SASAGUPAPUA.COM, TIMIKA – Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati (PHPU Bupati) Puncak yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Bupati Nomor Urut 4 Peniel Waker dan Saulinus Murib harus kandas. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan dengan Nomor 283/PHPU.BUP-XXIII/2025.
“Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di ruang sidang pleno MK, Senin (24/2/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pertimbangan hukum MK, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa perolehan suara dalam Pilkada Kabupaten Puncak telah ditetapkan melalui rekapitulasi suara berjenjang, mulai dari tingkat TPS hingga kabupaten. Proses ini terdokumentasi dalam Model C.Hasil, Model D.Hasil Kecamatan, dan Model D.Hasil Kabupaten.
Sehingga, Arief melanjutkan, dokumen resmi yang diakui untuk mendokumentasikan setiap jenjang rekapitulasi suara yang sah adalah Model C. Hasil KWK untuk tingkat TPS, Model D. Hasil Kecamatan untuk rekapitulasi di tingkat kecamatan, dan Model D.Hasil Kabupaten untuk rekapitulasi tingkat kabupaten.
“Adapun aplikasi Sirekap yang digunakan oleh Pemohon sebagai bukti untuk mendukung dalilnya adalah dokumen yang merupakan alat bantu rekapitulasi perolehan suara agar memudahkan masyarakat untuk mengetahui informasi awal terkait perolehan suara. Sehingga apabila dokumen dalam Sirekap terdapat perbedaan dengan data dalam Model C.Hasil maka data dalam Sirekap akan dilakukan pembetulan disesuaikan dengan data dalam Model C. Hasil,” ujar Arief.
Oleh karena itu, sambung Arief, dalam hal ini Mahkamah akan menggunakan Model C.Hasil dan Model D. Hasil yang diajukan oleh Termohon dan Pihak Terkait untuk mengetahui perolehan suara yang benar secara berjenjang untuk masing-masing pasangan calon di Distrik Ilaga.
“Setelah Mahkamah menjumlahkan perolehan suara di seluruh TPS di 9 (sembilan) kampung pada Distrik Ilaga berdasarkan Model C. Hasil tersebut telah nyata bahwa perolehan suara Paslon Nomor Urut 1 mendapatkan sebanyak 2.081 suara, Paslon Nomor Urut 2 mendapatkan sebanyak 50 suara, Pasion Nomor Urut 3 mendapatkan sebanyak 50 suara dan Paslon Nomor Urut 4 mendapatkan sebanyak 8.684 suara. Hal ini juga bersesuaian dengan Model D.Hasil Kecamatan versi Termohon dan versi Pihak Terkait serta bersesuaian dengan D.Hasil Kabupaten yang diajukan oleh Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait,” terangnya.
Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan Saksi Tidak Terbukti
Kemudian, Mahkamah juga menyoroti dugaan pemalsuan tanda tangan saksi Paslon Nomor Urut 4, Benus Murib, dalam Model D. Hasil Kecamatan versi Termohon dan Pihak Terkait. Arief menjelaskan, dalam persidangan tanggal 13 Februari 2025, Mahkamah meminta Benus Murib memberikan contoh tanda tangannya di hadapan sidang. Setelah dilakukan perbandingan, Mahkamah berkeyakinan bahwa tanda tangan dalam Model D. Hasil Kecamatan adalah asli dan benar merupakan tanda tangan Benus Murib.
“Berkaitan dugaan pemalsuan tanda tangan saksi Paslon Nomor Urut 4 bernama Benus Murib pada Model D.Hasil Kecamatan versi Termohon dan versi Pihak Terkait, berdasarkan fakta persidangan tanggal 13 Februari 2025, yang bersangkutan telah diminta untuk memberikan contoh tanda tangannya pada kertas putih di hadapan persidangan yang juga disaksikan oleh para pihak dan Bawaslu Kabupaten Puncak. Setelah Mahkamah mencermati dan membandingkan contoh tanda tangan dimaksud dengan tanda tangan pada Model D.Hasil Kecamatan saksi Benus Murib, Mahkamah berkeyakinan bahwa tanda tangan yang dibubuhkan oleh Benus Murib dalam Model D.Hasil Kecamatan yang diajukan sebagai alat bukti oleh Termohon dan Pihak Terkait adalah benar tanda tangan saksi Benus Murib,” sebut Arief.
