DINAS Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mimika rutin melakukan screening Hepatitis B terhadap ibu hamil di sejumlah Fasilitas Kesehatan (Faskes).
Tahun 2022 sasaran pemeriksaan ibu hamil oleh Dinkes Mimika sebanyak 5.648 orang. 4.110 atau 72,77 berhasil melakukan screening hepatitis.
Dari hasil screening, sebanyak 186 atau 4,53 persen ibu hamil dinyatakan reaktif Hepatitis di Kabupaten Mimika.
Tahun 2022 sebanyak 114 bayi telah mendapatkan suntikan Vaksin hepatitis B (HBsAg) usai dilahirkan.
Tahun 2023 ini, Dinkes Mimika menambah jumlah sasaran pemeriksaan Hepatitis terhadap ibu hamil yakni 8.348. Dihitung dari Januari-Juni Dinkes Mimika pemeriksaan sudah dilakukan sebanyak 1.681 dari target. Ditemukan 96 atau 20,14 persen ibu hamil yang reaktif Hepatitis.
“Jumlah pemeriksaan tahun 2023 baru sekitar 25 persen jadi masih banyak yang belum di screening,” kata Pj. Hepatitis Dinkes Mimika Bidang P2P, Andi Rosmina.
Jumlah kasus ini terpantau di 26 puskesmas, tiga rumah sakit dan dua klinik yang ada di Mimika.
Andi Rosmina menerangkan, hepatitis difokuskan ke ibu hamil dimana program pemerintah adalah memutuskan rantai penularan Hepatitis B ke Bayi atau Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA).
Saat ini di Mimika belum ada pengobatan untuk ibu hamil yang menderita Hepatitis, pengobatannya harus dirujuk ke Rumah Sakit Dok 2 Jayapura.
“Namun sesuai informasi terakhir yang kami dapatkan bahwa kalau pasien dirujuk ke RS Dok 2 perlu dijelaskan bahwa transportasi ditanggung sendiri. Kedua sebelum diberikan pengobatan pasien tersebut harus melakukan tes laboratorium lanjutan, dan itu belum tercover ke BPJS jadi dia harus membayar mandiri,” jelasnya.
Pemeriksaan laboratorium tersebut membutuhkan dana diatar Rp4 juta. Jika sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium tersebut lalu akan diberikan pengobatan di RS Dok 2.
Untuk itu, kata Rosmina upaya pemerintah adalah memperhatikan bayinya. Sebab jika ibu hamil terkena hepatitis B maka harapan hidupnya bisa saja 50 persen berlanjut menjadi sirosis atau pengerasan hati.
“Tapi 50 persen bisa sembuh sedangkan bayinya dari sejak kehamilan sudah terpapar dengan virus hepatitis, maka usia harapan hidupnya hanya sampai 18 tahun atau sampai usia kuliah, setelah itu akan menjadi sirosis hepatitis atau pengerasan hati dan berakhir dengan kanker hati,” jelasnya.
Sehingga saat ini yang harus diantisipasi adalah bayi dengan cara memberikan vaksin HBsAg bagi bayi yang ibunya reaktif Hepatitis sebelum 12 jam atau paling lambat sebelum 24 jam setelah lahir.
“Dua tahun terakhir ini vaksin HBsAg selalu tersedia di Timika, berbeda dengan sebelum tahun 2022 itu vaksinnya kadang tidak ada,mungkin waktu itu kendalanya memang harga satu vaksin Rp3 juta,” ujarnya.
Setiap ibu hamil yang datang ke faskes selalu diarahkan untuk screening hepatitis jika belum pernah melakukan tes. Tak hanya hepatitis, wajib juga ibu hamil mengikuti screening HIV, Sifilis, Malaria dan TBC.
Andi Rosmina menjelaskan kendala yang dihadapi, tidak semua ibu hamil bisa di-screening karena ada ibu hamil yang datang ke rumah sakit swasta dan otomatis harus membayar biaya pengecekan Hepatitis jika ibu hamil tidak memiliki BPJS.
Sama halnya di Puskesmas yang berstandar BLUD pun harus membayar jika tidak ada BPJS kesehatan.
Kendala lainnya yakni beberapa ibu hamil juga menolak untuk dilakukan screening dengan berbagai alasan.
“Makanya kepala dinas buat kebijakan jangan lagi petugas bertanya tapi langsung screening saja. Karena kalau di Puskesmas pemerintah juga sudah siapkan rapid HBsAg gratis yang didistribusikan ke puskesmas-puskesmas, karena pemerintah mengutamakan masyarakat,” jelasnya.
Bahkan jika ada ibu hamil yang reaktif, anak yang lahir diberikan vaksin kemudian akan dipantau sampai usia bayi 9 bulan kemudian dilakukan pengecekan lagi apakah reaktif Hepatitis ataukah sudah bersih. Jika bersih maka Dinkes juga berhenti memantau terkait hepatitis namun jika masih reaktif maka akan dilakukan pengobatan sejak dini.
Seperti tahun 2022 sebanyak 4 anak dipantau dan tiga anak hasilnya negatif sementara 1 anak masih positif Hepatitis. Sayangnya, Dinkes masih memiliki kendala dalam pemantauan pasien khususnya bayi
“Jadi kami juga terkendala hilang kontak dengan orang tua karena berbagai alasan paling banyak karena pindah daerah,”kata Andi.
Saat ini, untuk memudahkan pelaporan Hepatitis yang terintegrasi Kementerian Kesehatan telah meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Hepatitis dan PISP (Sihepi).
Aplikasi ini memudahkan faskes untuk mengimput cangkupan pemeriksaan hepatitis dan mudah untuk dipantau hingga tingkat pusat.
Penulis: Kristin Rejang