proses pencaharian membutuhkan banyak waktu,” katanya.

Ia mengatakan Pemerintah Yahukimo menanggung semua pembiayaan pemakaman para korban di Kabupaten Yahukimo.

Bupati Yahukimo Didimud Yauli saat menyerahkan jenazah pendulang kepada keluarga. (Foto: Istimewa)

“Kami mohon maaf kepada pihak keluarga korban karena tidak dapat memulangkan ke kampung halaman karena kondisi jenazah yang sudah tidak memungkinkan,”  ujarnya.

Didimus menjelaskan, pihaknya mengalami kesulitan dalam hal pertambangan dan energi karena payung hukumnya menjadi kewenangan pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.

“Untuk itu kami berharap adanya perhatian Pemerintah Pusat dan Provinsi untuk menyikapi hal ini secara baik, agar tidak terjadi kejadian serupa dikemudian hari. Para penambang yang bekerja di Kabupaten Yahukimo tanpa diketahui dan atau menginformasikan kepada Pemerintah Daerah,” pungkasnya.

TPNPB Tuduh Penambang Adalah Mata-mata Militer

Tanggal 13 April 2025, TPNPB mengeluarkan rilis agar seluruh Intelijen militer pemerintah Indonesia segera mengosongkan wilayah pertambangan di Yahukimo dan memberikan peringatan kepada Orang Papua Yang Bekerjasama Dengan Intelejen Militer Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh Komandan Operasi TPNPB Kodap XVI Yahukimo, Walikota Kopitua Heluka. Ia mengatakanTPNPB Kodap XVI Yahukimo yang di pimpin oleh Bridjend Elkius Kobak bersama pasukan dari Batalion Sisibia, Yamue dan seluruh pos-pos pertahanan TPNPB di wilayah operasi telah memutuskan untuk mengeksekusi semua orang imigran Indonesia yang saat ini sedang berada di hutan-hutan.

“Yang sedang mencuri emas, dan sebagainya kami cap sebagai Intelejen Militer Pemerintah Indonesia.  Terkait dengan hal tersebut kami tegaskan lagi bahwa Di wilayah pertambangan rakyat di Korowai, Yahukimo yang bisa mencari emas hanya orang asli Papua namun, jika diketahui orang Papua yang terlibat sebagai mata-mata Mili Indonesia, kami siap tembak mati karena Anda telah memasuki wilayah perang.  Intelejen kami (PIS) juga sedang bersama-sama dengan militer Indonesia untuk mengungsi, intelejen Indonesia yang telah kami bunuh, maka semua informasi kami ketahui baik itu dari pihak militer dan masyarakat sipil yang menjadi mata-mata,” terangnya.

Mereka juga mengeluarkan pernyataan sikap untuk menghentikan penambangan illegal di wilaya operasi TPNPB.

Pada Selasa 15 April 2025,rilis dari TPNPB juga bahkan menyebut pertambangan ilegal dibuka karena adanya keterlibatan Militer Indonesia untuk mengambil emas secara ilegal di Papua. “Maka sebelum terjadinya penyerangan di wilayah operasi TPNPB terhadap pencuri emas ilegal disampaikan untuk para pencuri dari militer Indonesia dan imigran Indonesia segera keluar,” kata mereka.

Komandan Kodim 1715/Yahukimo Letkol Inf Tommy Yudistyo membantah pendulang yang menjadi korban pembunuhan KKB di Kali Silet perbatasan Kabupaten Yahukimo dengan Kabupaten Asmat, merupakan anggota TNI.

“Korban dipastikan bukan anggota TNI sehingga apa yang dinyatakan KKB adalah berita hoaks, bohong, atau tidak benar,” tegas Dandim Yahukimo Letkol Inf Tommy Yudistyo dikutip dari Antara.

Dandim 1715/ Yahukimo mengatakan KKB sengaja menyebar informasi dengan menyatakan bila korban adalah anggota TNI, padahal korban adalah warga sipil yang mendulang emas.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi mengatakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sengaja menyebar berita hoaks soal anggota TNI jadi pendulang emas yang tewas demi menghindari tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.

Saat aparat keamanan mengevakuasi korban dalam keadaan hujan,, tampak helicopter bendarat ditengah sungai. (Foto: Capture video ODC)

“Dia (KKB) berpura-pura bahwa itu (korban) militer. Kenapa dia bilang itu militer? Supaya dia (KKB) terlepas dari tuduhan bahwa dia (KKB) sebagai pelanggar hak asasi manusia,” kata Kristomei dikutip dari Antara.

Menurut Kristomei, penyebaran berita hoaks itu dilakukan demi menyembunyikan tindakan KKB yang kerap melakukan kekerasan kepada masyarakat sipil.

Selain itu, KKB juga kerap menyebarkan berita hoaks untuk menyebar teror sehingga masyarakat setempat ketakutan.

