Site icon sasagupapua.com

Forest Defender Camp di Sorsel: Satu Suara Pemuda Adat untuk Para Pemimpin Dunia

Para peserta membacakan deklarasi tersebut dalam acara Forest Defender Camp 2025 di Desa Sira, wilayah Knasaimos, Sorong Selatan, Papua Barat Daya. Greenpeace Indonesia menyelenggarakan Forest Defender Camp (FDC) kedua pada 23-26 September 2025 di hutan adat Sira, Suku Tehit, wilayah Knasaimos, Sorong Selatan, Papua Barat Daya. FDC ini diikuti oleh 89 peserta pemuda Adat Papua dari 7 wilayah adat di sekitar Pulau Papua dan delegasi Masyarakat Adat dari Cekungan Kongo, Amazon, dan Kalimantan. FDC ini menghasilkan Deklarasi Masyarakat Adat Global dari Cekungan Kongo, Amazon, Kalimantan, dan Papua. © Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace

SASAGUPAPUA.COM, SORONG SELATAN – Dua tahun berselang, Forest Defender Camp kembali berlangsung di wilayah adat Tehit-Knasaimos, Kampung Sira, Distrik Saifi, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya.

Berbeda dari tahun 2023, bukan hanya Pemuda Adat dari 7 wilayah adat Papua yang menjadi peserta acara kemah kali ini. Perwakilan Masyarakat Adat dari Cekungan Kongo, Amazon dan Borneo juga ikut berbagi pengalaman di area kemah.

Forest Defender Camp hadir untuk memperkuat gerakan dan mengkampanyekan hak-hak Masyarakat Adat.

Di samping itu, acara kemah ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk membangun solidaritas global. Desakan untuk memperjuangkan payung hukum yang mengakui hak-hak Masyarakat Adat dan akses langsung Masyarakat Adat terhadap pendanaan iklim juga terus digaungkan.

Menurut Nabot Sreklefat dari Komunitas Anak Muda Adat Knasaimos, kehadiran representasi dari semua wilayah adat se-Tanah Papua dan belahan dunia lain dapat saling menginspirasi.

“Harapan sa dari kita pu kemah adat ini bisa ada rekomendasi yang kita bawakan secara nasional dan internasional,” katanya saat membuka Forest Defender Camp 2025.

Situasi krisis iklim dan keanekaragaman hayati yang saat ini terjadi secara bersamaan telah menjadi ancaman global bagi masa depan generasi muda. Sayangnya, suara generasi muda, terutama Pemuda Adat, masih sering diabaikan dalam pengambilan keputusan terkait masalah krisis iklim.

Sebagai upaya untuk mengamplifikasi suara Pemuda Adat, Forest Defender Camp 2025 turut melaksanakan Forum Pemuda Adat Internasional, sebuah forum yang diikuti oleh perwakilan dari masing-masing wilayah adat dan para delegasi Pemuda Adat global.

Menurut Nathalia Kycendekarun Apurinã, Masyarakat Adat Amazon yang berpartisipasi dalam forum ini, hutan hujan di lintang khatulistiwa dan orang-orang yang melindunginya merupakan fondasi kehidupan di Bumi yang telah menopang kehidupan kita dengan suplai udara, air, dan stabilitas iklim.

Baginya, Pemuda Adat memiliki komitmen yang tak tergoyahkan, yakni untuk melindungi tanah adat, menghormati warisan leluhur, dan memastikan masa depan bagi keturunannya.

“Krisis iklim menuntut semua orang—pemerintah, pelaku bisnis, dan organisasi internasional—untuk bergabung dengan kami. Solusinya ada dan berakar pada pengetahuan tradisional kita dan hubungan kita dengan alam. Waktunya untuk bertindak adalah sekarang. Untuk menjaga planet ini tetap bertahan, Cekungan Kongo, Amazon, Borneo, dan Se-Tanah Papua harus tetap hidup. Umat manusia mencari jawaban, tetapi jawabannya selalu ada di sini. Jawabannya adalah kita,” tegas Komunikator untuk Koordinasi Organisasi Adat Amazon Brasil (COIAB) ini.

Melalui proses diskusi yang panjang, Forum Pemuda Adat Internasional ini akhirnya telah menyepakati sebuah seruan dari Pemuda Adat global bagi para pemimpin dunia untuk menjaga iklim global yang dicatatkan dalam Deklarasi Sira.

