Menu

Mode Gelap

Umum · 21 Sep 2025 10:04 WIT

Gempa Nabire: Para Penyintas Dihantui Trauma Tragedi 2004 -‘Kami Takut Kalau Terjadi Lagi’


Para penyintas gempa Nabire 2004. (Foto: Edwin Rumanasen/Sasagupapua.com) Perbesar

Para penyintas gempa Nabire 2004. (Foto: Edwin Rumanasen/Sasagupapua.com)

Berdasarkan data BMKG Nasional, Tahun 2004 Nabire pernah diguncang gempa mematikan. Gempa pertama terjadi pada 5 Februari dengan kekuatan Mw7,0 yang menyebabkan 37 orang meninggal dunia. 

Gempa kemudian mengguncang lagi pada tanggal 8 Februari 2004 dengan kekuatan Mw 6,7, saat itu 2 orang dilaporkan meninggal dunia.

Belum genap setahun, tanggal 26 November 2004 gempa itu datang lagi dengan kekuatan Mw7,1 yang saat itu menewaskan 32 orang.

Selain itu 130-213 orang luka-luka serta sedikitnya 178 rumah warga terbakar dan 150 rumah lainnya roboh akibat gempa. Gempa ini juga menyebabkan seluruh kota lumpuh karena hubungan listrik dan telepon seluruhnya terputus.

- Advertising -
- Advertising -

Sebuah gedung yang rata dengan tanah pada momen gempa 2004 di Nabire. (Foto: istimewa)

Masih tersimpan rapat dalam ingatan Iras Imbiri (53) dan beberapa orang lainnya ketika mengenang kisah itu meski sudah larut selama 21 tahun lalu.

Tanggal 5 Februari 2004 setengah tujuh pagi,  Iras dan seorang iparnya sedang berada di Pantai Sanoba menanti sang suami pulang melaut.

Saat itu, mereka mulai merasakan getaran yang hebat, bunyi yang kencang terdengar dari telinga, orang-orang berteriak ketakutan.

“Mulai dengar bunyi, gempa besar sangat dahsyat sekali. Kita lihat dari arah kota kesini (Sanoba) itu rumah mulai rubuh. Saya lari saja sampai jatuh-jatuh menuju rumah,” kenang Iras.

Sampai di rumahnya, Iras melihat kondisi didalam, barang-barang sudah berhamburan, lemari yang berat pun roboh.

“Rumah retak, batu dengan tiang sudah berjarak meski tidak sampai rubuh, tapi batu bata tagantung saja,” kata Iras.

Gempa terasa sampai satu Minggu, mereka mengungsi mendirikan tenda di halaman rumah sembari tiap hari hanya  mendengar sirene ambulance yang hingga kini masih terekam di benak Iras.

Iras Imbiri. (Foto: Edwin Rumanasen/Sasagupapua.com)

“Memang orang masuk di rumah sakit banyak sekali, mobil ambulance punya sirene itu tinggal bunyi terus jadi orang banyak kecelakaan di 2004 itu,” ungkapnya.

Yosepus Waiki (61) harus menerima kenyataan ketika gempa mengguncang Nabire tahun 2004, ia kehilangan rumah yang ia tinggali sejak tahun 1973.

Saat itu, Yosepus dan keluarga masih dalam keadaan tidur. Mereka dikagetkan dengan gempa yang dahsyat.

“Tahun itu gempa dahsyat sekali, baru lama tidak stop-stop kami lari keluar rumah. Untung kami selamat, rumah rata dengan tanah. Akhirnya kami buat tenda di samping rumah dan tidur, tinggal sementara disitu,” kata Yosepus sembari menunjuk bekas runtuhan rumah waktu gempa.

Herman Waromi (62) dan dua anaknya nyaris tertimpa tembok beton kala itu.

Ketika gempa itu datang, Herman sedang tidur disamping dua anaknya yang saat itu masih kecil. Panik karena mendengar teriakan istirnya bahwa ada gempa ia lalu cepat menarik dua anaknya untuk keluar dari dalam kamar.

