Lingkungan · 3 Mar 2025 20:08 WIT

Hasil Monitoring BMKG Soal Luasan Gletser Carstensz Tahun 2024: Salju Tak Lagi Abadi


Sumber: BMKG Perbesar

Sumber: BMKG

SASAGUPAPUA.COM, TIMIKA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melakukan monitoring gletser di Puncak Sudirman, Pengunungan Jayawijaya, Papua, pada 11-15 November 2024 lalu.

Dalam monitoring tersebut, mereka mendapatkan hasil terjadi penurunan signifikan baik luasan maupun ketebalan es ‘salju abadi’ yang ada di Puncak Sudirman.

Koordinator Bidang Standardisasi Instrumen Klimatologi BMKG Donaldi Sukma Permana menjelaskan luasan tutupan es pada tahun 2024 menyusut 0,11-0,16 kilometer persegi dari 0,23 kilometer persegi pada 2022. Hal ini menjadi sinyal buruk bagi Indonesia karena tidak lama lagi salju abadi di Pegunungan Jayawijaya akan punah dalam beberapa tahun mendatang.

“Tahun ini kita lakukan survei lagi yang pada intinya melihat penurunan tebal es dari tahun ke tahun kian menipis. Hasilnya terjadi penurunan luas permukaan es yang sangat signifikan dan kita berusaha mendokumentasikan kepunahan es di Papua karena kita sudah dalam tahap sulit mempertahankannya lagi,” kata Donaldi.

Sumber: BMKG

Adapun penyebab utama pencairan es di Pegunungan Jayawijaya disebabkan oleh laju perubahan iklim yang kian tidak terkendali. Fenomena El Nino juga turut mempercepat kepunahan tutupan es.

Indonesia sendiri menjadi salah satu lokasi unik di wilayah tropis karena memiliki salju abadi. Salju abadi di Pegunungan Jayawijaya adalah sebuah keajaiban alam yang menarik banyak perhatian dari kalangan ilmuwan, peneliti, serta pecinta alam. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, dilaporkan terjadi penurunan drastis luas area salju abadi tersebut.

Sementara itu, Staf Bidang Standardisasi Instrumen Meteorologi BMKG Najib Habibie menjelaskan hasil monitoring tahun ini menunjukan ketebalan es di Puncak Sudirman hanya tinggal empat meter saja. Data ini didapatkan setelah pada tahun 2023 sebanyak 14 stake (alat pengukur ketebalan es) sudah tersingkap.

Sumber: BMKG

“Ketebalan es sudah menyusut signifikan dari hasil pengukuran BMKG sebelumnya, yaitu 32 meter pada tahun 2010, dan 5,6 meter saat November 2015 – Mei 2016.” Tambahnya.

Upaya monitoring gletser di Papua ini sudah dilakukan sejak tahun 2010 bekerja sama dengan PT. Freeport Indonesia, memasang stake berupa beberapa potongan pipa yang disambungkan dengan tali, dan kemudian akan dimonitor secara berkala.

Berapa potongan pipa yang sudah terekspos ke permukaan untuk menandakan luasan dan ketebalan es yang sudah mengilang, Tahun 2010 hingga 2017 monitoring dilakukan secara langsung hingga Puncak Sudirman. Namun setelah 2017 monitoring dilakukan secara visual melalui udara dengan flyover dikarenakan akses untuk sampai ke puncak sudah tidak memungkinkan.

Dengan adanya monitoring ini, BMKG menunjukan bukti nyata pemanasan global telah terjadi dan berpotensi mengancam ikon berharga milik Indonesia yaitu ‘salju abadi’.

Oleh karenanya, BMKG terus berkomitmen untuk mengawal dan mendokumentasikan jelang kepunahan salju abadi di masa yang akan datang.

Sumber: BMKG

Tahun 2023: Salju Abadi Puncak Jaya Menuju Kepunahan Akibat Perubahan Iklim

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan salju abadi di Puncak Jaya, Pegunungan Cartenz, Papua terus mengalami pencairan dan menuju kepunahan. Fenomena ini terjadi–diduga kuat berkaitan dengan pemanasan global dan perubahan iklim yang sedang terjadi di seluruh dunia.

