KELUARGA besar Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Kabupaten Mimika, Papua Tengah mengadakan berbagai perlombaan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia (RI), Jumat (18/8/2023) di halaman SLB.
Keseruan perlombaan ini diikuti oleh anak-anak berkebutuhan khusus. Tak hanya anak-anak, namun para guru dan orang tua siswa juga ikut terlibat menambah keseruan perlombaan.
Lomba-lomba yang diselenggarakan pun terbilang unik diantarannya makan kerupuk, jepit pipet, lari karung, kait gantung, merangkak dengan karton, giring bola menggunakan corong, lomba bocce dan lainnya.
Kepala SLB Negeri Mimika, Sunardin menjelaskan perlombaan yang digelar disesuaikan dengan hambatan yang dialami anak-anak.
“Jadi misalnya lomba menggunakan karton ini khusus untuk tunanetra dan autism karena mereka terkendala dengan fokus dan sebagainya apalagi yang tidak bisa melihat,” katanya ketika diwawancarai di sela-sela kegiatan.
Lomba tahun ini diselenggarakan oleh pihak SLB berbeda dengan tahun lalu.
Tahun ini, tidak hanya anak-anak dan guru saja namun orang tua juga turut berpartisipasi dalam perlombaan.
“Jadi orang tua juga terlibat, dimana kita juga libatkan semua anak-anak, kita buat perlombaan sesuai dengan kebutuhan dan layanan yang berbeda-beda, jadi kita memang mencari jenis perlombaan yang bisa merangkul semua,” ungkapnya.
Sunardin mengatakan, pihaknya menggelar perlombaan dengan berbagai hadiah yang merupakan partisipasi dari para orang tua dan hadiah dari sponsor yakni Hotel Grand Tembaga yakni vocher menginap untuk guru-guru yang menang dalam perlombaan.
Sunardin menerangkan jumlah siswa SLB saat ini sekitar 130 siswa terdiri dari siswa SD hingga SMA. SLB melayani karakteristik anak dengan kondisi Tuna netra atau tidak bisa melihat, Tunarungu atau tidak bisa berbicara, Tunagrahita yakni anak dengan hambatan intelektual di bawah rata-rata, anak tunadaksa atau memiliki hambatan gerak secara fisik anggota tubuh dan anak Autism hiperaktif.
Untuk jumlah guru sendiri di SLB sebanyak 14 krang diantaranya dua orang merupakan ASN dan tiga orang P3K, selebihnya tenaga honorer.
“Masih belum mencukupi, efektifnya satu kelas untuk jenjang SD satu guru lima anak, kalau yang anak autism hiperaktif satu guru satu anak, kalau menengah efektifnya standar delapan anak satu guru, itu saru ketunaan jadi kalau misalnya daksanya cuman dua berarti satu kelas, satu guru dua siswa tidak boleh digabung-gabung,” pungkasnya.
Penulis: Kristin Rejang