Peristiwa yang Berulang

Peristiwa pembantaian di Yahukimo akibat penamabangan liar bukan baru pertama kali terjadi, namun peristiwa ini sudah berulangkali terjadi. pasalhnya peristiwa serupa juga terjadi pada tahun 2019 sebanyak 4 orang penambang emas meninggal karena dibunuh oleh TPNPB, kemudian terjadi pembantaian lagi pada tahun 2023 juga dikabarkan sebanyak 7 pendulang emas tewas diserang oleh KKB.

Melalui kejadian ini bahkan sebelumnya pada tahun 2019 telah diperingatkan oleh berbagai pihak salah sagtunya adalah Mendiang Mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe. Ia Bahkan mengancam bakal mengusir para pendulang ilegal yang melakukan penambangan di bumi cenderawasih.

Pendulangan emas saat ini menurut ia, hanya dapat dilakukan secara tradisional oleh masyarakat adat setempat. Itupun dijalankan secara tradisional dan dikerjakan secara turun temurun.

Foto: Mendiang Gubernur Lukas Enembe. (Foto: papua.go.id)

“Sehingga tak boleh lagi orang dari luar Papua datang keruk kekayaan kami,” jelas Lukas di Jayapura, Selasa (10/9/2019) lalu dikutip dari papua.go.id, menyikapi insiden penyerangan kelompok warga di lokasi pendulangan emas, di beberapa kabupaten.

Sementara menghindari insiden serupa, Lukas saat itu memastikan  segera menerbitkan surat edaran pelarangan pendulangan emas secara ilegal di wilayah Papua. Dengan demikian, diharapkan tak ada lagi pendulangan secara ilegal, sebab segala bentuk ijin pertambangan kedepan, hanya diterbitkan oleh Gubernur.

Sikap tegas Gubernur Papua, Lukas Enembe saat itujuga didukung oleh Anggota DPR Papua saat itu -dari daerah pemilihan (Dapil) V, meliputi Kabupaten Yahukimo, Yalimo dan Pegunungan Bintang yang juga merupakan putra asli Yahukimo, Sinut Busup.

Sinut Busup saat itu menjelaskan sebagai anggota DPR Papua dari Daerah Pemilihan V, pihaknya sudah beberapa kali melakukan mediasi terhadap masalah pendulangan emas tradisional di Kabupaten Yahukimo itu.

“Jadi sebagai wakil rakyat khususnya dari Yahukimo, saya meminta sebelum terjadi apa-apa, para pendulang tidak boleh lagi dari luar Papua masuk,” tegas Sinup Busup kepada Wartawan Senin (16/9/2019)

Apalagi kata legislator Papua itu, sebelumnya juga sudah ada masalah, yakni seorang anggota MRP, yang pernah menyita tiket pesawat sejumlah pendulang emas yang akan berangkat ke Yahukimo, melalui Bandara Sentani, sehingga Bupati Yahukimo saat itu dijabat oleh Abock Busup datang untuk menyelesaikannya.

“Sebenarnya langkah yang kita ambil itu sudah bagus, karena ijin-ijin itu belum dikeluarkan dari provinsi. Tapi ijin daerah saat jamannya mantan Bupati Yahukimo ada, sehingga masyarakat adat sudah melarang baik LMA, kepala suku bahkan kita wakil rakyat dari Dapil V, juga sudah menyampaikan hal itu, tapi masih saja tidak didengar dan aktivitas pendulangan emas terus berjalan,” bebernya.

Akibat dari itu mengakibatkan 4 orang meninggal dunia karena di bunuh, dan ada sekitar 200 orang terpaksa kabur dari lokasi pendulangan tradisional dan mengungsi. Sinut juga saat itu sudah memberikan peringatan tidak boleh ada penambang liar masuk ke daerah tersebut karena imbasnya akan besar.

Kata Sinut, ia telah berulang kali mengingatkan, namun tidak digubris. Untuk itu, sebagai putra asal Yahukimo berharap agar kejadian itu, menjadi pembelajaran dan tidak boleh lagi para pendulang emas masuk lagi ke Kabupaten tersebut.

“Jadi kalau mereka masuk terus, nanti akan terjadi konflik terus, antara hak ulayat masyarakat pribumi yang ada di sana dengan teman-teman dari nusantara. Ini akan jadi persoalan,” tekannya.

Oleh karena itu, Sinut Busup kembali menegaskan, tidak boleh lagi pendulang emas tradisional dari daerah lain masuk ke Yahukim, tetapi biarkan anak-anak asli Yahukimo yang menambang di daerahnya sendiri.

Bahkan ungkap Sinut Busup, saat itu ada pendulang yang datang dari negara tetangga, Papua New Guinea (PNG) yang masuk melalui Kabupaten Boven Digoel. Selain dari negara tetangga, juga dari Nabire, Timika, Lanny Jaya, Mappi dan daerah lainnya.

