Site icon sasagupapua.com

Karena Ganja, Banyak Anak Muda di Papua Jadi Pasien Rumah Sakit Jiwa

Rumah Sakit Jiwa Abepura dr.Izak Samay

Rumah Sakit Jiwa Abepura Foto: Sasagupapua

Bayangkan setiap hari ada 4 pasien di Poliklinik dari Senin sampai Sabtu, kalikan satu minggu, lalu kali satu bulan kali satu tahun, itu semua pasien baru, kalau seperti itu mau seperti apa kira-kira anak-anak generasi muda Papua,”

Begitu ungkapan keprihatinan dari Dokter ahli kejiwaan yang juga Kabid Pelayanan Medik (Yanmed) Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Abepura, Provinsi Papua dr. Izak Yesaya Samay, MKes, SpKJ.

Dokter asal Papua yang sudah melayani di RSJ Abepura sejak 2009 ini mengungkapkan sering menemukan pasien yang masih berusia belasan hingga 30 tahun terkena gangguan mental akibat mengkonsumsi ganja.

Di Papua, sejak tahun 2018 hingga 2023 ditambah lagi dengan masa pandemi banyak waktu kosong, aktivitas terbatas.

Dengan situasi pandemi membuat banyak anak-anak muda tidak melakukan kegiatan yang positif, mereka menjadi kesepian, dan yang terjadi adalah anak muda yang sudah biasa aktif melaksanakan kegiatan akhirnya mengalami stres.

Namun, stres ini dijelaskan oleh dokter Izak ada bermacam-macam diantaranya karena pekerjaan, kuliah, karena masalah ekonomi, masalah lingkungan rumah tangga akhirnya membawa dampak pada generasi muda.

Dimana, generasi muda dalam masa transisi dari remaja menuju ke dewasa tentunya mencari jati diri, salah bergaul atau berada di lingkungan yang bisa mempengaruhi, maka akan cepat terjerumus.

“Contohnya teman akrab sebaya yang mungkin notabene kurang sehat dalam bergaul, akhirnya terpapar, jadi ikut menjadi pemakai,” ujarnya.

Dokter Izak mengungkapkan pasien yang sering ditangani bervariasi ada yang memakai ganja sudah cukup lama, ada yang baru mengkonsumsi ganja.

“Dengan mereka yang memakai ganja secara terus menerus, mempengaruhi mental emosional. Pengalaman yang kita temukan pada mereka pengguna canabis atau ganja, mereka tidak pakai hari ini langsung gangguan jiwa ya, mereka itu harus beberapa momen,” jelasnya.

Momen itu disebut dengan masa pedromal dimana pasien terlihat dengan gangguan mental ringan dan sedang. Contohnya, susah tidur, susah berkonsentrasi, banyak melamun, aktifitas sehari-hari menjadi renggang, tidak mudah bergaul, dan aktivitas lebih banyak dilakukan pada malam hari.

“Karena hal demikian ini mempengaruhi dia punya kesehatan mental, mereka yang tidurnya tidak teratur, sistem bergaul sosialnya tidak teratur itu mempengaruhi dalam lingkungan,” ungkapnya.

Lingkungan yang dimaksud adalah terutama lingkungan keluarga dimana suasana orang tua dengan anak yang kurang nyaman, dan hubungan dengan lingkungan sekitar yang membuat anak muda menjadi semakin terpuruk.

Pasien yang ditangani oleh Dokter Izak juga biasanya mengungkapkan bahwa ganja yang dikonsumsi diperoleh dari teman.

Berdasarkan pengalaman merawat pasien, Dokter Izak mengatakan, anak muda yang memilih menghilangkan beban hidup dengan cara memakai ganja beranggapan bahwa agar pikirannya bisa tenang.


dr.Izak Samay  Foto:Sasagupapua

“Fokus mereka pakai ganja adalah untuk menghilangkan pikiran depresi, hilang dari stres tidak mau pikir banyak, tidak mau mengatasi masalah, itu yang mereka mau, dengan demikian, ganja menjadi pilihan, ganja memiliki efek dimana menimbulkan kenikmatan, kesenangan, dengan memakai ganja yang continu, pikiran yang tadinya terdapat stres, dengan sendirinya akan hilang,” ujarnya.

Namun, pikiran bukan berarti hilang dan tidak kembali lagi. Sebab lingkungan realita pemakaian ganja hanya berupa sementara.

“Karena sudah mengkonsumsi ganja, hanya mengatasi situasi sementara. Dampaknya malah mengganggu sistim kimia di otak,” jelasnya.

