Oleh: Jonis Hagabal
A. Makna Sebuah Nama
Arti sebuah Nama adalah jauh lebih dari sekedar penanda identitas, namun juga membawa doa,harapan,makna,dan nilai dari pemberi nama, serta berfungsi sebagai cerminan jati diri dan tujuan hidup bagi pemiliknya.
Nama memiliki pengaruh signifikan terhadap karakter,takdir, dan bagaimana seseorang dikenal oleh orang lain.
Nama sebagai identitas dan doa. Nama sebagai cerminan makna dan budaya. Nama sering kali mengandung nilai-nilai budaya dan spiritual, atau filosofi hidup yang penting bagi keluarga atau masyarakat.
Dalam beberapa budaya, nama dapat menjadi penanda garis keturunan atau warisan keluarga, seperti penggunaan marga pada suku seperti di papua dan daerah lain di Indonesia.
Dalam beberapa kasus, seseorang mengubah namanya sebagai simbol transformasi hidup atau untuk membawah keberuntungan dan kesuksesan, seperti yang terjadi pada presiden Joko Widodo yang sebelumnya bernama Mulyono.
Dalam agama kristen dan islam ada anjuran untuk memberikan nama yang baik karena nama yang buruk dapat mempengaruhi karakter dan bagaimana seseorang dipanggil di dunia maopun di akhirat.
Jadi, arti nama tidak bisa di remehkan. Ia lebih dari sekedar label, melainkan sebuah wadah makna, doa, dan identitas yang membentuk cara seseorang menjalani hidup dan bagaimana ia dikenali oleh dunia.
B. Sejarah Nama “Eme Neme Yauware” dan Makna Bagi Orang Amungme dan Kamoro
Semboyan “Eme Neme Yauware” pasti tidak asing lagi bagi warga Kabupaten Mimika, Papua Tengah.
Selain sebagai motto kabupaten, kalimat ini juga merupakan sebuah judul lagu daerah.
Lagu Eme Neme Yauware sering kali dilantunkan dalam berbagai kegiatan di mimika, baik pemerintah, organisasi,sekolah, hingga menjadi lagu pilihan dalam berbagai lomba menyanyi.
Eme Neme Yauware adalah gabungan bahasa milik dua suku besar asli Mimika, Kamoro dan Amungme. Suku Amungme berasal dari wilayah dataran tinggi Mimika, sementara suku kamoro mendiami dataran rendah mimika.
Kata “Eme berarti teman,Neme berarti berteman/bersaudara” dalam bahasa Amungme.
Sementara Yauware berarti “Semangat” dalam bahasa Kamoro. Maka, Eme Neme Yauware berarti bersatu bersaudara membangun.
Kemudian disempurnakan lagi menjadi “bersatu,bersaudara kita membangun” yang tersirat dalam lambang daerah dan sebagai motto Kabupaten Mimika.
Semboyan Eme Neme Yauware merupakan nama yang diberikan saat masa bupati almarum Klemen Tinal.
Lagu eme neme yauware diciptakan Klemen Tinal bersama Melky Goeslow, penyanyi pop dan rock yang sangat terkenal di masanya. Kini, kedua sang pencipta lagu Eme Neme Yauware telah tiada.
Klemen Tinal yang juga wakil gubernur papua wafat di Rumah Sakit Abdi Waluyo,Menteng,Jakarta, Jumat 21/5/2021.
Sementara Melky Goeslaw jauh lebih dulu telah berpulang pada tahun 2006 silam.
Pemberian nama semboyan Eme Neme Yauware merupakan bentuk penghormatan,penghargaan terhadap suku asli Mimika sebagai pemilik kabupaten ini.
Pemberian nama tersebut juga menggambarkan identitas asli kabupaten Mimika.
Jadi kalau ada orang yang mau mengganti nama semboyan Eme Neme Yauware itu artinya sedang tidak menghargai dan menghormati masyarakat adat pemilik kabupaten ini.
C. Filosofi Mimika Rumah Kita dan Konsep Smart City
Pada tanggal 28 Mei 2025 pemerintah Kabupaten Mimika resmi menetapkan “Mimika rumah kita” sebagai tagline dalam pengembangan program Smart City 2025.
Hal ini disampaikan langsung oleh bupati Mimika, Johannes Rettob, usai memimpin rapat dewan Smart City yang digelar di salah satu hotel di Timika.
Mimika rumah kita menggambarkan bahwa Mimika adalah rumah bersama bagi semua, rumah nusantara.
Semua organ ekonomi, keberagaman, dan toleransi ada disini. Tagline ini menjadi semangat utama dalam membangun kesejahteraan masyarakat”, ujar Johannes Rettob saat utuh.
“Mimika Rumah Kita Bersama” adalah sebuah frasa yang merujuk pada bumi sebagai tempat tinggal semua makhluk hidup. Sama hal motto yang sering digunakan di komunitaskomunitas internasional.
