SASAGUPAPUA.COM, TIMIKA – Sebanyak 27 Sanggar yang terdiri dari 81 Pengukir mengikuti perlombaan Mengukir Ukiran khas Suku Kamoro, Senin (26/5/2025) di salah satu hotel yang ada di Timika.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Mimika dengan tema kegiatan lomba mengukir Pengelolaan Kebudayaan yang Masyarakat Pelakunya dalam Daerah Kabupaten Mimika.
Sub tema kegiatannya adalah Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) Lembaga dan Pranata Kebudayaan.
Ketua Panitia Kegiatan, Yerna Bintan Kate menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan adalah untuk pelaku usaha seni budaya khususnya seni ukir dapat berlatih dan meningkatkan keterampilan, meningkatkan kreativitas unik dan inovatif, dan melibatkan generasi muda sehingga nilai kearifan lokal dapat dipertahankan.
Kegiatan ini akan berlangsung selama 3 hari 26-28 Mei tahun 2025.
“Peserta kegiatan berasal dari 27 sanggar yang merupakan pelaku seni budaya asli Papua, tiap sanggar berjumlah 3 orang, yang terdiri dari dua orang adalah anak muda dan satu orang adalah orang tua yang membimbing,” jelasnya.
Ia mengatakan juri lomba Dinas Pariwisata menghadirkan dari Kementerian Kebudayaan Dirjen Warisan Budaya, Drs. Pustanto, pengrajin seni ukir dari Jepara, Dwi Agung Siswanto, Budayawan Suku Kamoro yang juga merupakan salah satu anggota DPRK Mimika, Dominggus Kapiyau.
Memiliki Potensi Besar Dalam Mendorong Sektor Pariwisata Berbasis Budaya
Kegiatan ini dibuka oleh Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Mimika, Frans Kambu.
Dalam sambutan Bupati, Johannes Rettob yang dibacakan, ia mengatakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata tersebut merupakan bagian dari pengelola dan melestarikan kebudayaan dan mengembangkan budaya lokal di Kabupaten Mimika.
“Sebagaimana kita ketahui bersama, suku Kamoro adalah salah satu suku asli yang mendiami wilayah pesisir kabupaten Mimika dengan kekayaan budaya yang sangat luar biasa termasuk seni ukirnya yang khas, dan penuh makna,” katanya.
Suku Kamoro kata dia merupakan salah satu suku asli Papua yang memiliki warisan budaya yang sangat kaya, salah satunya adalah seni ukir, yang penuh makna, filosofis dan kebudayaan adalah jatidiri satu bangsa yang didalamnya terkandung nilai-nilai luhur kearifan lokal dari identitas yang tidak ternilai harganya.

Asisten I Setda Mimika, Frans Kambu saat menyematkan kartu peserta. (Foto: Edwin Rumanasen/Sasagupapua.com)
“Melalui kegiatan ini, kita tidak hanya sekedar menggelar lomba, tetapi juga menghidupkan kembali semangat kelestarian budaya lokal, memperkuat identitas daerah serta memberikan ruang bagi para pengrajin dan seniman lokal untuk tampil dan dihargai karyanya,” ungkapnya.
Diakui saat ini, budaya ukir dari suku Kamoro sudah terkenal hingga internasional.
Ia berharap agar tim juri bisa memberikan penilaian dan pelatihan yang terbaik serta terus ditingkatkan oleh pihak Dinas Pariwisata.
“Bupati dan wakil Bupati punya niat agar kearifan lokal Mimika terus dikembangkan. Saya sangat mengapresiasi langkah dinas pariwisata, kebudayaan, pemuda dan olahraga kabupaten Mimika yang telah menyelenggarakan kegiatan ini,” ujarnya.
Frans mengatakan, ini merupakan bentuk nyata komitmen bersama untuk menjaga dan mengembangkan potensi budaya yang ada dibdaerah kita mimika yang kita cintai.
“Kegiatan seperti ini juga memiliki potensi besar dalam mendorong sektor pariwisata berbasis budaya yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.