Rekaman Video Dukungan Tidak Dapat Dijadikan Bukti
Mahkamah juga menilai bahwa rekaman video yang diajukan pemohon sebagai bukti adanya kesepakatan dukungan dari Kepala Suku Besar Distrik Ilaga tidak dapat dijadikan dasar hukum. Berdasarkan kesaksian wartawan Roni Wonda, video tersebut diambil setelah pemungutan dan penghitungan suara selesai dilakukan di tingkat TPS. Selain itu, video tersebut tidak memiliki informasi yang jelas mengenai siapa yang merekam dan siapa saja yang terlibat dalam rekaman, sehingga tidak dapat dijadikan fakta hukum.
Arief pun menyampaikan berkaitan dengan dukungan dari Kepala Suku Besar Distrik Ilaga untuk memberikan suara sebanyak 10.865 suara kepada Pemohon yang dibuktikan dengan alat bukti berupa rekaman video, berdasarkan kesaksian saksi Pihak Terkait Roni Wonda—yang merupakan wartawan pada saat pengambilan rekaman video dimaksud—terungkap bahwa rekaman video tersebut dilakukan sekitar pukul 14.00 WIT ketika pemungutan dan penghitungan suara telah selesai dilakukan di tingkat TPS. Berkenaan dengan rekaman video tersebut saksi juga tidak melihat adanya alat bukti surat lainnya yang membuktikan terkait perolehan suara sebagaimana didalilkan oleh Pemohon.
“Adapun berkaitan dengan rekaman video lainnya berupa video deklarasi dukungan suara yang pemilihannya menggunakan sistem ikat/noken dari Kepala Suku Ilaga, video kesaksian ketua PPD Ilaga, dan video kesaksian Ketua Pandis llaga setelah Mahkamah mencermati dengan saksama bukti-bukti tersebut telah ternyata tidak terdapat narasi yang dapat memvisualiasikan secara lengkap peristiwa apa yang sesungguhnya terjadi sehingga tidak dapat dipastikan substansi dalam video tersebut. Selain itu juga tidak terdapat informasi mengenai siapa yang mengambil video dan siapa saja orang-orang yang terekam dalam video tersebut. Sehingga, video tersebut tidak dapat menggambarkan dengan jelas apalagi membuktikan peristiwa yang dapat dijadikan fakta hukum yang relevan dengan dalil Pemohon,” urai Arief di Ruang Sidang.
Surat Pernyataan Tidak Meyakinkan
MK juga menolak surat pernyataan yang diajukan Pemohon terkait kesepakatan masyarakat adat dalam penggunaan sistem noken/ikat. Menurut MK, Mahkamah menemukan bahwa surat tersebut dibuat setelah pemungutan suara selesai dilakukan. Oleh karena itu, surat tersebut tidak dapat dijadikan bukti yang sah.
Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah menolak dalil Pemohon yang menyatakan adanya pengurangan suara sebanyak 2.181 suara dan penambahan suara bagi Paslon Nomor Urut 1 sebanyak 2.081 suara di Distrik Ilaga. MK juga menolak dalil terkait perbedaan hasil suara Pemohon pada Model D.Hasil Kecamatan dan Model D.Hasil Kabupaten di Distrik Erelmakawia, karena bukti yang diajukan Pemohon berasal dari dokumen Sirekap yang tidak diakui sebagai dokumen resmi.
Sebelumnya, Pemohon mendalilkan hasil penghitungan suara yang ditetapkan Termohon tidak sesuai dengan data dalam Formulir D-Hasil Kecamatan. Jika mengacu pada data tersebut, perolehan suara yang benar seharusnya adalah 56.851 suara untuk pasangan nomor urut 1, sementara Pemohon memperoleh 63.634 suara. Kekeliruan dalam penetapan ini menyebabkan suara Pemohon berkurang sebanyak 4.343 suara, sementara pasangan nomor urut 1 justru mengalami penambahan sebanyak 4.459 suara.
Pemohon menilai bahwa Termohon telah melakukan manipulasi atau setidaknya keliru dalam pencatatan hasil penghitungan suara di tingkat kabupaten. Hal ini terjadi karena Termohon tidak mendasarkan penetapan hasil pada rekapitulasi yang tertuang dalam Formulir D-Hasil Kecamatan Erelmakawia dan Formulir D-Hasil Ilaga.
Terhadap kekeliruan dalam penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon terutama untuk perolehan suara di Kecamatan Erelmakawia dan Kecamatan Ilaga, Pemohon telah mengajukan keberatan kepada Termohon dan meminta untuk mengoreksi atau melakukan penghitungan suara ulang berdasarkan Surat Keberatan Saksi dari Pemohon terhadap proses penghitungan suara tingkat kabupaten tanggal 6 Desember 2024 karena tidak sesuai dengan Formulir D-Hasil Kecamatan.
Sumber: Humas MK (mkri.go.id)