SASAGUPAPUA.COM, TIMIKA – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay, S.H.,MH mengatakan selama 58 tahun PT. Freeport Indonesia tidak menghargai hak-hak buruh dan masyarakat adat Papua.
Hal ini disampaikan melalui Siaran Pers Nomor : 003 / SP-LBH-Papua / IV / 2025 kepada media ini.
Pemerintah Republik Indonesia (Pusat dan Daerah) dan Komnas HAM RI juga dinilai tidak mampu mendesak PT. Freeport Indonesia Penuhi Hak 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia dan Hak Asasi Masyarakat Adat Papua sesuai perintah Pasal 2, Perpres No 60 Tahun 2023 tentang Strategi Bisnis dan HAM serta Standar Norma dan Pengaturan No 13 Tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia Tahun 2023.
Emanuel mengatakan pada tanggal 7 April 1967 ditengah kondisi Papua yang masih berada dalam status quo dibawah perwalian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) berdasarkan kebijakan New York Agremend Tahun 1962, Pemerintah Republik Indonesia secara sepihak melakukan penandatanganan Kontrak Karya Pertama PT. Freeport Mc Morand And Gold Copper Ink yang menjadi gerbang penancapan jangkar PT. Freeport Mc Morand And Gold Copper Ink diatas Wilayah Adat Papua khususya di Wilayah Adat Amungsal.
“Anehnya Kontrak Karya Pertama antara Pemerintah Republik Indonesia secara sepihak melakukan penandatanganan Kontrak Karya Pertama PT. Freeport Mc Morand And Gold Copper Ink dilakukan dengan mengabaikan Masyarakat Adat Papua khususnya Masyarakat Adat Amungme sebagai pemilik Wilayah Adat. Serta Sumber Daya Alam yang dieksploitasi oleh PT. Freeport Mc Morand And Gold Copper Ink yang dalam konteks Indonesia disebut dengan nama PT. Freeport Indonesia,” katanya.
Praktek pengabaian terhadap Masyarakat Adat Papua khususnya Masyarakat Adat Amungme kata Emanuel terus terjadi dalam Kontrak Karya Kedua pada tahun 1991 dan perubahan Kontrak Karya Ketiga pada tahun 2017.
Emanuel mengatakan, sekalipun Pemerintah Republik Indonesia telah merubah Kontrak Karya dengan PT.Freeport Indonesia sebanyak tiga kali dan telah mendapatkan Saham sebesar 51% PT.Freeport Indonesia dan BUMN telah masuk kedalam Manajemen PT.Freeport Indonesia serta telah dibangun dan diresmikannya Smelter PT. Freeport Indonesia di Gersik Jawa Timur pada tahun 2025 namun sampai saat ini, PT. Freeport Indonesia terus mengabaikan Nasib 8.300 Buruh PT.Freeport Indonesia yang melakukan Mogok Kerja sejak tanggal 1 Mei 2017 sampai dengan Tahun 2025 dimana Manajemen PT. Freeport Indonesia secara sepihak mencabut Asusransi dan Gaji Pokok sejak tanggal 1 Juli 2017 sampai dengan April 2025 yang mengakibatkan kehancuran Ekonomi Keluarga 8.300 Buruh PT. Freeport Indonesia.
“Banyak anak Buruh Mogok Kerja yang terancam putus sekolah, Buruh Mogok Kerja yang sakit tidak terbiayai dan bahkan ada buruh Mogok Kerja yang meninggal dunia akibat tidak mampu membiayai biaya perawatan di Rumah Sakit akibat asuransi atau BPJS kesehatannya diputuskan secara sepihak oleh Manajemen PT. Freeport Indonesia pada tanggal 1 Juli 2017 sampai sekarang,” ucapnya.