Oleh karena itu, ia mengajak semua agar mendukung kegiatan ini dengan baik serta memastikan bahwa nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam seni budaya Kamoro dapat diwariskan kepada generasi penerus mendatang.
“Ini bagian potensi, orang dari pusat datang, dari daerah datang, lihat dan apa yang mereka bawa dari sini harus keluar. Itu impian bupati dan wakil bupati kedepan,” ungkapnya.
Ia berpesan kepada peserta lomba ia mengucapkan selamat berkompetisi untuk menunjukan semangat terbaik.
“Jangan lupa terus belajar, berkarya dan terus mencintai budaya sendiri. Kita lomba dan ada ilmu yang kita dapat hari ini,” pungkasnya.
Hasil Karya Pengukir Kamoro Harus Lebih Baik dan Menghasilkan Nilai Ekonomi Tanpa Mengubah Budaya
Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan dan Olahraga, Elisabeth Cenawatin mengatakan sebelumnya pihak Dinas Pariwisata bidang Kebudayaan telah melaksanakan kegiatan perlombaan yang diikuti oleh pengrajin suku Amungme dan saat ini mereka laksanakan kegiatan khusus untuk pengukir suku Kamoro.
“Hari ini dari suku Kamoro jadi setiap kegiatan dari dinas Pariwisata kalau Amungme jalan, Kamoro juga jalan, Kamoro jalan, Amungme juga jalan karena kita adik Kakak. Kita tidak bisa dipisahkan. Yang memisahkan kita cuman pantai dan gunung,” jelasnya.

Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan dan Olahraga, Elisabeth Cenawatin. (Edwin Rumanasen/Sasagupapua.com)
Ia juga berpesan dalam menyelenggarakan perlombaan pihaknya tidak memilih siapa yang juara seperti olahraga namun mereka akan memilih yang terbaik.
“Budaya yang nanti diukir itu tidak Berubah, tidak merubah apapun, kami datangkan bapak-bapak dari Jepara ini bahwa kita tidak akan merubah bentuk, kita bahkan tidak merubah motif-motif,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan alasan mengapa mereka perlu melibatkan juri dari Jepara yang terkenal dengan seniman pemahat dan pengukir yang terkenal.
“Kenapa dari Jepara bukan dari lokal ? Itu karena kita punya adat budaya ini kita mau jual, kita mau sampaikan ke seluruh dunia bahwa inilah ciri khas kita Kamoro, kita harus buat bagus, rapi, agar dilihat oleh semua orang bahkan dunia untuk dinilai oleh juri,” pungkasnya.
Pengukir Terhubung Dengan Alam dan Roh Leluhur
Budayawan Suku Kamoro yang juga merupakan salah satu anggota DPRK Mimika, Dominggus Kapiyau yang dipercayakan sebagai juri menjelaskan dalam perlombaan tersebut tidak akan merubah ciri khas budaya Kamoro namun ini membutuhkan kreativitas yang tidak keluar dari khas asli.
“Jadi seperti ukuran Yamate, ini kan orang Kamoro bilang Perisai, jadi bagaimana mereka ukir itu dia punya halus kasarnya terus ada kreativitas disitu dia punya kreasi seperti apa,” katanya.
Selain itu, dibutuhkan imajinasi yang keluar dari pikiran sehingga apa yang dicurahkan lewat perasaan dalam hati akan menjadi sebuah ukiran yang bagus.

Budayawan Suku Kamoro yang juga merupakan salah satu anggota DPRK Mimika, Dominggus Kapiyau. (Foto: Edwin Rumanasen/Sasagupapua.com)
“Dia (pengukir) tidak asal-asalan tapi dia mengukir itu dengan sepenuh hati. Mereka percaya bahwa itu leluhur hadir,” jelasnya.
Dominggus menjelaskan, pengukir percaya ada roh yang membantu mereka bisa mengukir sehingga seperti kebiasaan pengukir ketika mengukir, mereka sambil berbicara menurut kepercayaan mereka memasukan roh didalam ukiran tersebut.
“Memang paling bagus lagi ada yang mengukir ada yang memukul tifa, untuk menceritakan apa yang diukir. Jadi kedepan kami harapkan ada pengukir ada satu orang juga yang penabuh tifa untuk menceritakan tentang itu sehingga lebih semarak dan budayanya lebih wah,” jelasnya.