Sinut Busup yang saat itu menjabat sebagai anggota DPR Papua. (Foto: papua.go.id)

“Jadi di Yahukimo itu, ternyata juga ada dari negara tetangga yakni PNG yang ikut masuk melalui Boven Digoel. Jadi, tambang di Yahukimo itu, yang masuk bukan hanya orang Indonesia saja, tapi juga ada dari negara tetangga. Dan Penambang liar itu juga ada yang dari Asmat,” ungkap Sinut.

Bahkan saat itu Sinut mengungkapkan penambangan ilegal tersebut sudah mulai berbahaya karena dari luar negeri sudah masuk juga kesana.

“Nah disini kan kita tidak tahu apa efek sampingnya. Bisa saja mereka bawa masuk ganja dan lain sebagainya. Dan bisa juga memicu persoalan sosial di daerah itu,” ujarnya saat itu.

Sinut Busup menambahkan, jika memang pemerintah melarang kata dia harus ada regulasi yang jelas untuk penambang liar itu.

“Jadi pemerintah harus mencabut izinnya, karena tidak boleh lagi menambang di Yahukimo, meski pendulang tradisional, dan tidak boleh lagi ada aktivitas penambangan di daerah itu, kecuali masyarakat asli Yahukimo sebagai pemilik hak ulayat tambang emas itu,”tegas Sinut Busup.

Tuduhan TPNPB Harus Bisa Dibuktikan

Direktur Yayayan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem mengatakan pembantaian yang dilakukan oleh TPNPB Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, pada tanggal 6-8 April 2025, di Kabupaten Yahukimo denga tuduhan mereka adalah anggota Intelijen TNI/POLRI atau mata-mata harus bisa dibuktikan.

“Kalau memang di duga kuat kalau mereka itu adalah anggota Intelijen, TPNPB harus membuktikan dengan alat bukti yang sah saat mereka di bunuh misalnya, Kartu Anggota TNI atau Polri serta Senjata atau pistol yang diambil dari tangan-tangan korban pembantaian,” katanya dalam rilis yang dikirim oleh Theo Hesegem kepada media ini.

Menurutnya pembuktian alat bukti sangat penting,karena akan dipublikasi kepercayaan kepada publik secara lokal, Nasional dan Internasional  bahwa memang mereka yang di bunuh adalah benar-benar anggota TNI/ POLRI, atau intelijen yang menyamar bekerja pendulang Emas.

Ia juga mengatakan terkait pembunuhan terhadap pendulang Emas di Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, terjadi yang ke dua kali, perlakuan yang sama juga terjadi  pada tahun 2019.

Direktur Yayayan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem (Kiri)

“Setelah saya ketemu keluarga, menurut mereka memang pemerintah daerah tidak pernah memberikan bantuan santunan dalam bentuk apapun kepada kel. Korban mereka rasa terkesan terabaikan. Ungkap  seorang perwakilan korban,” ucapnya.

Dikatakan, masyarakat sipil yang tidak berdosa di tanah Papua, sedang mengalami korban kekerasan, sedangkan mereka bukan lawan aktif terhadap konflik bersenjata di tanah Papua, justru mereka yang jadi korban sia-sia, karena tidak ada kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap penyelesaian konflik bersenjata di tanah Papua.

“Kita ketahui bahwa perang mengunakan senjata tidak akan selesaikan masalah Papua dan Indonesia, Kecuali kedua belah pihak menyatakan keinginannya untuk menyelesaikan konflik bersenjata di tanah Papua. Kalau tidak konflik bersenjata di tanah Papua akan memakan korban jiwa, masyarakat sipil warga Papua, Non Papua termasukTNI/Polri dan TPNPB Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat,” ujarnya.

Ia berharap Presiden Prabowo Subianto segera menyelesaiakan konflik bersenjata di tanah Papua, melalui kementrian hukum dan Ham, sehingga dapat diselesaikan dengan tuntas, Sebagai pembela HAM di Papua, dirinya sangat sedih melihat  korban sedang berjatuhan begitu saja di tanah Papua.

Theo juga memberikan empat poin rekomendasu yakni mengharapkan Presiden Repuplik Indonesia menagani penyelesaian konflik bersenjata di Tanah Papua, Presiden segera menarik pasukan Non Organik dari Papua dan tidak mobilisasi pengiriman pasukan di tanah Papua, Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, minta dan sangat menghapkan Guru-guru, Petugas kesehatan, pengusaha yang berada di daerah konflik bersenjata untuk segera di pulangkan ke kota dan meminta kepada Presiden Rebuplik Indonesia membuka diri untuk duduk dan berdialog dengan Tokoh-tokoh politik di tanah Papua.

