SASAGUPAPUA.COM, TIMIKA – Pertemuan lanjutan antara Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS) Tsingwarop, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Tsingwarop, dan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang sedianya digelar di salah satu restoran di Kota Timika pada Jumat, 4 Juli 2025, resmi ditunda.
Pertemuan ini merupakan respons baik dari pihak PT Freeport Indonesia pasca terjadinya aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat Amungsa di Kantor YPMAK yang terjadi pada hari Senin, 16 Juni 2025. Dalam agenda pertemuan ini, FPHS mewakili tiga kampung di wilayah Amungsa, yakni Tsinga, Waa Banti, dan Arwanop. Menghadiri undangan resmi yang dilayangkan oleh PT Freeport Indonesia.
Undangan resmi untuk agenda audiensi ini tergolong mendadak sebab diterima oleh pihak FPHS pada Kamis, 3 Juli 2025. Ketua FPHS Yafet Manga Beanal dan Ketua LMA Tsingwarop Arnold Beanal hadir di lokasi pertemuan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Yaitu di sebuah resto di jalan Budi Utomo kota Timika.
Namun, menurut keterangan Arnold Beanal, pertemuan tersebut terpaksa ditunda karena adanya agenda internal yang sangat mendesak dari manajemen PT Freeport Indonesia, sehingga perwakilan perusahaan tidak dapat hadir.
“Walaupun pertemuan ini ditunda, kami dari LMA dan FPHS tetap membuka ruang untuk dialog bersama manajemen PTFI. Kami berharap segera ada pertemuan lanjutan untuk membahas secara serius tuntutan kompensasi dan ganti rugi atas hak-hak masyarakat sebagai pemilik ulayat di wilayah terdampak kontrak karya PT Freeport Indonesia di Tembagapura,” ujar Arnold Beanal.
Mereka juga berharap penundaan pertemuan ini jangan berlarut-larut.
“Kami menunggu hingga Selasa minggu depan, jika pertemuan tidak segera direalisasikan, maka kami terpaksa akan mendatangi YPMAK kembali,” katanya.
Selain itu dirinya juga berharap pertemuan selanjutnya PTFI juga bisa menghadirkan pihak mediator atau penengah seperti pihak keamanan TNI/POLRI dan KLHK selaku pihak yang mengeluarkan berita acara dalam pertemuan AMDAL.
Pihak FPHS dan LMA menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan hak-hak masyarakat adat secara damai dan melalui dialog yang konstruktif dengan semua pihak terkait.