Site icon sasagupapua.com

LBH Merauke Nilai Penangkapan Stenliy Dabujai Sebagai Upaya Pembungkaman Demokrasi

Stenliy saat dibawa oleh kepolisian. (Foto: Dok Istimewa)

SASAGUPAPUA.COM, Merauke – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Merauke menilai penangkapan Stenliy Dabujai di Depan Gereja Kerahiman Ilahi Merauke Merupakan Tindakan Sewenang-wenang dan diduga merupakan bagian dari Upaya Pembungkaman Ruang Demokrasi bagi Suara Kaum Awam Kalotik di Merauke.

Hal ini disampaikan oleh Advokat LBH Papua, Philipus Kraramuya dalam rilis yang diterima media ini.

Dijelaskan, Stenliy Dambujai yang berasal dari komunitas Suara Kaum Awam Katholik ditangkap pada hari Minggu (7/12/2025) sekitar pukul 10.40  oleh pihak Kepolisian  di depan halaman Gereja Kerahiman Ilahi Mangga Dua, Kelurahan Kelapa Lima, Distrik Merauke, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.

Menurut LBH Merauke, tindakan penangkapan paksa tersebut diduga kuat berdasarkan laporan oleh Oknum Ketua Dewan Paroki Gereja Kerahiman Ilahi Mangga dua dan Seorang Oknum Advokat.

Dimana kata Philipus, tindakan penangkapan terhadap Stenly Dambujai berkaitan dengan berbagai Aksi Protes Kaum Awam Katholik terhadap penyataan Uskup Agung Merauke yang mendukung PSN.

Philipus mengatakan penangkapan tersebut tidak sesuai dengan prosedur hukum dan bertentangan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia HAM.

“Stenly Dambujai ditangkap paksa dan dibawa paksa ke Polres Merauke untuk dimintai keterangan terkait aksi yang dilakukan, setelah itu dipaksa untuk menandatangani Surat Pernyataan untuk tidak lagi melakukan aksi protes di depan Gereja, padahal aksi yang sama sudah dilakukan oleh Stenly sebanyak 57 Kali di beberapa Gereja dan tidak dipersoalkan,” katanya.

Selain itu kata dia, saat di kepolisian Stenly telah menyampaikan tidak akan memberikan keterangan sampai kuasa Hukumnya datang, namun permintaan Stenly tidak digubris dan dipaksakan untuk menandatangani Surat Pernyataan.

Philipus Kraramuya  berpandangan bahwa Penangkapan secara paksa melanggar hak asasi manusia (HAM) jika dilakukan sewenang-wenang tanpa dasar hukum yang jelas, tidak sesuai prosedur KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) seperti tanpa surat perintah, tanpa bukti permulaan cukup, atau melebihi batas waktu 1×24 jam, dan dilakukan dengan kekerasan atau paksaan untuk mengaku, melanggar prinsip praduga tak bersalah dan hak untuk tidak disiksa”.

Menurut Philipus  penangkapan paksa bisa dibenarkan secara hukum jika sesuai prosedur, misalnya menjemput paksa saksi/tersangka yang tidak patuh panggilan kedua kali, demi kepentingan penyidikan dengan tetap menghormati HAM.

Selanjutnya Philipus berpendapat apa yang  dilakukan Stenliy Dambujai sudah sesai dengan dengan Hukum Yang ada di Negara Kesatuan Repoblik Indonesia. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945:”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Makna dan Implementasi:

Hak Berserikat: Hak untuk membentuk perkumpulan, organisasi, atau kelompok, seperti organisasi kemasyarakatan, serikat pekerja, atau partai politik.

Hak Berkumpul: Hak untuk berkumpul secara damai, termasuk demonstrasi dan aksi damai sebagai wujud penyampaian aspirasi.

Hak Mengeluarkan Pendapat: Hak untuk menyampaikan pikiran, ide, atau pandangan secara lisan maupun tulisan, baik secara pribadi maupun di muka umum.

Batasan: Meskipun dijamin, kebebasan ini tidak mutlak; ia dibatasi oleh undang-undang, seperti UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, untuk menjaga ketertiban, keamanan, dan hak orang lain.

“Jika kita melihat aksi yang dilakukan oleh Stenly Dambujay jelas-jelas tidak bertentangan dengan aturan mana pun, karena tidak mengganggu aktivitas warga jemaat yang beribadah dan dilangsungkan di-luar halaman gereja secara Damai, Aman dan tertib,” pungkasnya.

Berikan Komentar
Exit mobile version