“Pas sampai di depan pintu kamar kami hampir terjebak karena lemari sudah jatuh tutup pintu keluar tapi sa berusaha akhirnya kami bisa keluar,” katanya.

Herman Waromi. (Foto: Edwin Rumanasen/sasagupapua.com)

Beruntung ketika sudah diluar rumah, ia menyaksikan dengan mata kepala rumah dengan dinding beton itu pecah dan jatuh tepat di tempat yang mereka tiduri.

“Tempat yang tong pakai tidur itu hancur berantakan, saya tidak bisa bayangkan kalau kami tidak cepat keluar. Kami saksikan sendiri bagaimana rumah itu dia perlahan jatuh sampai habis,” jelasnya.

Saat itu kata dia, gempa tidak bisa memberikan mereka kesempatan untuk duduk dan beristirahat.

“Kita duduk sedikit goyang, tidak bisa dia goyang terus itu, sampai tiap hari kami hanya dengar mama-mama ini berdiri didepan menangis terus,” kata Herman.

Trauma Mendalam

Pada Jumat (19/9/2025) Nabire diguncang Gempa yang kuat berskala 6,6 SR. Gempa terjadi sekitar pukul 03:19:50 WIT titik gempa berada di 29 km BaratLaut Nabire-Papua Tengah.

Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono menjelaskan gempa tersebut dipicu aktivitas Sesar Anjak Weyland.

“Bisa sampai Magnitudo 6,5 karena Weyland Fault itu sumber gempa sesar aktif yang cukup panjang,” kata Daryono,

Ia menjelaskan, merujuk peta seismisitas Papua periode tahun 2009-2024, menunjukkan bahwa Nabire dan sekitarnya memang sangat aktif secara seismik.

Peta seismisitas Papua periode tahun 2009 – 2024 menunjukkan bahwa Nabire dan sekitarnya memang sangat aktif secara seismik. (Foto: BMKG)

Sesar Anjak Weyland atau Weyland Overthrust adalah sesar geologi utama di Papua yang terbentuk akibat konvergensi miring antara lempeng tektonik Australia dan Pasifik. Sebagai jenis sesar dorong, Weyland Overthrust merupakan sesar anjak atau sesar naik (thrust fault) di mana satu blok batuan didorong ke atas blok batuan lainnya.

Gempa yang meski hanya berlangsung 2-3 detik tersebut namun membuat Adolina Waromi (64) merasa cemas dan khawatir.

“Dulu itu selama dua bulan gempa terus, mama sampai pinsan, jadi kalau ingat itu trauma sekali, mama tidak tenang, tidak berani, macam tadi malam itu mama sampai gemetar, takut kalau terjadi lagi,” katanya.

Rasa trauma itu terus menghantuinya, ia bahkan terus berjaga. Hari itu (19 September 2025) mereka memilih lebih banyak duduk diluar rumah.

Momen saat gempa 2004 di Nabire, ketika keluarga Herman Waromi harus tidur di tenda. (Foto: Dok istimewa)

“Mama takut dengan keadaan ini jangan sampai susulan ini lebih besar lagi ka atau kecil karena karena waktu itu 2004 kejadian lama itu terjadi seperti itu tapi dia gempa besar, kita kira mungkin nanti makin lama dia turun tapi tidak dia masih besar-besar begitu sampai mungkin ada satu minggu baru mulai turun pelan-pelan,” katanya.

Trauma itu juga dirasakan oleh Iras Imbiri. Tiba-tiba ia merasa kesedihan yang mendalam ketika gempa tanggal 19 September 2025 itu terjadi.

Adolina Waromi. (Foto: Edwin Rumanasen/Sasagupapua.com)

“Saya rasa bagaimana e, macam sedih, susah sekali karena dulu itu saksikan keluarga hampir jadi korban tertimpa bangunan. Makanya kalau sampai sekarang kalau ada gempa sedikit kitong trauma begitu, macam subuh itu saya itu sampai pegang grendel pintu itu salah-salah, karena takut sekali,” ucapnya.

