Hari itu, Selasa (29/5/2023)Pukul 14.05 Waktu Singapura atau sekitar 15.05 WIT masyarakat Papua dikejutkan dengan informasi telah berpulang menghadap sang khalik seorang pejuang bagi Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua.
Dia adalah Tom Beanal yang lahir di Tsinga, Distrik Tembagapura, pada 11 Agustus 1947.
Tom Beanal menghembuskan nafas terakhir akibat serangan jantung di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapore pada 29 Mei 2023 Pukul 14.05 waktu Singapore.
Seperti diketahui, Tom Beanal adalah seorang politikus, aktivis atau pejuang Gerakan Papua Merdeka di bidang politik (GSP/P). Ia menjabat sebagai Ketua Presidium Dewan Papua. Ia bersama Thaha Alhamid, Socrates Sofyan Yoman, Willy Mandowen, dan Terrianus Yoku juga pernah ke Amerika Serikat untuk melobi Kongres AS dan PBB agar sejarah Papua diluruskan dan diadakan referendum untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua.
Tom Beanal juga memiliki beberapa kisah perjuangannya untuk kebebasan bangsa Papua.
Seperti di dalam buku Memoria Passionis di Papua (kondisi sosial politik dan Hak Asasi Manusia Gambaran 2000) yabg ditulis oleh Theo P.A.Van den Broek, ofm, J. Budi Hermawan ofm, Frederika Korain, S.H, Adolf Kambayong, ofm.
Didalam buku tersebut dijelaskan beberapa poin dimana Tom Beanal ikut bersuara terkait Papua.
Diantaranya pada Januari 2000, Ada sejumlah tuntutan yang disampaikan tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam pertemuan dengan Presiden Abdurrahman Wahid di Gedung Negara, Jayapura, pada 1 Januari 2000 dimana Tom Beanal selaku Ketua Tim 100 meminta pemerintah segera mengakui dan mengembalikan hak kemerdekaan bangsa Papua Barat pada
1961.
Ia juga meminta Presiden menindaklanjuti dialog nasional dan memprakarsai dialog internasional mengenai proses masuk-
nya Irian Barat ke pangkuan RI. Pengakuan dan pengembalian hak kemerdekaan bangsa Papua harus melalui kesepakatan
internasional, bukan melalui keputusan MPR.
Selain itu ia juga bersuara menuntut segala proses penetapan kebijakan pembangunan di Irian Jaya (Irja) harus dikembalikan dan berkiblat pada kedaulatan rakyat Papua Barat.
Pada 3 Januari 2000, Tom Beanal mengatakan akan tetap memperjuangkan aspirasi “M” Masyarakat Papua. Menurutnya, perjuangan akan dilakukan sesuai ketentuan yang ada, baik melalui dialog nasional maupun internasional. Ia menambahkan pergantian nama Irian Jaya menjadi Papua tidak akan menghentikan semangat juangnya dan para pendukungnya untuk tetap meminta hal yang sebenarnya yakni ‘M’.
Pada 10 Januari 2000, Tom Beanal menilai
aksi pengibaran bendera Bintang Kejora di sejumlah tempat di Papua saat itu tidak akan menyelesaikan masalah.
Menurutnya tindakan itu justru menciptakan masalah baru. Untuk mencapai kemerdekaan, bangsa Papua tidak hanya memusuhi Indonesia dan rakyatnya, melainkan masih ada pihak lain yang
harus bertanggung jawab seperti PBB, Amerika Serikat dan Belanda, serta pihak terkait lainnya. Dengan demikian perjuangan untuk mencapai kemerdekaan masih sangat panjang dan makan
waktu yang lama.
Masih banyak lagi kisah dari seorang Tom Beanal yang berjuang bersama dengan tokoh-tokoh Papua lainnya seperti Theys Hiyo Eluay dan lainnya.
Tom Beanal Berjasa Bagi Gereja dan Kabupaten Mimika
Duka yang mendalam disampaikan oleh Plt. Bupati Mimika, Johannes Rettob.
John mengungkapkan Tom Beanal merupakan tokoh sejarah yang dihormati. Dimana Tom Beanal juga merupakan tokoh gereja Katolik yang selama ini berjasa bagi Kabupaten Mimika, saat Mimika belum apa-apa.
“Dia pernah mengajar kami waktu di SMP di Kokonao,” katanya.
Dikatakan, tentu seluruh masyarakat Mimika juga Papua merasa kehilangan orang yang sudah memberikan jasa yang sangat luar biasa dan memberikan kontribusi yang luar biasa dalam rangka pembangunan Kabupaten Mimika.
“Khususnya pada waktu itu pembangunan gereja, dan memperjuangkan hak-hak ulayat korban dampak permanen PTFI sekaligus berjasa juga bagi PTFI,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, masyarakat khususnya Amungme dan Kamoro merasa kehilangan.
