5 AGUSTUS merupakan Hari Ulang Tahun Grup Musik Mambesak. Namanya tidak pernah dilupakan oleh masyarakat Papua.
Mambesak adalah sebuah grup musik rakyat Papua yang dibentuk pada tanggal 5 Agustus 1978 dibawah naungan Universitas Cenderawasih.
Dikutip dari museummusikindonesia.id, Motor utama group ini adalah Arnold Clemets AP yang telah meninggal pada tahun 1984.
Arnold adalah seorang antropolog yang juga menjabat sebagai Kepala dan Kurator Museum Universitas Cenderawasih.
Kata Mambesak berasal dari bahasa Biak yang nerupakan sebutan bagi burung Cenderawasih. Dilahirkannya Mambesak adalah sebagai upaya nyata untuk melestarikan jati diri musik, tari, seni drama dan puisi serta cerita rakyat asli Papua sebagai bagian dari khasanah budaya nasional Republik Indonesia.
Musisi muda Asal Papua, Epo D’fenomeno mengatakan, mendengar kata Mambesak menurutnya merupakan spirit.
Mambesak memberikan semangat, sebab bukan hanya sekedar musik saja, namun merupakan suatu perkumpulan seni dan budaya yang menjadi sebuah kekuatan besar yang tertinggal sampai hari ini.
“Dimana pergerakan mambesak ini sangat menginspirasi dan sangat menonjolkan kebudayaan orang Papua di bidang musik dan tari karna seperti yang Kitong tahu bahwa mambesak ini banyak sekali orang di dalam dengan pionir hebat seperti salah satunya bapak almarhum Arnold Ap,” ungkapnya kepada media ini.
Meskipun sebagin besar pionir Mambesak sudah meninggal dunia namun semangat dan karyanya masih tertinggal hingga saat ini.
“Apa yang dong (mereka) tinggalkan masih ada sampai hari ini, dan belum ada seperti dorang, dengan spirit yang mengangkat kebudayaan dengan cara masing-masing,” ungkapnya.
Menurut Epo saat ini memang sudah ada beberapa yang mulai dan tampil sebagai musisi khusus di bidang musik. Namun baginya, yang menjadi spirit ketika hadir di tengah-tengah masyarakat Papua seperti mambesak belum ada.
“Belum ada seperti mambesak menurut saya, dan mambesak ini punya spirit yang sangat-sangat kuat. Baik itu dari seni budaya dan sejarah spiritual ketika mendengarkan karya-karya itu yang tertinggal sampai saat ini adalah pasti kebangkitan jati diri dalam hati dan diri itu pasti ada. Itulah the spirit of mambesak,” ujarnya.
Secara pribadi, ia berharap setiap tanggal 5 Agustus khususnya ada Mambesak Day, dan didorong menjadi hari musik Tanah Papua.
“Siapa tau ada orang-orang besar yang mendengarkan, kalau bisa HUT Mambesak menjadi hari musik tanah Papua atau tetap saja menjadi hari mambesak, dimana hari itu memperingati seni dan kebudayaan dan hari itu benar-benar diperingati,” katanya.
Sebab kata Epo, orang lain berpikir Mambesak ini lebih ke arah politis. “Tapi kitorang, isi-isi pesan lagu dan lain-lain itu adalah spirit, itu kebudayaan dan pesan-pesan yang membangkitkan jati diri orang Papua lewat lagu yang mereka bawakan. Jadi kita memandang lebih ke arah situ, orang lain mungkin memandang sisi lain, tapi ini perlu diperingati,” ungkapnya.
Saat ini, ada beberapa perkumpulan yang sudah mulai memperingati hari Mambesak setiap tahun.
Sementara itu Seniman Papua, Edgar Aronggear mengatakan dirinya sangat bangga dengan karya musik akustik dari Mambesak.
“Setelah mambesak itu sudah tidak ada, itu ada pengikut-pengikutnya lagi seperti grup-grup lokal lagi, mereka sudah mulai mengembangkan musik-musik akustik lokal di Papua,” terangnya.
Hanya saja, kata Edgar harusnya pemerintah bisa mendukung pengembangan musik budaya di tanah Papua.
Dikatakan, jaman dulu, kalau orang Papua mau bernyanyi selalu dikatakan ada indikasi Papua Merdeka.
“Jadi waktu perkembangan zaman itu orang mau menyanyi itu takut-takut karena orang lain akan berpikiran ini lagu merdeka, sehingga yang terjadi adalah di Mambesak sendiri, itu musik rakyat di Tanah Papua,” ungkapnya.
Kalau bicara soal Mambesak, kata dia berarti berbicara masalah leluhur negeri Tanah Papua. Karena syair lagu Mambesak selalu mengingatkan bagaimana masyarakat Papua bisa berkarya di negeri sendiri dan untuk mengingatkan supaya bisa mencintai tanah sendiri.
“Syairnya itu mengingatkan kitong bagaimana bisa mempersatukan darat,laut, gunung, lembah,” ungkapnya.
Menurutnya, kalau dulu musisi Papua di hadirkan untuk menyanyi itu sulit, namun sekarang jaman reformasi mempermudah anak muda Papua untuk berkarya.
“Harus menyanyikan lagu yang mengembangkan tali persaudaraan antara kita. Karena lewat nyanyian itu kita bisa hidup, kita bisa makan, dan bisa senyum dan juga lewat nyanyian kita bisa menangis, jadi sesuai dengan simbolis mambesak yaitu dimana ada nyanyian pasti ada kehidupan makan dan minum,” ungkapnya.
Dalam perkembangan saat ini, kata dia anak-anak perlu diberikan ruang khusus untuk bisa berkembang mengikuti perkembangan zaman yang tidak bisa dibatasi. Sehingga ia mengingatkan agar anak muda Papua jangan melupakan budaya.
“Perkembangan zaman ini dia akan datang terus dan merangkul, kalau kita tidak menjaga budaya itu, maka budaya itu akan punah dan dirampas oleh orang lain,” ungkapnya.
Ia berpesan agar anak-anak muda tidak boleh takut untuk maju.
“Berkarya lah selagi engkau masih bisa, dan jiwa muda mu adalah tolak ukur bagi bangsa Republik Indonesia dan Tanah Papua. Saya harapkan mari seluruh pemuda, berkarya lah jangan perna takut. Karena simbol Mambesak adalah dimana ada nyanyian pasti ada kehidupan makan dan minum, jadi berkarya lah selagi kamu masih bisa berkarya, buktikan bahwa Papua adalah sejuta adat budaya dan karya hebat,” pungkasnya.