Akibatnya, orang yang memakai ganja bisa menjadi agresif, lebih paranoid, berprasangka buruk dengan orang, lebih sensitif, mudah tersinggung, mudah marah, bahkan bisa jadi perilaku kekerasan dan juga buat onar, anarkis, bisa mencuri, dan menimbulkan banyak konflik.

“Ini yang terjadi yah, misalnya satu orang pakai ganja, dia todong orang dengan motor, minta barang, karena agresif karena perilaku dari acuan penggunaan ganja, orang yang ditodong itu malah memukul balik maka tentu bisa terjadi konflik,” katanya.

Dengan situasi yang selalu ia temui di RSJ, Dokter Izak menegaskan situasi ini menjadi PR bagi semua pihak.

“Ini menjadi PR untuk OAP kalau sampai hari ini belum tersedia pusat rehabilitasi yang ada cuman rutan, rutan tidak menyelesaikan masalah,” ungkapnya.

Yang menjadi penting adalah pusat rehabilitasi, hal itu perlu dibangun oleh stakeholder terkait.

Menurutnya, semua pihak harusnya bisa membuat suatu rencana sebelum terjadi masalah yang lebih besar.

“Kalau sekarang kita sudah bisa rencanakan baik, pasti bencana itu tidak akan datang, bukan ?,  yang terjadi adalah di Papua mereka tidak pernah pikir, bencana seperti itu (anak muda dengan ganja),” katanya.

Bayangkan, kata Dokter Izak anak muda berusia 16-30 an tahun yang saat ini dengan penggunaan ganja, 15 hingga 20 tahun lagi bagaimana masa depan anak-anak tersebut.

“Jika pemakai masuk ke dunia kerja, kira-kira bisa tidak anda bayangkan apakah mereka bisa fokus tanpa dibekali dengan rehabilitasi, ? rata-rata mereka yang memakai untuk pengguna, canabis atau narkotika jenis lainnya juga rata-rata mereka kena gangguan masalah kepribadian entah itu disosial kah, atau paranoid kah atau dependensi kah, dan ini memperburuk situasi mereka dikemudian hari,” katanya.

Menurutnya jika para pasien bisa diobati di RSJ lalu kembali ke dunia sekuler tanpa ada pendampingan maka yang terjadi adalah mereka tidak akan melakukan aktivitas secara maksimal.

Instalasi Gawat Darurat RSJD
Foto:Sasagupapua

 

Menurutnya, hingga kini pihak Provinsi Papua melalui pihak terkait belum duduk bersama untuk membicarakan inovasi apa yang harus dilakukan untuk menolong anak-anak muda (pemakai) supaya mata rantai penggunaan Canabis ini bisa dihendel dengan baik.

“Bayangkan saja satu hari 4 pasien, dalam 1 minggu sekitar ratusan, dan itu bisa menjadi dampak yang besar karena semua pasien RSJ di Jayapura berasal dari semua daerah di Tanah Papua karena RSJ ini satu-satunya yang ada di Tanah Papua,” ungkapnya.

Ia juga menyayangkan situasi saat ini yang hanya ada satu RSJ di Tanah Papua.

“Ini menjadi dilema atau menjadi pertanyaan besar untuk saya dokter jiwa, ada apa sampai cuman satu RSJ sedangkan konflik kesehatan mental di daerah kita ini banyak,” Ujarnya.

Ia mengingatkan, banyak situasi yang mengarah pada gangguan mental seperti orang yang punya konflik karena ada mental emosional, rasa putus asa, iri hati, tidak nyaman, marah, kata Dokter Izak itu semua termasuk dalam masalah-masalah emosi mental.

“Dan kalau tidak dilihat dengan baik, diarahkan dengan baik, ini menjadi seperti bom waktu, sewaktu-waktu tergantung mana yang mau meledak yah meledak,” katanya.

Orang Tua Harus Jeli Melihat Kebiasan Anak

Dokter Izak juga menjelaskan ada orang tua juga kadang sudah mengetahui kondisi anak namun tidak memberanikan diri untuk membawa anak berobat karena mereka merasa anak-anaknya tidak bermasalah mental.

“Nanti kalau sudah masalah mental baru mereka bawa, ini terlambat. Jadi orang tua kadang-kadang beranggapan ah anak saya tidak sakit tidak perlu dibawa,” katanya.

Ia menyarankan agar orang tua jika melihat anak sudah mulai mudah emosi, marah-marah tidak karuan, itu kemungkinan sudah merupakan pemakai berat atau baru mencoba-coba. Gejala lain adalah susah tidur, kerap berbohong.

