Site icon sasagupapua.com

Menjemput Natal di Tanah Leluhur: Jejak Syukur Persekila dan Martha dalam Mudik Hangat Freeport

Awigai Keiya, putra dari Philipus Keiya, Karyawan PTFI sedang berada di dalam pesawat Twin Otter menuju ke Bandar Udara Enarotali di Kabupaten Paniai (11/12). Foto: Corcom Freeport

SASAGUPAPUA.COM, Papua Tengah – Bagi Persekila Kayame, suara deru mesin pesawat di landasan pacu Bandar Udara Mozes Kilangin, Timika, Kamis pagi itu terdengar seperti melodi Natal yang paling merdu. Di tengah hiruk-pikuk penumpang yang memadati ruang tunggu, gadis muda ini tak henti melempar senyum. Di sampingnya, ibu, nenek, dan dua adiknya duduk dengan wajah penuh harap.

Mereka adalah satu dari ribuan keluarga karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang sedang bersiap melakukan perjalanan “suci” tahunan: pulang ke kampung halaman.

Persekila Kayame (paling kanan), putri dari
Simon Kayame, Karyawan PTFI dan
adiknya (paling kiri) menerima bingkisan
Natal di Bandara Mozes Kilangin Timika
sebelum berangkat menuju ke Enarotali
(11/12). Foto: Corcom Freeport

Harapan yang Terbang ke Puncak Paniai

Bagi keluarga besar Simon Kayame, seorang karyawan PTFI, perjalanan menuju Enarotali, Kabupaten Paniai, bukanlah perjalanan biasa. Di wilayah pegunungan Papua yang dijaga dinding-dinding tebing raksasa, akses bukanlah perkara mudah. Tanpa program Christmas Flight, rindu seringkali harus tertahan oleh sulitnya medan dan mahalnya biaya transportasi.

“Puji Tuhan, tahun ini Bapa mendapat tiket pesawat dari perusahaan untuk kami sekeluarga. Di Enarotali, kakak sudah menunggu kami untuk merayakan Natal dan Tahun Baru bersama,” ucap Persekila antusias.

Karyawan dan keluarga tiba di Bandar
Udara Enarotali di Kabupaten Paniai
sedang mengeluarkan bagasi dari Pesawat
Twin Otter (11/12). Foto: Corcom Freeport

Bagi Persekila dan keluarganya, terbang di antara awan pegunungan Papua bukan sekadar urusan logistik, melainkan tentang menjaga keutuhan tradisi keluarga yang hanya bisa dirasakan setahun sekali.

Syukur di Atas Deburan Ombak Pesisir

Jika keluarga Persekila menatap langit, Martha Wauturu justru menatap cakrawala laut. Sebagai karyawati PTFI, Martha adalah saksi hidup betapa berartinya perhatian perusahaan di masa-masa sulit. Sudah 19 tahun ia mengabdi, dan setiap kali musim mudik tiba, hatinya selalu tertuju pada Potowaiburu sebuah wilayah di Distrik Mimika Barat Jauh yang berbatasan langsung dengan Kaimana.

Karyawan dan keluarga sedang mengisi bahan bakar boat di Portsite untuk bekal perjalanan mereka menuju ke Dermaga Potowaiburu (10/12). Foto: Corcom Freeport

Jalur laut menuju Potowaiburu bukanlah jalur yang ramah bagi perahu biasa. Namun, melalui program Christmas Boat, Martha merasa tenang. Ia tahu ia akan sampai di dermaga dengan aman untuk memeluk keluarganya.

“Saya sangat bersyukur. Meskipun perusahaan sedang menghadapi masa sulit, perhatian kepada karyawan tetap diberikan. Dengan adanya boat Natal ini, saya bisa merayakan Natal di kampung,” ungkap Martha penuh haru. Baginya, perjalanan ini adalah bentuk penghargaan atas belasan tahun dedikasinya bekerja di area tambang.

Jembatan untuk Tujuh Suku

Program ini bukan sekadar angka atau jadwal keberangkatan. Di balik daftar manifest pesawat ke wilayah Enarotali, Wagethe, Duma, Moanemani, hingga Tsinga, serta rute kapal ke Agimuga dan Potowaiburu, ada komitmen untuk menghargai identitas.

Mayoritas penerima manfaat ini adalah mereka yang menjaga akar budaya Papua masyarakat dari Suku Amungme dan Kamoro, serta lima suku kerabat: Dani, Nduga, Damal, Moni, dan Mee/Ekari.

Vice President Papuan Affairs Department PTFI, Soleman Faluk, menyadari bahwa bagi karyawan asli Papua, “pulang” adalah kebutuhan batin.

Penerbangan Natal perdana mengantarkan
12 karyawan dan keluarga dari Bandar
Udara Mozes Kilangin Timika ke Bandar
Udara Enarotali Paniai dan Bandar Udara
Wagethe Deiyai (11/12). Foto: Corcom Freeport

“Kondisi geografis yang menantang membuat perjalanan ini tidak mudah. Itulah mengapa kami menyediakan transportasi yang aman dan nyaman,” jelasnya.

Kembali dengan Semangat Baru

Masa libur ini akan berakhir ketika armada penjemputan menjemput mereka kembali pada 6 hingga 20 Januari 2026. Namun, bagi Persekila, Martha, dan ribuan lainnya, pulang ke kampung halaman adalah cara mereka “mengisi ulang” jiwa.

Mereka akan kembali ke area kerja PTFI bukan hanya dengan tangan yang membawa oleh-oleh dari kampung, tapi dengan hati yang penuh setelah memeluk hangat orang-orang tercinta di bawah pohon Natal di pelosok Papua.

Berikan Komentar
Exit mobile version