Site icon sasagupapua.com

Inilah Misi 10 Anggota Komite Percepatan Pembangunan Papua: Dari Skema BLT Otsus Hingga Diplomasi Pasifik

Ketua Komite Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus, Felix Wanggai saat memaparkan tugas di harapan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka. (Foto: Capture YouTube Sekretariat Presiden)

SASAGUPAPUA.COM, Papua Tengah – Pertemuan strategis antara Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan 42 kepala daerah se-Tanah Papua di Istana Presiden pada Selasa (16/12/2025).

Dalam momen tersebut 10 Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus (Otsus) Papua untuk memaparkan peran mereka.

Dihadapan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, Ketua Komite Felix Wanggai menjelaskan bagaimana kesepuluh anggota komite telah membagi peran untuk memastikan setiap aspek otonomi khusus (Otsus) berjalan lebih efektif dan tepat sasaran.

Felix Wanggai mengawali laporannya dengan menegaskan kesiapan timnya setelah menjalani dua bulan masa konsolidasi internal.

Ia menyebut bahwa pembagian portofolio bagi sembilan anggota lainnya bertujuan untuk memangkas hambatan birokrasi antara pusat dan daerah.

“Kami melaporkan bahwa dua bulan perjalanan kami intens konsolidasi di internal kami, kami siap dengan sebuah tugas kepada kami membangun transformasi Indonesia melalui atau dari Papua, sehingga dengan kami sepuluh anggota komite ini kami membagi untuk beberapa portofolio internal kita,” ujar Felix.

Dalam pembagian tugas tersebut, berbagai sektor vital telah dipetakan, mulai dari John Wempi Wetipo yang menangani percepatan infrastruktur, hingga Paulus Waterpauw yang mengelola sektor perekonomian dan investasi inklusif. Urusan tata kelola Otsus diserahkan kepada Ribka Haluk, sementara John Gluba Gebze bertanggung jawab pada isu ketahanan pangan, energi, dan swasembada di tingkat daerah.

Sektor reformasi birokrasi dipercayakan kepada Ignatius Yogo Triyono, sedangkan Billy Mambrasar difokuskan pada penguatan talenta muda dan olahraga. Anggota lainnya, Ari Sihasale, menangani aspek sosial budaya dan ekonomi kreatif. Di bidang pembangunan manusia dan pendidikan, tugas tersebut diberikan kepada Yani, sementara Ali Hamdan Bogra mengelola topik pembangunan masyarakat dan kesehatan.

Felix menekankan bahwa koordinasi ini sangat penting untuk mempermudah akses sinkronisasi dengan para menteri dan kepala badan.

Salah satu fokus utama yang ditonjolkan dalam pertemuan tersebut adalah rencana pemberian bantuan yang lebih spesifik bagi masyarakat asli Papua (OAP).

Komite mengusulkan sebuah terobosan berupa desain bantuan langsung tunai (BLT) yang bersumber dari dana Otsus.

“Kami melihat ada satu topik yang penting adalah merancang BLT dengan menggunakan sumber dana Otsus yang disepakati bersama, kemudian beberapa sumber pendanaan dari lembaga yang kita kemas langsung kepada masyarakat khusus OAP,” jelas Felix.

Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya jaminan perlindungan bagi pekerja rentan dan tokoh agama melalui BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan yang selama ini masih terbatas akses iurannya.

Pendekatan ini dirangkum dalam konsep yang disebut “Astacita Rasa Papua”, sebuah upaya untuk memastikan kebijakan nasional tetap selaras dengan kearifan lokal. Felix memberi contoh pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diharapkan melibatkan peran aktif gereja-gereja di Papua.

“Harus ada rasa Papuanya, pelibatan gereja sehingga ekonomi jemaat juga berputar, kampung juga berputar, sehingga ini menjadi sentuhan yang menyentuh simpul-simpul petani, nelayan, buruh maupun pola logistik lokal di Tanah Papua,” tambahnya.

Di sisi lain, upaya ini dibarengi dengan dorongan regulasi khusus untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui optimalisasi sektor pertambangan rakyat, kehutanan, dan perikanan.

Komite memandang Papua bukan lagi sebagai wilayah tertinggal, melainkan sebagai pusat ekonomi baru di kawasan Pasifik melalui diplomasi kesehatan, olahraga, dan pendidikan.

“Membicarakan Papua tidak hanya bicara soal ketertinggalan, tapi membicarakan masa depan Indonesia, masa depan ekonomi, energi, pangan, dan tentunya masa depan Indonesia di kawasan Pasifik dalam konteks geopolitik, geoekonomi, dan geostrategis,” tutupnya.

Berikan Komentar
Exit mobile version