Ia juga mengatakan memang pengukir Kamoro menjadi pembeda dari pengukir lain. Dimana para pengukir Terhubung Dengan Alam dan Roh leluhur.
“Jadi dalam hal ini saja mereka tidak putus hubungan dengan leluhur. Dia betul ada berhubungan dengan leluhur jadi leluhur ini ada disamping para pengukir tapi kita tidak bisa melihat secara kasat mata karena mereka dialam lain sehingga itu mendorong dia untuk nanti lebih cepat dan kreatifitas, dengan sendirinya imajinasinya mulai keluar,” katanya.
Dalam kegiatan perlombaan ini, Dinas Pariwisata melibatkan pengukir yang merupakan generasi muda yang tidak biasa dilatih namun memiliki ketrampilan otodidak .
“Setiap keluarga itu pasti satu atau dua pasti jadi pengukir. Nah kalau bukan anak kandung, berarti dia punya ponakan. Tapi dalam keluarga itu pasti ada sebagai pengukir dan generasi-generasi ada ini artinya saya juga turut bangga karena masih libatkan generasi muda untuk ikut sehingga ketika mereka ibu kembali ke alam, kembali ke yang maha kuasa (meninggal) ini tetap ada penerusnya dan tidak hilang,” pungkasnya.
Pengukir Jepara: Potensi Seni Ukir Suku Kamoro Sangat Luar Biasa
Owner Dari Risjafurnicraf Jepara Anja, saat mendampingi pengrajin seni ukir dari Jepara, Dwi Agung Siswanto menjelaskan seni ukir dari Kamoro dan Jepara kurang lebih hampir sama.
“Hanya saja yang harus ditekankan adalah kehalusan, cara pengambilan ukiran yang bagaimana nanti mempunyai ciri khas tersendiri karena itu otomatis akan membuat daya tarik menjadi kuat dan mempunyai daya tarik yang khas tersendiri. Mudah-mudahan nanti jauh lebih menarik, dan nanti dibantu dengan pemasaran,” jelasnya.
Ia mengatakan dari sisi ukir, mereka melihat sebenarnya potensi di suku Kamoro sangat luar biasa.
“Ini ukiran yang ciri khasnya sendiri dan tidak ada ditempat lain, ini yang harus dipertahankan,” ucapnya.
Sehingga menurutnya perlu terus ditingkatkan dalam melakukan pengemasan kata dia, bagaimana menjadikan sesuatu produk yang menarik yang tidak dimiliki oleh ukiran lainnya.
“Jadi orang bisa tau ini hanya ada di ukiran Kamoro, dan kami didatangkan dari luar untuk memberikan motivasi dan menyemangati teman-teman yang ada disini. Mudah-mudahan dengan hadirnya kami disini sesama pengukir, bisa memberikan support, dan arahan yang membuat mereka termotivasi lagi, mereka semakin kuat dan yakin bahwa nilai ukiran ini mempunyai nilai yang semakin tinggi,” ungkapnya.
Ia mengatakan seperti ukiran dari Jepara yang memiliki ciri khas yaitu mempunyai unsur halus dan dimensi.
“Jepara itu mempunyai ukiran dimensi yang menjadi ciri khas mereka yang menjadi nilai jual yang tinggi. Harapannya juga nanti kedepan di Timika sendiri mempunyai hal yang sama yaitu ciri khas tersendiri,” jelasnya.
“Jadi semakin teman-teman ini belajar untuk berkarya dan tidak menutup diri. Seperti Jepara juga, Jepara itu punya pembanding. Untuk saat ini teman-teman Kamoro bisa lihat untuk jadi pembanding di Jepara. Siapa tahu kedepan mungkin nanti ada lagi, mungkin Bali bisa begitu,”gea ucapnya.
Ia juga mengatakan di Jepara para pengukir gencar mengikuti pameran juga promosi di media.
Sehingga ia berharap di Timika yang saat ini sudah mulai dilakukan mulai dari pameran hingga media sosial semakin digencarkan.