Filosofi rumah adalah simbol kehangatan keluarga, tempat berlindung dari penatnya kehidupan, pusat interaksi sosial, dan cermin nilai-nilai budaya seperti keharmonisan alam,keberanian, serta keterbukaan. Bagi orang papua filosofi rumah adat atau honai mencerminkan nilai-nilai kesatuan,persatuan,dan pelestarian budaya.
Ada beberapa hal yang terkandung dalam rumah adat/honai yaitu, kesatuan dan persatuan,pelestarian budaya, simbol kepribadian dan harga diri,kesederhanaan,kekuatan,fungsi sosial.
Kedepan pemerintah mimika berkomitmen akan menjadikan mimika Smart City. Smart city merupakan konsep pengembangan dan pengelolaan kota yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efisiensi, pelayanan publik,kualitas hidup,dan keberlanjutan kota melalui integrasi berbagai sistem dan sumber daya.
Contoh kota atau negara smart city adalah seperti negara Singapura, kota Seoul,Barcelona,London di tingkat dunia, di Indonesia seperti Jakarta,Bandung,Surabaya,Denpasar, Yogyakartarta.
D. Potret Masalah di Timika-Papua Tengah
Data badan pusat statistik (BPS) menunjukan angka kemiskinan di Indonesia menyentuh 8,57% per september 2024.
Angka tersebut adalah yang terendah sepanjang sejarah. Berdasarkan data badan pusat statistik (BPS) per september 2024 dan juli 2025, provinsi termiskin di indonesia berdasarkan persentase penduduk miskin adalah Papua Pegunungan (29,66%) dan Papua Tengah (27,66%), Papua Barat (20,49%). Provinsi Papua masih mendominasi sebagai daerah termiskin di Indonesia.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan fakta bahwa tanah Papua sebagai daerah yang kaya akan sumber daya Alam. Kita tahu bahwa papua merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam seperti emas,tembaga,migas.
Provinsi Papua Tengah memiliki potensi sumber daya Hutan,laut,tambang,tanah,air,udara,pariwisata.
Masalah lain yang sering kita jumpai di papua,terutama di kabupaten Mimika adalah terjadi kerusakan lingkurangan; misalnya pembuangan sampah yang sembarang di jalan-jalan raya sehingga mengganggu aktivitas masyarakat dan memperlihatkan pemandangan yang buruk, terjadi penebangan pohon secara liar (illegal loging) yang berdampak pada tanah menjadi gersang dan tandus,punahnya flora dan fauna,hutan gundul,resiko banjir dan longsor,hilangnya pendapatan.
Rawan akan Keamanan dan kenyamanan; Misalnya konflik sosial dengan warga luar papua dan orang asli Papua memperebutkan lahan atau tanah.
Maraknya begal yang sering melakukan pencurian hingga menghilangkan nyawa orang.
Balap-balapan liar di jalan-jalan umum yang mengganggu laluntas jalan, hingga sering terjadi kecelakaan.
Kurang efektifnya Pemberdayaan ekonomi orang lokal masyarakat Papua, terutama suku asli Mimika Amungme dan Kamoro, yang berdampak pada kemiskinan. Misalnya menyiapkan pasar yang layak dan strategis bagi mama papua, memberikan modal usaha untuk pengusah dan pelaku UMKM orang Papua, melindungi produk lokal seperti pinang,daun gatal, dan busana adat Papua.
Kemudian lapangan pekerjaan di Kabupaten Mimika tidak adanya proteksi kusus untuk orang asli Papua dalam merekrut karyawan, hingga akhirnya banyak pengangguran orang asli papua di kabupaten Mimika.
Dan yang paling penting adalah pengelolaan dana otonomi kusus yang tidak transparan dan teroganisir, yang langsung menyentuh masyarakat akar rumput.
Misalnya tidak adanya OPD atau lembaga kusus yang mengelola dana otsus agar langsung menyentuh masyarakat akar rumput.
E. Prioritas Pembangunan di Kabupaten Mimika
Dalam laporan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menyebut ada empat akar masalah di Papua, salah satunya adalah kegagalan pembangunan di Papua.
Dalam laporan LIPI, pembangunan di Papua yang gagal menjadi salah satu akar masalah yang perlu diselesaikan oleh negara. Pembangunan tersebut melingkupi bidang pendidikan,kesehatan, dan ekonomi rakyat.
Dalam tahun ini di masa pemerintahan presiden baru, Presiden Prabowo Subianto mencanangkan tiga program prioritas negara yakni, makan bergizi gratis, koperasi merah putih, dan sekolah rakyat.
Selaras dengan penilitian dari LIPI dan program pemerintah yang baru, tiga bidang penting yang menjadi prioritas pembangunan di Papua.
Hal ini harus di sikapi serius oleh pemerintah daerah, dalam hal ini bupati dan gubernur Papua tengah, kemudian menerjemahkan pembangunan itu sesuai kearifan lokal di daerah tersebut agar supaya pembangunan tersebut benar-benar menyentuh hingga masyarakat akar rumput.