Sementara itu, Herman Waromi bahkan menahan anaknya untuk tidak pergi ke sekolah atau bermain jauh dari rumah mereka.

“Jadi dulu itu kita duduk sedikit goyang, gempa susulan itu ada terus makanya macam tadi subuh (19 September) itu ada gempa besar bikin kita trauma sekali jangan sampai kejadian ini terulang lagi seperti yang sudah lalu. Kami juga berjaga-jaga, kita larang anak-anak jangan ke sekolah dulu, kami takut,” ucapnya.

18 Bangunan dan Infrastruktur Rusak, Tiga Orang Luka Ringan

Polres Nabire bergerak cepat mendata kerusakan bangunan maupun warga yang menjadi korban akibat gempa Jumat (19/9/2025).

Kapolres Nabire, AKBP Samuel Tatiratu kepada media ini menjelaskan tiga orang mengalami luka ringan yakni

Debi Mofu berusia 26 tahun yang mengalami luka pada tangan kanan.

Korban kedua adalah Meslin Sayori berusia 17 Tahun mengalami luka robek pada tangan kanan dan kiri.

Selain itu Briptu Riono Asnan mengalami Luka pada bagian kaki kiri.

Adapun kerusakan bangunan pemerintah sebanyak 7 yakni Kantor Badan Pengelolah Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua Tengah di jalan Merdeka mengalami kerusakan ringan, retak pada dinding, Kantor Gubernur Provinsi Papua Tengah mengalami kerusakan ringan, ambruk pada plafon dan kaca pecah, Bandar Udara Douw Aturure Nabire mengalami kerusakan ringan, ambruk pada plafon dan kaca pecah, Aula Wicaksana Laghawa Polres Nabire mengalami Kerusakan ringan, Retak pada tembok, dan ambruk pada plafon.

Korban yang mengalami luka ringan akibat gempa 19 September 2025. (Foto: Dok Polres Nabire)

Kemudian Puskesmas Topo mengalami rusak ringan plafon terlepas panjangnya kurang lebih 5 meter, kemudian Gudang Bulog Nabire mengalami rusak ringan dibagian dinding, Kantor DPRK Nabire mengalami rusak plafon dan pecah kaca jendela.

Infrastruktur lainnya adalah Jembatan di jalan Padat Karya Kelurahan Siriwini mengalami amblas, Terputusnya Jaringan Telekomunikasi (Internet Telkomsel, IndiHome, Voice, dan SMS) terkait rusaknya jalur kabel di beberapa titik yakni Nabire-Rasiei, Serui-Botawa, dan sisi darat Timika-Tigi (80 km dari Timika), dan Jembatan Kalibobo yang baru di rehab mengalami keretakan pada aspal jalan.

Ada lima tempat ibadah juga dilaporkan mengalami kerusakan yakni Mesjid Al-Falah di jalan merdeka mengalami kerusakan ringan, ambruk pada plafon, Gereja Katolik KSK Bukit Meriam mengalami kerusakan ringan, ambruk pada plafon dan kaca pecah.

Jembatan Sanoba-Siriwini yang mengalami kerusakan akibat gempa Nabire 19 September 2025. (Foto: Dok Polres Nabire)

Gereja Katholik Kristus Raja di Jalan Poros Samabusa Kelurahan Siriwini mengalami Kerusakan ringan, ambruk pada Plafon, Mesjid Al-Munajah Kampung Marga Jaya mengalami rusak ringan plafon dan Mesjid Al-Manshurin Kampung Kalisemen mengalami rusak ringan plafon dan dinding retak.

Kapolres Nabire, AKBP Samuel Tatiratu. (Foto: Edwin Rumanasen)

Ada pula kerusakan pada bangunan sekolah SMP Negeri 01 Topo mengalami kerusakan ringan plafon, dan Kampus Uswim Nabire mengalami rusak pada bagian garasi dan pagar. Satu ruko juga dilaporkan mengalami kerusakan disekitar wilayah Kalibobo.

