SASAGUPAPUA.COM, TIMIKA – Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Lokataru Foundation pada 7-12 November 2024, ditemukan sejumlah dugaan pelanggaran terkait netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan perangkat penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dalam Pilkada 2024 di Tanah Papua. Terdapat 9 pelanggaran yang teridentifikasi di sejumlah provinsi di Tanah Papua, dengan rincian 1 pelanggaran di Provinsi Papua, 6 pelanggaran di Provinsi Papua Selatan, dan 2 pelanggaran di Provinsi Papua Tengah.
Lokataru Foundation mengidentifikasi bahwa sejumlah pelanggaran netralitas terjadi melalui penyalahgunaan kewenangan oleh pemegang kekuasaan di tingkat lokal, baik di tingkat kota/kabupaten hingga distrik. Selain itu, pelanggaran juga terjadi melalui cara-cara yang tidak langsung, seperti mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat yang saat ini sedang berkuasa.
Pelanggaran ini diperparah dengan lemahnya peran pengawasan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang diduga tidak menjalankan fungsi pengawasan dan tindak lanjut terhadap berbagai pelanggaran secara optimal. Selain itu, terdapat temuan bahwa Panitia Pemilihan Distrik (PPD) tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan etika dan prinsip penyelenggaraan Pilkada.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, menyatakan bahwa temuan ini menunjukkan adanya kelemahan dalam upaya pencegahan dan penindakan pelanggaran Pilkada yang dilakukan oleh penyelenggara dan pengawas. Ia mendorong agar dilakukan pemeriksaan dan pengusutan lebih lanjut terkait manfaat, baik langsung maupun tidak langsung, yang diterima oleh kandidat dalam Pilkada ini.
“Pola yang ditemukan adalah bahwa bukan hanya pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada ini yang secara langsung melakukan pelanggaran, melainkan ada aktor lain yang memiliki kewenangan di tingkat lokal yang melakukannya. Oleh karena itu, harus didalami juga manfaat yang diterima, baik secara langsung atau tidak langsung, oleh para kandidat tertentu,” ujar Delpedro.
Pemantauan ini dilakukan melalui metode yang meliputi pemantauan media lokal, media nasional, media sosial, serta pengumpulan laporan dari posko aduan masyarakat. Data yang terkumpul kemudian diverifikasi dan diperiksa lebih lanjut untuk memastikan validitasnya. Setelah proses verifikasi, dilakukan analisis data secara kualitatif dengan menggunakan indikator pelanggaran Pilkada yang telah disusun oleh Lokataru Foundation.
Mobilisasi Lurah dan Camat oleh Pjs Wali Kota Jayapura
Penjabat Sementara (Pjs) Wali Kota Jayapura, Christian Sohilait, diduga melakukan pelanggaran netralitas ASN. Dugaan ini muncul setelah beredar rekaman suara yang memperlihatkan Sohilait diduga mengarahkan pejabat di tingkat distrik hingga kampung untuk memenangkan salah satu pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam Pilkada Provinsi Papua. Pasangan yang didukung ini diduga mengarah kepada Mathius Fakhiri dan Aryoko Rumaropen, yang dicalonkan oleh Koalisi Indonesia Maju Plus dengan dukungan dari 17 partai politik.
Sohilait juga diduga memberikan panduan untuk mengamankan suara di TPS melalui perangkat distrik, kelurahan, hingga kampung. Kasus ini telah dilaporkan ke Bawaslu, yang kemudian menemukan indikasi adanya pelanggaran hukum lainnya dan merekomendasikannya ke instansi yang berwenang. Namun, Bawaslu menghentikan penanganan laporan tersebut dengan alasan tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilihan.
Pelanggaran Netralitas ASN dan Panitia Pemilihan Distrik yang Terlibat dalam Tim Sukses
Berdasarkan data Bawaslu Papua Selatan pada 19 Oktober 2024, selama tahapan kampanye, sudah ada 6 laporan pelanggaran terkait netralitas ASN di Provinsi Papua Selatan. Rinciannya, satu laporan di Kabupaten Merauke, dua di Kabupaten Asmat, dan tiga di Kabupaten Boven Digoel.
Dugaan pelanggaran di Kabupaten Merauke melibatkan Kepala Distrik Muting yang menghadiri kampanye salah satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Merauke. Di Kabupaten Asmat, pelanggaran berupa indikasi keterlibatan anggota Panitia Pemilihan Distrik (PPD) sebagai bagian dari tim pemenangan calon kepala daerah setempat. Kasus lain di Asmat terkait dengan perusakan alat peraga kampanye kandidat. Sementara itu, tiga perkara pelanggaran di Kabupaten Boven Digoel terkait dengan netralitas ASN dalam Pilkada.