Sementara itu, dikutip dari JUBI.ID, Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan Komnas mengklasifikasikan pembunuhan pendulangan emas di Yahukimo, Papua Pegunungan sebagai pembunuhan sadis yang melanggar Hak Asasi Manusia atau HAM.

Ramandey meminta agar Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB menghentikan tindakan pelanggaran HAM dengan cara membunuh atau mencabut hak hidup dari warga negara yang lain. Menurut Ramandey, TPNPB juga seharusnya meminta klarifikasi terhadap pekerja pendulang emas tersebut, bukan langsung melakukan tindakan pembunuhan.

Pendulang yang menjadi korban tragedi Yahukimo dimakamkan di Dekai. (Foto: Istimewa)

“Kalau orang-orang mengganggu sebaiknya mereka diusir, dikasih peringatan. Kelompok sipil bersenjata juga harus meminta klarifikasi. Kamu [pendulang emas] ini siapa yang mempekerjakan kamu dan sejenisnya, itu harus penting dilakukan. Dalam prinsip HAM yang terpenting adalah hak yang tidak boleh dicabut oleh manusia adalah hak hidup. [Dan] juga kelompok sipil bersenjata [TPNPB] kalau mereka ber Tuhan, mestinya mereka tidak melakukan pembunuhan sadis seperti begini,” katanya.

Ramandey juga meminta pihak kepolisian harus bertindak tegas terhadap aktivitas pertambangan emas di Yahukimo. Selain itu, Ramandey juga meminta Pemerintah Kabupaten Yahukimo berperan aktif melakukan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan emas di wilayah Yahukimo tersebut.

“Negara harus hadir untuk memastikan aktivitas yang ada disitu itu legal atau ilegal? Kegiatan eksplorasi itu mesti punya izin. Kalau dia legal, bagaimana cara pengamanannya? Kalau ilegal, orang yang mengeksploitasi sumber daya alam secara ilegal itu harus ditindak. Tapi [kalau] di wilayah konflik mesti harus bisa dihentikan. [Jangan dibiarkan] ada yang mendapat untung dari kegiatan ini, tapi kemudian mengorbankan hak hidup orang lain. Atas nama keamanan, kepentingan, pihak kepolisian harus menghentikannya,” ujarnya.

Rekonsiliasi Jadi Saran Kementerian HAM

Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) mengatakan Konflik di Papua yang masih berlangsung hingga saat ini sebaiknya diselesaikan lewat rekonsiliasi dan perdamaian.

Dalam rilis Kemenkumham, Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Nicholay Aprilindo saat mengunjungi Nduga pada 17 April 2025 lalu mengatakan prihatin dengan konflik tersebut karena menimbulkan banyak korban, nyawa yang sia-sia dan banyak anak usia sekolah yang harus hidup di pengungsian.

Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Nicholay Aprilindo saat mengunjungi Nduga pada 17 April 2025. (Foto: KemenHAM)

Ia menilai konflik di Papua merupakan persoalan kompleks yang perlu diselesaikan secara bertahap. Menurut dia langkah awal yang tepat adalah dengan mengedepankan aspek kemanusiaan. Dengan semangat rekonsiliasi dan perdamaian kata dia, KemenHAM berharap kondisi di Papua dapat perlahan membaik hingga terciptanya suasana aman.

“Makanya kami hadir dengan misi kemanusiaan karena itulah yang menjadi payung untuk semua. Tidak ada kepentingan lain selain agenda rekonsiliasi dan perdamaian karena kami yakin hal ini akan bisa menjadi jembatan untuk semua, menghadirkan keamanan dan kedamaian di tanah Papua,” pungkasnya.

Dukung karya jurnalistik kami dengan mengikuti Instagram Sasagupapua di: https://www.instagram.com/sasagupapuanewsroom?igsh=MXFpMWkwaDByOWx1Mw==

Berikan Komentar
penulis : Kristin Rejang
Artikel ini telah dibaca 1,393 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Hari Bumi, Masyarakat Adat Papua Kehilangan Tempat Hidup yang Nyaman

23 April 2025 - 10:30 WIT

Cerita Motivasi Dibalik Sosok Rafael Taorekeyau, Pemuda Kamoro yang Aktif Bersuara untuk OAP

18 April 2025 - 15:57 WIT

RSU Jayapura Siap Diresmikan Presiden Pada Juni 2025

12 April 2025 - 13:20 WIT

LBH Papua Nilai 58 Tahun Freeport Tidak Hargai Hak Buruh dan Masyarakat Adat Papua

9 April 2025 - 20:52 WIT

Begini Respon Gubernur Papua Tengah Ketika Ditanya Wartawan Soal Konflik Puncak Jaya

9 April 2025 - 18:55 WIT

Tujuh Tim Resmi Terdaftar Ikut Liga 4 Provinsi Papua Tengah

7 April 2025 - 23:08 WIT

Trending di Olahraga