“Kita berharap masyarakat tetap tenang jangan panik tetap mengikuti arahan dan informasi dari BMKG,” katanya.

Banyak Masyarakat yang Membuat Rumah Semi Permanen

Bupati Kabupaten Nabire Mesak Magai mengatakan meskipun sempat terjadi gempa 6,6 SR namun Kota Nabire masih terlindungi sehingga pada 19 September 2025 itu tidak terjadi gempa dahsyat seperti yang pernah terjadi pada tahun 2005.

Ia percaya saat ini, masyarakat Nabire sudah memahami bagaimana mengevakuasi diri ketika terjadi gempa.

“Saya juga percaya bahwa masyarakat membuat perencanaan matang sehingga rumah yang dibangun oleh warga masyarakat konstruksinya sudah terukur dan baik adanya sehingga gempa 6,6 tapi bisa bertahan,” ucapnya.

Bupati Kabupaten Nabire, Mesak Magai.(Foto:Edwin Rumanasen/sasagupapua.com)

Pasca gempa, Pemerintah Provinsi Papua Tengah juga mengadakan rapat mendadak untuk menangani situasi gempa tersebut.

Rapat yang dipimpin oleh Pj. Sekretaris Daerah Provinsi Papua Tengah,dr. Silwanus A. Soemoele ini melibatkan Kepala Dinas Kominfo, Kepala Stasiun BMKG Nabire, Perwakilan Dinas Damkar Papua Tengah, Kepala Telkom Nabire dan Perwakilan Dinas Kesehatan.

Dalam rapat tersebut didapati hasil BMKG menyampaikan laporan pemantauan gempa secara berkala.

Damkar melakukan patroli dan pengawasan di titik rawan, serta memastikan jalur evakuasi berfungsi.

Telkom mengaktifkan 3 posko Starlink dalam 3 jam setelah rapat, serta mempercepat perbaikan jalur darat Timika–Tig, Kominfo menyebarkan informasi resmi dan bekerja sama dengan aparat untuk mencegah hoaks. Dinas Kesehatan menyiagakan ambulans dan tenaga medis 24 jam.

Momen rapat untuk menangani kondisi gempa di Nabire 19 September 2025. (Foto: Humas Pemprov Papua Tengah)

Saat itu Sekda Papua Tengah menegaskan pentingnya sinergi lintas pihak dan menindaklanjuti hasil rapat sesuai tupoksi masing-masing.

Harapan Agar Tak Terulang: Tolong Jaga Alam

Gempa yang terjadi di Nabire mendapatkan perhatian khusus dari pihak Pemerintah Pusat.

Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto saat konferensi pers, Jumat (19/9/2025) di Jakarta menjelaskan pihaknya mengirimkan tim reaksi cepat ke Nabire untuk membantu BPBD Kabupaten Nabire dan Provinsi Papua Tengah melakukan Assessment.

Ia mengatakan gempa yang terjadi di Nabire perlu diwaspadai sebab 21 tahun yang lalu (2004) pernah terjadi gempa 6,9 SR bulan Februari.

Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto saat konferensi pers, Jumat (19/9/2025)

“Jadi Sama terjadi gempa di Nabire Memang pada saat itu skalanya lebih tinggi  6,9 SR Sehingga terdapat ratusan korban saat itu, banyak orang yang meninggal dunia,  dan banyak infrastruktur sampai 1000 rumah lebih yang rusak. Gempa saat ini skalannya lebih rendah. Perhari ini (Jumat) dilaporkan dalam kerusakan maupun korban jiwanya tidak signifikan,” katanya.

Sebagai manusia, Herman Waromi hanya bisa berpasrah jika ada gempa seperti tahun 2004.

