SASAGUPAPUA.COM, TIMIKA – Sebanyak 75 Keluarga yang merupakan Orang Asli Papua (OAP) di Merauke mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum Papua Merauke (YLBHI LBH PAPUA Merauke), Selasa, 27 Mei 2025 lalu.
Begitu bunyi Siaran Pers LBH Papua Merauke Nomor 02/SP/LBH-PM/V/2025 dengan judul “Segera Hentikan Penyerobotan dan Penggelapan Tanah milik 75 Keluarga Orang Asli Papua di Merauke”.
Ketua YLBHI LBH Papua Pos Merauke, Teddy Wakum menjelaskan pihaknya mendapatkan pengaduan dari 75 keluarga OAP yang berasal dari kampung Soa, distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.
Adapun pengaduan yang dimaksud adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT. Global Papua Abadi (GPA) terkait dugaan penyerobotan tanah milik 75 keluarga di dusun Arwa.
“75 keluarga tersebut telah memiliki dokumen kepemilikan tanah yang legal dengan mengikuti semua prosedur pelepasan Hak atas tanah dari pihak pertama yaitu Marga Balagaize sebagai pemilik hak ulayat pada tahun 1990,” katanya dalam rilis yang diterima media ini.
Teddy menjelaskan mereka datang dan mengadu disertai alat bukti yang masih disimpan dengan baik oleh 75 keluarga berupa dokumen pelepasan hak atas tanah serta dokumentasi upacara pelepasan secara adat oleh suku Malind yang disaksikan langsung oleh para saksi-saksi dari berbagai pihak yang masih hidup hingga saat ini.
Dijelaskan, PT. Global Papua Abadi sendiri termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk pengembangan Swasembada energi yang ditetapkan melalui PERPRES Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel) serta Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Papua Selatan yang diterbitkan pada masa pemerintahan presiden Joko Widodo pada 19 April 2024 .
Adapun luas dari konsesi PT. Papua Global Abadi adalah 30.777,9 Hektar yang berlokasi di distrik Tanah Miring dan Jagebob.
“Pada pertengahan tahun 2024, Proyek Strategis Nasional Merauke ini telah mendapat banyak penolakan dari suku-suku asli Papua di Merauke, diantaranya adalah suku Kimahima, Maklew, Malind dan Yei karena dianggap merampas dan menghilangkan kepemilikan hak masyarakat adat atas tanah,” ungkapnya.
75 Keluarga Sudah Menempati Wilayahnya Sejak Tahun 1942
Teddy Wakum menjelaska untuk diketahui 75 keluarga yang menjadi korban penyerobotan tanah oleh PT.Global Papua Abadi telah menempati dan mendiami wilayah tersebut sejak tahun 1942 dan menjalin hubungan kekerabatan yang baik dengan pemilik ulayat dan telah berlangsung selama puluhan tahun, dan hingga di tahun 1990 barulah ada pelepasan hak secara resmi.
“Fakta lainya adalah 75 keluarga korban penyerobotan telah mengolah tanah tersebut dan menghidupi kebutuhan sehari-hari rumah tangga, sehingga pada saat menyampaikan pengaduan, para korban yang sebagian terdiri dari mama-mama menyampaikan ketakutan dan kesedihan mereka mengingat keberlangsungan kehidupan mereka dari wilayah tersebut,” katanya.
Dikatakan, Lembaga Bantuan Hukum Papua Merauke yang menerima langsung pengaduan tersebut berpandangan bahwa tindakan yang diduga dilakukan oleh PT.Global Papua Abadi bertentangan pasal 385, junto pasal 372 KUHP dan Pasal 136 KUHPerdata, selain itu dari jumlah korban yang sangat banyak.
“Maka dapat disimpulkan tindakan PT.Global Papua Abadi mengarah terhadap terjadinya Pelanggaran Hak Asasi manusia karena masyarakat terancam kehilangan Hak atas sumber daya alam yang dimiliki serta kehilangan mata pencaharian dan sumber penghidupan untuk kehidupan yang layak,” ujarnya.
Sehingga berdasarkan fakta-fakta yang sudah disampaikan diatas, LBH Merauke menyerukan dua poin yakni:
1. PT. Global Papua Abadi segera menghentikan semua aktifitas perbuatan melawan Hukum diatas lahan milik 75 keluarga di dusun Arwa
2. Gubernur Provinsi Papua Selatan dan Bupati Merauke segera dan wajib memanggil Pihak PT.Global Papua Abadi guna klarifikasi dan menghentikan penyerobotan dan penggelapan tanah sebagai bagian dari pemajuan, perlindungan, penghormatan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia.