BARU-baru ini ada sosok anak Papua yang membanggakan masyarakat Papua dengan membawa karya Fashion pada ajang bergengsi Semarang Fashion Trend (SFT) 2023 pada 9-12 Agustus 2023.
Ajang bergengsi ini diselenggarakan Indonesian Fashion Chamber Chapter Semarang berkolaborasi bersama Balai Besar Pelatihan Vokasi dan Produktitas (BBPVP) Semarang.
Dia adalah Alfreds Jhon Rumbekwan, ST, anak Papua berdarah Biak-Waropen. Alfreds kepada Sasagupapua.com membagikan banyak cerita inspiratif tentang perjuangannya hingga menjadi seorang desainer.
Lahir di Sorong, 30 Juli 1994, Alfreds yang merupakan anak ke lima dari enam bersaudara ini sangat menyukai fashion sejak masih kecil.
Putra dari bapak Yoram Rumbekwan dan Mama Ester B. Marani ini memang sejak kecil suka memadupadankan beberapa pakaian, selain itu karena bekal dari sang mama yang selalu mengajarkan untuk memilah jenis pakaian sesuai dengan tema kegiatan sehari-hari.
“Tapi dari kecil tidak pernah kepikiran untuk berada di dalam industri fashion. Sampai nanti saya kenal itu semua ketika sudah beranjak sampai kuliah, lalu masuk ke dunia kerja,” ungkapnya.
Alfreds menghabiskan masa sekolahnya di Jayapura, kemudian melanjutkan perguruan tinggi S1 Jurusan Teknik Industri di Universitas Setia Budi Surakarta dan berhasil lulus pada tahun 2016, kemudian tahun 2017, Alfreds memutuskan untuk bekerja di Semarang, Jawa Tengah.
Ia bercerita, awal karirnya ia bekerja di perusahaan multi nasional, yakni perusahaan asal Sri lanka yang bergerak di bidang garmen yang memproduksi pakaian dalam wanita berbagai merk ternama di dunia seperti victoria secret, Calvin Klein dan lainnya.
“Dari titik itu lah saya mulai kenal lebih dalam lagi tentang dunia fashion berdasarkan kaca mata seorang anak teknik industri,” kata Alfreds.
Tiga tahun ia bekerja di perusahaan tersebut, tahun 2020 ia memutuskan resign dan pulang ke Papua dan berkarir membantu sang kakak perempuan dalam pekerjaan di bidang politik, sosial, interpreneur, dan beberapa bidang lainnya.
“Kurang lebih kalau tidak salah saya kerja di Papua sekitar satu tahunan, lalu setelah itu saya merasa saya ingin kembali ke Jawa, sepertinya sih bidang saya kayanya tentang perkain-kainan deh,” ujarnya.
Mulai Punya Konveksi Sendiri dengan Brand Benang Gulung Papua
Awal tahun 2022 Alfreds mendapatkan penawaran untuk menjadi kepala produksi di salah satu perusahaan konveksi di Kota Semarang. “Disitu saya semakin mendalami dan mengasah kemampuan,” ujarnya.
Beberapa bulan kemudian, Alfreds akhirnya membuka konveksi sendiri dengan brand Benang Gulung Papua. Alfreds menjelaskan Benang Gulung Papua memiliki cerita tersendiri di setiap desain yang ia hasilkan.
“Jadi logo dari benang Gulung Papua sendiri itu saya menggunakan Kaipoa (buah bakau). Kaipoa itu bahasa dari kampungnya mama saya dari Waropen, itu untuk menerangkan tentang bibit atau anakan dari pohon mangrove,” ujarnya.
Sementara makna dari Kaipoa yang menginspirasi Alfreds adalah ketika Kaipoa jatuh dari pohonnya, lalu hanyut entah dibawa ke sungai, bahkan laut sekalipun, ketika berhenti dan bertemu tanah pasti akan tumbuh.
“Artinya bahwa orang-orang merantau dari kampung Waropen sana. Kalau kita keluar sampai dimanapun asal kita injak tanah saja itu kita bisa hidup. Makanya kenapa saya ambil filosofi itu untuk menjadi logo dari benang gulung Papua ini,” ujar Alfreds.
Ia terus berusaha untuk mewujudkan mimpinya dalam menjalankan usaha konveksi Benang Gulung Papua ini hingga terus berkembang menjadi sebuah butik.
Tak Berhenti Menimba Ilmu Hingga Segudang Pengalaman
Alfreds tak berpuas diri, ia terus memperkaya dirinya dengan ilmu pengetahuan tentang fashion. Saat ini ia sementara menempuh profesi teknisi fashion desaigner di BBPVP Semarang.
“Kesibukan saya sekarang lagi menjalankan bisnis di bidang baju-bajuan, sambil menyelesaikan sekolah fashion designer,” katanya.