“Sebagai manusia kita tidak tau ini penyebabnya apa. Karena itu kita anggap bahwa gempa ini sudah merupakan kutukan dari Tuhan untuk kita manusia mungkin ada kesalahan yang kita buat,” katanya.

Gempa merupakan fenomena alam yang menurut Herman sulit untuk diprediksi.

“Mungkin dunia ini sudah tua atau bagaimana akhirnya gempa bisa terjadi, semua karena kembali ke alam, kita manusia hanya bisa kira-kira saja,” ucapnya.

Menurut Yosepus Waiki Maslaah gempa ini disebabkan karena adanya perubahan ekosistem.

Adanya aktivitas pertambangan, pendulangan yang belum dikontrol secara baik oleh pemerintah setempat.

“Sebenarnya tidak masalah asalkan dikontrol, supaya ekosistem yang sudah baik itu jangan sampai kita rubah dia lagi jadi bencana untuk kita. Masalah ini saya pikir bahaya juga kita lihat jembatan (Siriwini) saja sampai bisa anjlok,” katanya.

Selain itu ia juga menyadari sebagai manusia terkadang melawan alam dengan melakukan penebangan pohon.

“Mereka sibuk dengan mereka punya penanaman kelapa sawit akhirnya penggundulan penggundulan itu yang membuat bahaya juga. Ini salah satu daripada itu juga. Ada juga faktor manusia yang tidak jaga lingkungan,” ungkapnya.

Yosepus Waiki. (Foto: Edwin Rumanasen/Sasagupapua.com)

Menurutnya, jika manusia tidak menyayangi alam yang sudah diciptakan bisa saja alam tidak berpihak kepada kita.

“Kepada pemerintah setidaknya jangan mengijinkan perusahaan masuk tapi tidak melihat hal baik. Menang perusahaan masuk untuk ciptakan lapangan kerja tetapi ada efeknya. Ini masalahnya jadi setidaknya kita harus jaga alam secara baik akhirnya kita bisa hidup secara aman kalau tidak jaga alam secara baik alam juga bisa murka,” ungkapnya.

Perkembangan pertambangan di Papua menurut Iras Imbiri bisa juga menjadi salah satu faktor pergeseran. Meskipun awam, namun ia meyakini bencana alam yang datang bisa terjadi karena ulah manusia.

“Ini kan kita tau bahwa perkembangan tambang apa semua yang terjadi di kita punya tanah ini,itu juga bisa membuat sampai ada pergeseran atau apa toh,” katanya.

Ia berharap agar alam bisa terus dijaga dan jangan diganggu.

“Jadi kalau bisa bagaimana e dijaga kah supaya jangan sampai hal itu terjadi bukan saja orang yang buat (tambang) itu dia senang, dia ambil hasil semua dia senang,  tapi berdampak ke kita masyarakat kecil yang tidak tau apa-apa,” pungkasnya.

Berikan Komentar
penulis : Kristin Rejang
Artikel ini telah dibaca 140 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Anggota DPR PT Dapil Deiyai Terima Aspirasi Rakyat Soal Tapal Batas Deiyai dan Timika

3 Desember 2025 - 22:24 WIT

Fraksi Khusus DPRP Papua Tengah Minta Pemprov Serius Tangani Tapal Batas Mimika dan Deiyai

24 November 2025 - 22:13 WIT

LEMASA Desak Penghentian Isu Dana Abadi YPMAK dan Tuntut Audit Menyeluruh Dana 1% PTFI

17 November 2025 - 20:20 WIT

RAPBD Biak Tahun 2026 Sebesar 1,41 Triliun

15 November 2025 - 08:52 WIT

‎Mahasiswa STT Walter Post Jayapura Galang Dana untuk Korban Bencana di Nduga

15 November 2025 - 08:46 WIT

“Masa Depan Terjaga Tanpa Narkoba”: Bea Cukai Timika dan Mitra Sosialisasi di Kampus Jambatan Bulan

13 November 2025 - 17:58 WIT

Trending di Pendidikan