Pembangunan harus selaras dengan pembangunan nasional yang dikontekstualisasi dengan kearifan lokal, bagaimana meningkatkan dan proteksi ekonomi orang Papua, melengkapi fasilitas kesehatan dan sumber daya dokter di Papua harus ditingkatkan.
Kemudian sumber daya manusia Papua perlu ditingkatkan lagi, terutama dalam hal memberikan beasiswa dan sekolah gratis bagi putra/putri asli Papua.
Bukan lagi pemerintah daerah sibuk membuat visi misi sendiri dan merubah-rubah nama identitas lokal yang sudah digagas pemerintah sebelumnya.
F. Pentingnya Lembaga Adat Dalam Mengelola Pembangunan
Pada dasarnya suatu negara atau wilayah dapat berdiri jika memenuhi dua unsur,yakni masyarakat (rakyat) dan wilayah (tempat).
Kabupaten mimika adalah milik suku Amungme dan Kamoro sebagai suku asli di daerah ini.
Suku Komoro menguasai dan mendiami daerah dataran rendah hingga pesisir pantai, suku Amungme menguasai dan mendiami daerah di bagian gunung dan lembah.
Mereka hidup dengan kearifan lokal masing-masing sebagai budaya dan identitas jati dirinya.
Dalam konteks pembangunan di daerah yang dikenal sebagai wilayah adat seperti di Kabupaten Mimika dan daerah Papua lain, harus disesuaikan dengan kearifan lokal daerah tersebut.
Pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah tersebut perlu dikontekstualisasi dengan kearifan lokal di daerah tersebut, sehingga pembangunan dapat menyentuh masyarakat akar rumput.
Pada dasarnya nilai adat masyarakat lokal memberikan ruang terhadap pembangunan.
Nilai budaya lokal junjung tinggi nilai sosial,keharmonisan,kebersamaan, mencintai alam.
Sehingga hal ini menjadi dasar untuk menjalankan suatu pembangunan yang berorientasi pada pengembangan dan pelestarian kearifan lokal.
Misalnya dalam hal pengelolaan dana otonomi kusus harus diberikan kepada lembaga adat atau satu lembaga tersendiri agar mereka mengelolanya sesuai dengan budaya setempat dengan cara mereka.
Karena saya meyakini bahwa nila-nilai adat budaya masyarakat setempat sangat junjung tinggi nilai sosial,kebersamaan, dan menghargai orang lain.
Dalam konteks ini peran atau fungsi lembaga adat menjadi sangat vital untuk mengorganisir semua hal yang berhubungan dengan melestarikan kearifan lokal, serta mendukung dan mengontrol jalannya pembangunan di kabupaten Mimika.
Di era moderen ini Lembaga adat merupakan rumah atau honai bagi masyarakat adat setempat untuk
berlindung,berdiskusi,menyampaikan aspirasi,dan melestarikan kearifan lokal. Pemerintah merupakan lembaga yang merepresentasikan masyarakat moderen, sehingga segala sesuatu harus terorganisir dan tersistem.
Demikian juga lembaga adat merupakan lembaga yang merepresentasikan masyarakat adat yang harus berkolaborasi dengan pemerintah untuk mengelola pembangunan di daerah ini sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal di tanah adat ini.
G. Kesimpulan dan Saran
Tanah Papua merupakan wilayah adat,dimana nilai-nilai adat sangat melekat dalam kehidupan mereka.
Manusia papua pada dasarnya hidup tidak terlepas dari kearifan lokalnya. Manusia papua hidup berdampingan dengan alam, dimana alam menjadi sumber pendapatan
mereka, hidup bergantung pada alam, misalnya dalam berkebun, memasak, mencari nafkah, dan lain-lain.
Dalam mengelola pembangunan di daerah otonomi seperti di Papua, semua pembangunan wajib di kontekstualisasi sesuai dengan kearifan lokal di Papua.
Dalam konteks pembangunan moderen dewasa ini, dunia mengalami berbagai krisis, dimana terjadi krisis lingkungan, krisis air bersih, krisis hutan sebagai penyumbang oksigen bagi kelangsungan hidup di bumi.
Dengan masalah global yang terjadi, masyarakat moderen di negara-negara maju sedang mengkonsepkan dan menjalankan pembangunan yang berorientasi pada pelestarian alam, atau yang biasa dikenal dengan pembangunan yang berkelanjutan.
Kearifan lokal masyarakat Amungme dan Kamoro sebenarnya memberikan ruang bagi kebutuhan pembangunan moderen dewasa ini.
Hal ini kita bisa lihat dari nilai-nilai kearifan lokal budaya mereka yang menghargai alam dan hidup bersosial.
Sehingga keseimbangan ini perlu dijaga dan dilestarikan dengan melibatkan masyarakat adat dalam merumuskan pembangunan kedepan.
Pemerintah wajib merangkul lembaga-lembaga adat dalam merumuskan dan mengontrol pembangunan kedepan.
(Penulis adalah Intelektual Kabupaten Mimika)