Deklarasi ini mencakup poin-poin tuntutan global yang merefleksikan tantangan yang sama-sama dihadapi oleh Masyarakat Adat di Cekungan Kongo, Amazon, Borneo, dan Tanah Papua.

Kiki Taufik, Kepala Kampanye Global Greenpeace untuk Hutan Indonesia, berharap deklarasi ini dapat mengantarkan suara penjaga hutan yang sesungguhnya–Masyarakat Adat–ke gelaran Conference of the Parties ke-30 atau COP30 di Belem, Brazil bulan November yang akan datang. “Suara yang akan sampai ke telinga para pemimpin dunia nanti adalah suara para Pemuda Adat yang menjadi kunci masa depan Bumi,” tandas Kiki.

Di bawah ini adalah preambul Deklarasi Sira yang dibacakan Rossyana Kogoya, salah satu peserta Forest Defender Camp:

Deklarasi Sira

Deklarasi Pemuda Adat Global dari Cekungan Kongo, Amazon, Borneo, dan Se-Tanah Papua

Deklarasi ini dibuat oleh 89 perwakilan Masyarakat Adat yang berkumpul di Kampung Sira, Distrik Saifi, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya, Wilayah Adat Tehit Knasaimos, mewakili komunitas dan masyarakat adat dari lima negara di empat wilayah, pada acara Forest Defender Camp yang diselenggarakan pada 23–26 September 2025.

Kami, para Pemuda Adat dari empat kawasan hutan tropis terbesar di dunia—Cekungan Kongo, Amazon, Borneo, dan Se-Tanah Papua —berbicara hari ini dengan satu suara.

Kami adalah Pemuda Adat, pembawa pengetahuan leluhur, dan pelindung sistem kehidupan yang menopang bukan hanya masyarakat kami, tetapi seluruh planet.

Namun hutan dan komunitas kami menghadapi ancaman yang terus-menerus yaitu:

● Eksploitasi di wilayah adat melalui pertambangan, pembalakan, dan berbagai aktivitas merusak skala industri.

● Intimidasi, kekerasan militer, dan penangkapan secara sepihak terhadap masyarakat adat.

● Lemah atau tidak adanya peraturan yang melindungi hak-hak Masyarakat Adat, termasuk kegagalan meratifikasi United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) dan ILO No. 169.

● Perampasan tanah yang menyingkirkan masyarakat adat dari tanah leluhur.

● Patisipasi tidak bermakna masyarakat adat terutama perempuan dan anak muda dalam proses pengambilan keputusan.

● Akses terbatas terhadap pendidikan, pendanaan, dan penguatan kapasitas yang menghambat masyarakat adat untuk berorganisasi, melakukan advokasi, dan mengelola wilayah adat

● Pengabaian sistematis terhadap pengetahuan tradisional yang penting bagi pengelolaan berkelanjutan dan solusi iklim.

Kami menegaskan kembali Deklarasi Brazzaville (Mei 2025) dan Seruan Pemuda Adatse-Tanah Papua (2023), serta berkomitmen memperkuat jaringan antar-kawasan—menghubungkan Cekungan Kongo, Amazon, Borneo, dan Se-Tanah Papua—untuk berbagi strategi, perjuangan, dan solusi.

Tuntutan Global Kami

Kami menyerukan kepada pemerintah, lembaga, pelaku usaha, dan seluruh masyarakat sipil di tingkat lokal, nasional, dan internasional untuk:

Mengakui dan Melindungi Hak

● Kami mendesak ratifikasi dan implementasi penuh United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP),dan ILO No. 169 di setiap tingkat pemerintahan selambat-lambatnya tahun 2030.

● Kami menyerukan pengakuan dan perlindungan efektif terhadap batas-batas wilayah adat dan hak atas tanah adat, dan sumber daya alam; persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (padiatapa); hak untuk mempertahankan identitas budaya dan spiritual serta penentuan nasib sendiri.

● Mendesak pemerintah untuk mempermudah proses dokumentasi dan administrasi dalam proses pengakuan masyarakat adat serta memberikan kendali penuh bagi masyarakat adat untuk mengatur dan menggunakan sumber daya termasuk pendanaan dan alat penunjang lainnya untuk kepentingan masyarakat adat.

Memastikan Partisipasi dan Kepemimpinan

● Kami menyerukan kepemimpinan masyarakat adat, khususnya pemuda dan perempuan adat yang mewajibkan pelembagaan partisipasi penuh, inklusif dan efektif dalam negosiasi iklim dan semua keputusan yang mempengaruhi wilayah dan kehidupan kami.