“Dalam beberapa dekade terakhir dilaporkan terjadi penurunan drastis luas area salju abadi di Puncak Jaya,” kata Dwikorita pada seminar ilmiah bertajuk ‘Salju Abadi Menjelang Kepunahan: Dampak Perubahan Iklim?’ di Auditorium Kantor Pusat BMKG, Kemayoran, Jakarta, Selasa (22/8/2023).

Hasil riset analisis paleoklimat berdasarkan inti es yang dilakukan oleh BMKG bersama Ohio State University, Amerika Serikat, mencatat bahwa pencairan gletser di Puncak Jaya setiap tahunnya sangat masif terjadi. Pada tahun 2010 ketika riset ini dimulai, dilaporkan ketebalan es mencapai 32 meter.

Namun, seiring perubahan iklim yang terjadi di dunia, hingga tahun 2015, laju penurunan ketebalan es ialah satu meter per tahun. Kondisi kian buruk tatkala pada tahun 2015-2016, Indonesia dilanda fenomena El Nino kuat dimana suhu permukaan menjadi lebih hangat. Akibatnya, gletser di Puncak Jaya mencair hingga lima meter per tahun.

Sedangkan, pada tahun 2015-2022, laju penurunan es terus terjadi dan seakan tidak terhenti. Catatan BMKG memperlihatkan bahwa pada periode tersebut, ketebalan es mencair sebanyak 2,5 meter per tahun. Diperkirakan ketebalan es yang tersisa pada Desember 2022 hanya 6 meter.

Sementara itu, tutupan es pada tahun 2022 berada di angka 0,23 km2 atau turun sekitar 15% dari luasan pada bulan Juli tahun 2021 yaitu 0,27 km2. “Fenomena El Nino tahun 2023 ini berpotensi untuk mempercepat kepunahan tutupan es Puncak Jaya,” ujarnya.

Kepunahan salju abadi di Puncak Jaya memiliki dampak besar bagi berbagai aspek kehidupan di wilayah dan ekosistem yang ada di sekitar salju abadi. Dampak lain dari mencairnya es di Puncak Jaya adalah adanya kontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut secara global.

Oleh karena itu, penting bagi seluruh pihak untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya dalam menjaga lingkungan. Upaya mitigasi perubahan iklim sudah sepatutnya menjadi fokus dari seluruh aksi yang dilakukan.

Mitigasi ini tentu tidak bisa dikerjakan oleh hanya segelintir orang. Dibutuhkan kemauan dan kesadaran dari seluruh pihak mulai dari pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk saling bergandeng tangan melakukan aksi-aksi nyata dalam melakukan mitigasi perubahan iklim yang terjadi di dunia, khususnya di Indonesia.

Caranya, dengan melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca dan membangun energi terbarukan. Poin ini menjadi langkah penting dalam menghadapi tantangan perubahan ikim. “Serta kerjasama lintas sektor dalam menjaga keberlanjutan ekosistem dan kehidupan masyarakat di wilayah Indonesia perlu terus diperkuat,” kata Dwikorita.

Mencairnya salju abadi di Puncak Jaya, Papua, merupakan bukti nyata bagaimana perubahan iklim memberikan dampak yang tidak baik bagi kehidupan. Keberadaan salju abadi yang menjadi kebanggaan Indonesia itu kini terancam punah dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini tentu menjadi kehilangan yang sangat signifikan bagi bangsa Indonesia.

 

 

 

Berikan Komentar
Artikel ini telah dibaca 147 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

20 Ormas Sipil Indonesia Desak Uni Eropa Perhitungkan Krisis Deforestasi di Papua

6 Maret 2025 - 08:17 WIT

Greenpeace: Kontaminasi Mikroplastik di Tubuh Manusia Berdampak Negatif ke Fungsi Kognitif

3 Maret 2025 - 19:42 WIT

Aktivitas Pendakian di Gunung Cartenz Tanpa Persetujuan Masyarakat Adat ?

3 Maret 2025 - 17:49 WIT

Harapan Bagi Pemerintahan Baru: Kelanjutan Proyek Air Bersih 

27 Februari 2025 - 02:09 WIT

Pengerukan Pelabuhan Pomako Disoroti Anggota DPRD Mimika 

10 Februari 2025 - 12:17 WIT

Cerita dan Harapan dari Pagelaran Seni Budaya di Tengah Hutan Sagu di Kampung Sereh

23 Januari 2025 - 11:59 WIT

Trending di Budaya