“Peran PPD sangat penting dalam pelaksanaan Pilkada karena mereka bertugas melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan menindaklanjuti temuan serta laporan dari Panitia Pengawas Distrik. Namun, jika PPD memihak, apalagi tergabung dalam tim kampanye salah satu pasangan calon, maka sudah dapat dipastikan terjadi manipulasi di sana,” ujar Delpedro Marhaen.
Selain itu, menurut data Bawaslu Kabupaten Nabire, terdapat dugaan keterlibatan ASN Pemerintah Kabupaten Nabire yang mendukung salah satu pasangan calon pada Pilkada di Nabire. Dugaan ini mencuat setelah beredar video yang menunjukkan indikasi ketidaknetralan ASN yang teridentifikasi sebagai Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Nabire. Bawaslu Nabire telah mengirimkan undangan untuk klarifikasi kepada ASN yang terduga terlibat.
Endorsement Pemerintah Pusat dalam Seminar Nation Building Conference 2024
Selain ketidaknetralan ASN, bentuk pelanggaran netralitas lainnya adalah keterlibatan dukungan secara tidak langsung dari pemerintah pusat saat ini. Sejumlah elite politik yang memiliki jabatan di pemerintahan turut terlibat dalam pusaran kampanye Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah, serta Calon Bupati dan Wakil Bupati Mimika. Salah satu bentuk keterlibatan tersebut terjadi dalam Forum Nation Building Conference (NBC) 2024: Beyond Tomorrow – Shaping Indonesia’s Future 5.0 yang digelar di Jakarta pada 8 November 2024.
Dalam acara seminar bertajuk “The Voice of The East”, yang diadakan di Balai Sarbini, Plaza Semanggi, Jakarta, Calon Bupati Mimika, Johannes Rettob (Nomor Urut 1) dan Calon Gubernur Papua Tengah, Natalis Tabuni (Nomor Urut 2), diundang sebagai pembicara utama di tengah masa kampanye. Forum ini juga dihadiri oleh Hashim Djojohadikusumo, Luhut Binsar Pandjaitan, Ridwan Kamil, Pramono Anung, Jimmy Oentoro, Maruarar Sirait, dan lainnya, yang merupakan pejabat Pemerintah Pusat dan tokoh politik ternama.
Lokataru Foundation kemudian melakukan penelusuran lebih dalam dan menemukan bahwa penyelenggara forum tersebut, Relawan Pemimpin Indonesia (RAPI), terafiliasi dengan tim kampanye Prabowo-Gibran pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yang tercatat dalam jejak digital mereka. Temuan ini semakin menegaskan adanya dukungan (endorsement) dari Pemerintah Pusat kepada kedua calon, yang secara tidak langsung turut mendongkrak popularitas mereka. Media lokal juga turut mengangkat acara tersebut, menjadikan kesempatan ini sebagai ajang untuk mempromosikan kedua kandidat dalam konteks kampanye mereka.
Netralitas ASN dalam Pilkada
Lokataru Foundation menilai bahwa pelanggaran netralitas ASN dalam Pilkada 2024 di Tanah Papua dapat dikategorikan berdasarkan jenis pelanggaran yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Badan Pengawas Pemilu.
Pertama adalah pelanggaran disiplin, yang meliputi dukungan langsung terhadap pasangan calon tertentu, menjadi anggota atau pengurus partai politik, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan, serta ikut serta dalam kampanye pasangan calon. Kedua adalah pelanggaran kode etik, seperti membuat postingan dukungan di media sosial, memberikan like, komentar, atau share pada unggahan pasangan calon, memasang spanduk, hingga menghadiri deklarasi pasangan calon yang bertentangan dengan prinsip netralitas.
“Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dengan tegas melarang pemerintah daerah dan ASN terlibat dalam politik praktis atau memberikan dukungan kepada pasangan calon tertentu. Manajemen ASN harus berlandaskan pada asas netralitas, yang mengharuskan pegawai ASN bebas dari pengaruh politik apapun dan tidak berpihak kepada kepentingan di luar kepentingan bangsa dan negara,” ujar Delpedro.
Untuk menegakkan prinsip netralitas tersebut, lanjut Delpedro, harus ada penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran disiplin, yang dapat mencakup pemotongan Tunjangan Kinerja (Tukin), penurunan jabatan, pembebasan jabatan, atau bahkan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Sementara itu, pelanggaran kode etik dapat dikenakan sanksi moral, berupa pernyataan terbuka atau tertutup sesuai ketentuan yang berlaku.