“Sekali lagi kami masyarakat Mimika mengucapkan terima kasih atas semua jasa-jasa beliau, kita juga berdoa agar beliau ditempatkan ditempat terbaik di sisi Nya,” kata John.
John berharap juga keluarga diberikan kekuatan dan ketabahan dan penghiburan.
“Imbauan saya kepada semua masyarakat Amungme dan Kamoro juga Mimika, beliau ini simbol, jadi dengan kepergiannya akan ada orang Amungme lain yang punya jasa seperti beliau, pemikiran cerdas dan luar biasa sama seperti beliau,” tutupnya.
The best father
Putra dari Almarhum Tom Beanal, Odizeus Beanal mengungkapkan rasa kehilangan sosok ayah.
Menurutnya, Tom Beanal merupakan ayah yang sangat hebat.
“Dia the best father,” katanya.
Dikatakan, ayahnya merupakan sosok yang memiliki kepribadian yang kuat, kritis, jujur dan tidak pernah menyerah.
“Dia selalu memperjuangkan keadilan dan kesetaraan bagi masyarakat kecil yang tertindas dengan mengikuti ajaran Yesus Kristus yang diimaninya,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan Tom Beanal menderita banyak penyakit mulai dari stroke, masalah ginjal, hati dan paru. Terakhir serangan jantung akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Dikatakan Tom Beanal mengalami stroke pada Tahun 2012 dan sering mendapat perawatan di luar negeri.
Pada Tahun 2018 sebelum pandemi Covid-19 melanda, Tom Beanal kembali dibawa keluarga ke Singapore dan tidak kembali hingga meninggal.
Odizeus Beanal mengatakan Jenazah Tom Beanal tiba di Timika karena keluarga ingin agar semua orang bisa melihat dan memberikan penghormatan.
“Tujuan kita adalah kita bisa buka pintu untuk siapa saja yang ingin melihat beliau, bukan saja untuk Papua tetapi juga untuk Indonesia,” ujarnya.
Odi menyebut mendiang Tom berjuang demi keadilan dan kestaraan bagi orang Amungme dan Papua.
Jenazah Tom Beanal Tiba di Timika
Hari ini, Kamis (1/6/2023) langit terlihat ikut sedih diwarnai hujan serta isak tangis masyarakat menjemput kedatangan Almarhum Tom Beanal ke tanah Amungsa.
Tom Beanal juga mengingatkan kisah pada tanggal 1 Mei 2000 dimana ia bersama dengan dr. Beny Giay bahkan pernah menyuarakan terkait isu yang berkembang di tengah masyarakat saat itu dimana pada 1 Mei 2000 akan dijadikan sebagai puncak perjuangan kemerdekaan Papua.
Tom Beanal sempat mengungkapkan,” Kita belum berjuang apa-apa. Kita baru mulai kumpul-kumpul untuk berjuang, sehingga tidak tepat jika 1 Mei dijadikan akhir dari perjuangan Papua Merdeka. Bagi saya merdeka itu masih jauh dan kita harus mulai melangkah sekarang,”.
1 Mei 2000 merupakan salah satu momen masyarakat Papua melakukan pawai dengan puji-pujian sebagai peringatan 1 Mei 1963 dimana terjadi penyerahan Irian Barat kepada Pemerintah RI dan mereka mengklaim saat itu merupakan awal terjadinya pelanggaran HAM.
1 Mei 2000 pawai berjalan tanpa dilakukan pengibaran bendera sebab telah diserukan oleh Theys H. Eluay. Dimana pawai dan kebaktian dilaksanakan diantaranya di Jayapura, Manokwari, Wamena, Sorong, Merauke, Fakfak, dan Biak.
Kini Pesawat terbang telah menghantar Jenazah Tom Beanal telah tiba di Hanggar Pemerintah Kabupaten Mimika sekitar pukul 16.00 WIT.
Ketua Panitia Penyambutan Jenazah Aloysius Renwarin dalam jumpa pers yang digelar di Gedung Keuskupan Mimika, Rabu (31/5/2023) kemarin mengatakan Usai tiba, jenazah dijemput oleh PT Freeport Indonesia keluarga Beanal akan menerima nya di Bobaigo, Keuskupan Mimika.
Aloysius melanjutkan usai diterima Keluarga Beanal akan menyerahkan jenazah ke Keluarga Besar Suku Amungme.
Karena cita-citanya yang luhur, menurut Aloysius, Tom akan dikenang oleh semua orang Papua dan Indonesia.
“Semua wilayah Papua kenal siapa si Tom Beanal, ia anak yang lahir di Nemangkawi yang dikenal dengan salju abadinya, hati (Tom) pun berhati putih bagaikan anak panah putih,” tegasnya.
Aloysius mengimbau kepada seluruh masyarakat Papua yang di Mimika agar mengikuti semua prosesi persemayaman dan pemakaman dengan suasana kasih dan damai. (Redaksi)