Pengalamannya menjadi seorang desainer yang paling berkesan salah satunya adalah ketika ia mendapatkan kesempatan naik ke panggung Semarang Fashion Trend (SFT) 2023 pada 9-12 Agustus 2023 lalu. Bersama rekannya yang bernama Aurel mereka berhasil membawakan karya hasil desain.
“Jadi itu sangat berkesan karena waktu itu, kita join satu panggung dengan 106 desainer luar biasa dan mereka desainer-desainer muda yang sangat luar biasa,” katanya.
Pengalaman berkesan lainnya, ketika ia dipercayakan membuat karya desain pertama kalinya yakni dress dan baju couple untuk adik dari Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar yang bertunangan dengan orang Belanda.
“Puji Tuhan, tiga bulan setelah pengerjaan dia balik dari Belanda dan mengecek, semua ukuran pas, story telling yang ada didalam bajunya juga luar biasa jadi i am proud of that,” katanya.
Sementara itu, usahanya menjadi seorang desainer tidak mudah. Alfreds menuturkan ada beberapa tantangan yang ia hadapi. Dimana tantangan berada di dunia desainer dengan membawa cita rasa original dalam fashion, terutama kata Alfreds, sebagai anak Papua yang bersaing dari kalangan fashion di Pulau Jawa.
“Dimana kita lihat fashion mereka sangatlah maju, lalu saat ini kita harus membawa originality dari daerah Papua untuk diperkenalkan di dunia fashion, nah itu challengenya tuh. Jadi bagaimana, merangkai story telling dalam sebuah kemasan design baju,” ungkapnya.
Tak heran, perjuangan dari Alfreds juga cukup mendapatkan perhatian di Kota Semarang. Pasalnya, ia kerap diundang menjadi pembicara motivator di beberapa kampus-kampus di daerah Jawa.
“Biasanya saya berbicara tentang motivasi pandangan kepada anak-anak muda tentang apa target, goalsnya mereka ke depan,” tuturnya.
Motivasi dari Alfreds
Sebagai anak Papua yang merantau di Pulau Jawa kurang lebih 11 tahunan tentu Alfreds sudah memiliki banyak pengalaman yang ia rasakan.
Ia mengatakan sebenarnya tidak ada yang salah dari apa yang setiap orang sukai, tidak ada yang salah dengan mimpi.
“Ketika bunga yang kitong tanam ternyata bunga itu de (dia-dialeg Papua) mati. Apa yang salah dari bunga itu de mati ? Pasti tong tra akan salahkan bunga, tong akan lihat ini tu tanah kering kah, kurang pupuk kah, atau de pu pot terlalu kecil atau kurang cahaya kah , atau lingkungan terlalu lembab,” kata Alfreds.
“Nah kita lihat adalah lingkungannya atau faktor eksternal dari bunga tersebut dan kitong tidak salahkan de punya bunga. Jadi kalau memang ko rasa ko tra bisa bertumbuh, berarti mungkin bukan ko, tapi ko punya lingkungan atau tempat dimana ko tinggal,” lanjutnya.
Ia pun mencontohkan dirinya, menurutnya suatu saat entah ia akan pergi sejauh manapun juga darah dan daging yang ia bawa dalam tubuhnya adalah darah dan daging dari Papua.
“Jadi sa percaya bahwa suatu saat nanti Tuhan akan ijinkan sa untuk pulang dan membangun berkarya untuk Papua di tanah Papua. Tapi mungkin belum sekarang. Makanya sekarang saya manfaatkan waktu ini untuk belajar banyak hal lagi, dan belajar menimba pengalaman-pengalaman lagi untuk nanti saya bisa bawa pulang dan berbagi kepada adik-adik dan teman-teman yang lain di Papua,” ungkapnya.
Ia pun mengingatkan bahwa dari manapun kita berasal, kita tetap berharga.
Untuk itu ia mengajak semua anak muda khususnya anak muda Papua agar berani bermimpi.
Sebab ia percaya mimpi dan juga imajinasi yang ada didalam kepala bukan sembarang, tapi diberikan oleh Tuhan dan ketika Tuhan kasih itu, berarti Tuhan tau dia akan menyediakan kemampuan dan jalan untuk membuka apa yang sudah Tuhan letakan didalam mimpi kita.
“Jadi jangan lupa bahwa alam semesta itu dia tidak terburu-buru dalam mencapai sesuatu tetapi semuanya bakal tercapai juga. Artinya jangan pernah menyerah untuk kejar ko punya mimpi, jangan takut timing-nya, jangan takut terlambat untuk mengejar mimpi kamu, karena semua orang punya timeline dalam kehidupannya masing-masing. Tuhan berkarya sesuai dengan waktunya dia untuk ko punya waktu tertentu jadi tetap percaya saja selama ko bergerak untuk menggapai ko punya mimpi, Tuhan is provider of you,” Pungkasnya.
Penulis: Kristin Rejang