“Ini orang tua harus jeli melihat bahwa anak saya ini di tidak seperti biasanya. Harus belajar memperhatikan anak, tapi bukan berarti selalu over protective, tapi sebagai orang tua kita bertugas mengarahkan. Harus jeli dengan anak-anak yang saat ini sangat mahir menggunakan medsos dan mudah mengelabui orang tua,” katanya.

Perlu Kerjasama Semua Pihak Untuk Bantu Para Pemakai Agar Hidup Lebih Baik

Dokter Izak mengungkapkan, selalu ada kesempatan untuk berkembang meskipun mereka adalah mantan penyintas penyalahguna obat terlarang.

“Selalu saya obati mereka para pengguna, mereka sendiri juga tidak mau hadapi situasi tersebut. Kita tidak bisa memilih kalau itu datang menimpa kita kita harus belajar membuka diri memperbaiki diri kita. Ini bukan batu, kita ini manusia yang Tuhan berikan. Jadi bagi saya semua orang bisa berubah, orang yang jahat bisa jadi baik, yang baik bisa juga jadi jahat, hanya masalah waktu. Mereka mau berubah atau tidak yang terjadi adalah mereka butuh di support,” katanya.

Kebanyakan pasien yang ditangani oleh Dokter Izak semua ingin pulih dari situasi tersebut. Namun yang menjadi pertanyaannya adalah apakah lingkungan sudah siap untuk membantu mereka agar bisa pulih ?

“Itu peran dari pihak terkait tidak hanya pemerintah tapi keluarga, masyarakat sekitar, kampung, RT dan RW harus bisa bersama-sama menangani ini,” katanya.

Menurutnya harus ada sarana yang bisa menampung para penyintas pasca pengobatan untuk dibina menjadi lebih baik.

“Contohnya yang suka musik diarahkan diajar musik, yang suka masak di arahkan dan diajarkan untuk memasak hingga bisa buka warung, dan lain-lain agar mereka bisa memberikan sumbangsih yang baik bagi masyarakat bahkan bisa menjadi kesaksian bagi generasi penerus,” ungkapnya.

Kalau ini tidak dilakukan, kata Dokter, situasi ini akan terus terjadi, mereka yang sudah pulih dari RSJ, dikembalikan ke keluarga namun ujung-ujungnya kembali terjerumus.

“Ini seperti lingkaran setan yang tidak bisa putus. Saya tugasnya hanya memulihkan pasien selanjutnya pasca recovery ini harus tanggung jawab pihak terkait,” katanya.

Sebab, dalam sebulan mereka dirawat di RSJ dokter Izak katakan pasien sudah bisa membaik, dengan pengobatan mampu meredahkan gelisah, halusinasi serta fantasi pasien pemakai ganja.

“Bahkan mereka juga bisa mengurus diri, karena di RSJ teratur bangun pagi, tidur malam, makan minum, dan mereka diajarkan mengurus diri untuk kebiasaan mereka, tapi begitu kembali pulang ke rumah, apakah ada tersedia begitu, bangun pagi ada yang bimbing mereka ?,” Ujarnya.

Pesan Untuk Anak Muda di Papua

Dokter Izak berpesan kepada anak muda Papua agar bisa menjaga diri dengan baik.

“Untuk anak muda Papua yang usia muda, sekarang kalian ini penerus Bangsa Papua. Negeri ini masuk dalam situasi recovery pemulihan terhadap SDM, SDA ini penting untuk menghasilkam generasi emas papua bukan hanya soal kognisinya pintar, tapi diimbangi dengan psikologis yang matang, tanpa psikologis yang matang, walaupun kognisi atau apa dia pintar, tidak akan pernah membantu yang terjadi cuman patahan patahan,” ungkapnya.

Artinya, orang yang lebih memiliki kesehatan mental, fisik prima, dia akan berpikir dengan matang.

“Jadi saya harapkan kalau ada yang menawarkan ganja, atau zat lain banyak zat termasuk alkohol ini memperburuk situasi kalau tidak dapat ganja lari ke alkohol jadi ini saling terkait semua,  Kalau bisa dihindari, mari buat Papua lebih baik kenapa tidak, kita selalu berteriak ingin Papua lebih baik tapi kita sendiri sudah siap kah ? bahwa saya komitmen untuk terus komitmen tidak menggunakan ganja, alkohol, hidup dengan baik, komitmen itu harus ditingkatkan,” pungkasnya.

Ia juga berpesan kepada orang tua dan masyarakat agar selalu peduli dengan situasi anak muda di jaman sekarang. (Redaksi)

Berikan Komentar
Exit mobile version