Site icon sasagupapua.com

Sindir Instruksi Sawit dan Tebu, Komedian Yopa: “Hutan Itu Mama, Jangan Pejabat yang Melucu Menipu Rakyat”

Komedian Yohanes Pangkey (Yopa)

SASAGUPAPUA.COM, JAYAPURA – Gelombang kritik terhadap kebijakan perluasan perkebunan sawit dan tebu di tanah Papua terus mengalir. Kali ini, suara lantang datang dari seniman sekaligus komedian yang juga seorang aktor asal Papua, Yohanes Pangkey, yang akrab disapa Yopa.

Ia menyoroti deforestasi besar-besaran dan ketidakberdayaan lembaga adat dalam melindungi “paru-paru” terakhir Indonesia tersebut.

Yopa mengungkapkan bahwa ekspansi korporasi di Papua bukanlah barang baru, namun dampaknya kian mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang ia himpun, terjadi lonjakan signifikan jumlah perusahaan sawit yang beroperasi di bumi cendrawasih.

“Tahun 2019 ada sekitar 58 perusahaan, dan di tahun 2025 jumlahnya naik menjadi 94 perusahaan. Ini sudah merusak 1,57 juta hektare hutan kita,” ujar Yopa ketika diwawancarai media ini, Minggu (21/12/2025).

Pajak dan Janji Manis yang “Menipu”

Ia mempertanyakan sejauh mana pemerintah daerah menyadari dampak kerusakan ini terhadap kesejahteraan masyarakat lokal. Menurutnya, keberadaan perusahaan-perusahaan tersebut belum tentu berkontribusi nyata pada Anggaran Pendapatan Daerah yang menyentuh rakyat kecil.

“Pejabat daerah dan pihak terkait dari perusahaan tersebut hanya menipu manusia Papua. Pajak tersebut menjadi keuntungan pejabat tanpa memikirkan dampak hancurnya rumah bagi flora dan fauna di Papua,” tegasnya.

Sagu: Emas Hijau yang Terabaikan

Kritik Yopa juga menyasar pada ketidakpekaan pemerintah dalam melihat potensi lokal. Di saat pemerintah pusat mendorong penanaman tebu dan sawit secara masif, Yopa menilai pemerintah lupa pada kekayaan hayati asli Papua: Pohon Sagu.

Ia menjelaskan bahwa sagu memiliki produktivitas pati yang jauh lebih tinggi dibandingkan padi, jagung, maupun singkong. Bahkan, sagu merupakan sumber bioetanol masa depan karena kandungan karbohidratnya yang sangat tinggi.

“Tapi pejabat dan pemerintah tidak sadari itu. Hutan sagu di Papua mulai punah, padahal itu makanan pokok kita. Mereka tidak melihat produktivitas pati sagu itu lebih tinggi dari yang lain,” tambahnya dengan nada kecewa.

Sentilan untuk MRP dan Menteri HAM

Yopa juga melontarkan kritik pedas kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) dan tokoh-tokoh Papua yang duduk di kursi pemerintahan pusat. Baginya, lembaga yang seharusnya menjadi pelindung hak dasar orang asli Papua (OAP) justru terkesan pasif.

“MRP yang harusnya melindungi hak dasar dan masalah adat, mereka hanya tidur terus. Stop duduk manis. Bersuara untuk pejabat yang dihadiahkan ‘gula-gula’ Indonesia, yang hanya kalian di dalam gedung itu yang rasakan,” cetusnya sembari memberi pelesetan singkatan MRP dengan nada menyindir.

Tak berhenti di situ, ia juga menyentil sosok Menteri HAM yang merupakan putra asli Papua.

Yopa menilai fokus sang menteri saat ini justru jauh dari realitas akar rumput.

“Menteri HAM anak asli Papua, tapi bukan melindungi hak manusia Papua, malah fokus dengan mimpi omong kosong menjadi Presiden HAM PBB. Padahal hutan itu adalah ‘Mama’ bagi kami anak-anak Papua,” ungkapnya.

Pesan Penutup: “Jangan Nanti Tanah Papua Tolak”

Sebagai penutup, Yopa memberikan pesan keras kepada seluruh kepala daerah di Tanah Papua agar berhenti menjadikan kebijakan pembangunan sebagai kedok untuk kepentingan pribadi. Sebagai seorang seniman, ia merasa ironis melihat realitas politik saat ini.

“Harapan saya sebagai komedian, cukup kitorang (kita) saja yang melucu menghibur masyarakat. Jangan kalian pejabat yang melucu menipu rakyat,” pungkasnya.

Ia memperingatkan para pejabat agar tidak “makan sendiri” hasil dari tanah adat, sembari memberikan peringatan moral yang mendalam.

“Kalian yang nikmati, bukan kita orang Papua. Jangan sampai nanti mati, tanah Papua tolak,” tegasnya.

Berikan Komentar
Exit mobile version