SASAGUPAPUA.COM, NABIRE – Ketua Komnas HAM Papua, Frits Ramandey mengatakan, Penyelesaian konflik di Tanah Papua tak lagi bisa diselesaikan dengan pendekatan lain kecuali dialog kemanusiaan yang melibatkan semua pihak.
Hal ini disampaikannya usai mengikuti Public Hearing yang diadakan oleh DPRP Papua Tengah dan Timsus pada, Senin (29/9/2025) di Nabire.
Frits mengatakan, metode penyelesaian konflik dengan cara pendekatan pembangunan tidak lagi efektif untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di Tanah Papua, sehingga Komnas HAM telah merumuskan pendekatan dialog sebagai solusi.
“Karena pendekatan dengan pembangunan itu kita butuhkan tapi tidak bisa menyelesaikan konflik, karena itu Komnas HAM merumuskan pendekatan dialog, kita menyebutnya dialog kemanusiaan, “Ungkap Frits.
Kenapa harus dialog kemanusiaan?
Frits menjelaskan, dalam dialog kemanusiaan akan menghadirkan berbagai pihak untuk duduk bersama, mulai dari Para korban konflik, hingga otoritas pejuang.
“Dialog Kemanusiaan penting untuk mereka yang berkonflik, peserta dialog kemanusiaan itu siapa yang boleh hadir? Korban, Keluarga korban, lalu semua mereka yang terlibat dalam konflik “Jelasnya.
Frits mengatakan, kehadiran pemimpin pejuang Papua secara menyeluruh dari berbagai klaster besar dari semua wilayah adat tentu dibutuhkan untuk keterlibatannya dalam dialog ini. Serta pihak pemerintah pusat yang punya otoritas menjadi kunci pengambilan keputusan. Karena berbagai cara dilakukan namun tidak bisa menyelesaikan konflik.
“Sudah 25 tahun Otonomi Khusus itu tidak menyelesaikan konflik dan pembangunan terhambat, ternyata yang menjadi masalah utama di Papua adalah persoalan penyelesaian konflik bersenjata, karena hal ini adalah akumulasi ketidakpuasan orang Papua, karena ada problem-problem yang tidak terselesaikan. Problem-problem ekonomi dan lain sebagainya. Nah forum seperti ini adalah forum yang strategis, “Kata Frits.
Ia menambahkan, di dalam Komnas HAM cara dialog seperti ini adalah metode advokasi, yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
“Ini melibatkan seluruh pemangku. Siapa pemangku dalam penyelesaian konflik? Tentara, Polisi, Pemda, dan Mitra-mitra strategis, Komnas HAM, dan Gereja. Jadi forum ini adalah bagian dari mengadvokasi upaya penyelesaian konflik. Karena 25 tahun kita sudah punya pengalaman, bikin pemekaran banyak, upaya pembangunan selalu menjadi masalah karena ada faktor utama yaitu konflik, “tegasnya.
Konflik Laten
Perbedaan Ideologi menjadi faktor utama konflik berkepanjangan di tanah Papua, dan hal ini sudah menjadi laten. Yangmana terus-menerus terjadi turun-temurun dari berbagai generasi.
“Konflik laten itu selalu menjadi warisan tiap generasi, yang sekarang habis, tapi generasi belakangan yang tidak tahu itu akan muncul. Itu yang kita sebut dengan konflik laten. Ini bukan soal konflik agrarian atau konflik pendidikan, tapi ini konflik laten yang beririsan dengan ideologi. Dan kalau beririsan dengan Ideologi tidak bisa diselesaikan dengan pembangunan, apalagi peluru. Karena itu untuk menyelesaikan konflik laten adalah dengan Dialog sebagai konsensus untuk merumuskan cara penanganannya, “Pungkasnya.