● Kami mendesak pengakuan resmi Konstituen Pemuda Adat dalam Konvensi Iklim dan proses multilateral lainnya.

Mewujudkan Keadilan Gender

● Kami menyerukan pemenuhan komitmen di bawah Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) dengan memastikan hak setara bagi perempuan adat atas tanah, wilayah, dan sumber daya alam; kepemimpinan perempuan dalam tata kelola; serta hak untuk memperoleh manfaat secara adil.

Mengakhiri Kekerasan dan Pengrusakan

● Kami menolak kehadiran dan mendesak penghentian operasi militer di wilayah Masyarakat Adat.

● Kami mendesak penghentian penangkapan paksa terhadap masyarakat adat dan aktivis Hak Asasi Manusia dan Lingkungan Hidup.

● Kami menuntut pembentukan legislasi dan aksi untuk menghentikan segera praktik deforestasi, ekspansi industri bahan bakar fosil, pertambangan, dan aktivitas merusak lainnya di wilayah adat.

● Kami menyerukan penghentian deforestasi dan degradasi hutan sekarang juga, sesuai sejumlah komitmen internasional sebelumnya.

● Kami mendesak adanya perubahan definisi hutan menurut Badan Pangan Dunia (FAO), untuk mengeluarkan kebun tanaman monokultur dari kategori hutan.

Mendukung Solusi yang Dipimpin Masyarakat Adat

● Kami menyerukan prioritisasi mekanisme pendanaan langsung untuk organisasi Masyarakat Adat, serta dukungan kapasitas untuk pengelolaan pembiayaan terkait inisiatif mitigasi, adaptasi, serta kerugian dan kerusakan.

● Kami mendesak integrasi pengetahuan tradisional Masyarakat Adat ke dalam kebijakan dan rencana aksi iklim dan keanekaragaman hayati nasional.

● Kami mendesak rencana aksi iklim (NDC) dan rencana aksi keanekaragaman hayati (NBSAP) Masyarakat Adat ke dalam kebijakan dan rencana aksi iklim nasional.

● Kami menyerukan dukungan untuk menjamin kepemilikan tanah adat, kedaulatan pangan, dan sistem pendidikan yang berakar pada pengetahuan masyarakat adat.

Akuntabilitas Global

● Kami menyerukan rantai pasok global mematuhi standar tertinggi lingkungan dan hak asasi manusia termasuk namun tidak terbatas pada United Nation Guiding Principles on Business and Human Rights, dan instrumen terkait lainnya.

● Kami menyerukan UN Special Rapporteur on the Rights of Indigenous Peoples dan lembaga PBB terkait lainnya untuk memantau pelaksanaan deklarasi ini dan mendesak negara untuk tidak mengintervensi upaya pemantauan ini.

Integritas Masyarakat Sipil

● Kami mendesak organisasi non-pemerintah (NGO), donor, serta program hak asasi manusia dan lingkungan untuk bekerja secara jujur demi kepentingan Masyarakat Adat, bukan demi kepentingan institusi atau donor.

● Kami menyerukan agar semua program dan proyek direncanakan dan dilaksanakan dengan mekanisme Padiatapa dan menjamin kepemimpinan serta keterlibatan masyarakat adat yang terdampak.

Penutup

Hutan hujan Cekungan Kongo, Amazon, Borneo, dan Se-Tanah Papua merupakan fondasi kehidupan di Bumi. Udara yang kita hirup, air yang kita minum, dan iklim yang menopang kita berasal dari ekosistem ini dan orang-orang yang melindunginya.

Kami, pemuda Adat, memiliki komitmen yang tak tergoyahkan: melindungi tanah kami, menghormati warisan leluhur kami, dan memastikan masa depan bagi keturunan kami.

Krisis iklim menuntut semua orang—pemerintah, pelaku bisnis, dan organisasi internasional—untuk bergabung dengan kami. Solusinya ada dan berakar pada pengetahuan kuno kita dan hubungan kita dengan alam. Waktunya untuk bertindak adalah sekarang.

Untuk menjaga planet ini tetap bertahan, Cekungan Kongo, Amazon, Borneo, dan Se-Tanah Papua harus tetap hidup. Umat manusia mencari jawaban, tetapi jawabannya selalu ada di sini. Jawabannya adalah kita.

Berikan Komentar
Exit mobile version