Pada prinsipnya kata dia, semua agenda Mogok Kerja yang dilakukan oleh 8.300 Buruh PT. Freeport Indonesia beserta dampaknya telah diketahui dengan pasti oleh Dinas Ketenagakerjaan Propinsi Papua dan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Mimika karena sebelum dilakukan mogok kerja telah dilayangkan Surat Permohonan Mogok Kerja ke Dinas terkait sesuai ketentuan Mogok kerja yang diatur dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Namun anehnya menurut hasil penyelidikan Inspektorat Provinsi Papua ditemukan fakta bahwa ada beberapa petinggi Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Papua dan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Mimika menerima gratifikasi dari PT. Freeport Indonesia,” kata Emanuel.
Hal tersebut ujar Emanuel membuktikan bahwa sekalipun PT. Freeport Indonesia merupakan Perusahaan Asing Pertama yang beroperasi di Indonesia pasca undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing disahkan namun selama 58 Tahun beroperasinya PT.Freeport Indonesia terus mengabaikan Nasib 8.300 Buruh Mogok Kerja PT.Freeport Indonesia yang telah Mogok Kerja sejak tanggal 1 Mei 2017 sampai dengan 7 April 2025.
“Dan akan terus dilakukan jika Pemerintah Indonesia dan PT. Freeport Indonesia mengabaikannya,” ujar Emanuel.
Kondisi itu kata dia, secara langsung menunjukan bukti bahwa ketentuan Bisnis dan HAM yang meliputi :
“a. kewajiban kementerian/lemboga dan Pemerintah Daerah untuk melindungi HAM pada kegiatan usaha;
b. tanggung jawab Pelaku Usaha untuk menghormati HAM; dan
c. akses atas pemulihan bagi korban dugaan pelanggaran HAM di kegiatan usaha” sebagaimana diatur pada Pasal 2, Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Bisnis dan HAM tidak dijalankan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah serta PT. Freeport Indonesia.
Dikatakan, Pemerintah Pusat dan Daerah serta PT. Freeport Indonesia dalam acara Peresmian Pabrik emas milik PT. Freeport Indonesia (PTFI) di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Senin (17/3/2025), Presiden Prabowo Subianto malah berterima kasih kepada Freeport-McMoran karena telah beroperasi di Indonesia selama 58 tahun.
Produsen emas tersebut dinilai telah berkontribusi secara besar terhadap perekonomian Indonesia. Karena itu, Prabowo ingin mereka terus berada di RI.
“Ucapan terima kasih atas Eksploitasi PT. Freeport Indonesia selama 58 Tahun beroperasi di Wilayah Adat Papua diatas persoalan 8.300 Buruh Mogok Kerja rupanya ada juga persoalan Hak Asasi Manusia lainnya yang belum mampu diwujudkan oleh PT. Freeport Indonesia terhadap Masyarakat Adat Papua,” tegasnya.
Seperti kata Emanuel Nihilnya tanggung jawab sosial PT. Freeport Indonesia di bidang Kesehatan yang diwujudkan dengan cara membangun Rumah Sakit bertaraf internasional serta menyediakan fasilitas medisnya dan mengajikan tenaga medisnya diseluruh Wilayah Adat Papua hingga Nihilnya Pembangunan Sekolah mulai dari PAUD hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau bahkan Universitas diseluruh Wilayah Adat Papua yang tenaga fasilitas dan tenaga medisnya dibiayai oleh PT.Freeport Indonesia.
“Sampai saat ini belum adanya bagi hasil yang baik kepada Pemilik Wilayah Adat tempat dilakukannya Eksploitasi Mineral serta tanggung jawab sosial terhadap Warga Masyarakat Adat Kamoro yang hidup di bantaran Sungai hingga muara suangai Ajikwa yang lumpung pangannya musnah akibat limbah hasil Eksploitasi Mineral oleh PT. Freeport Indonesia sejak tahun 1967 – 2025,” tuturnya.
Semua fakta diatas kata Emanuel menunjukan bukti bahwa Pemerintah Republik Indonesia lebih melindungi PT.Freeport Indonesia dibanding 8.300 Buruh PT. Freeport Indonesia yang melakukan Mogok Kerja dan Hak Masyarakat Adat Papua pemilik Sumber Daya Alam Papua.
“Atas dasar itu maka sudah dapat disimpulkan bahwa selama 58 Tahun eksploitasi Sumber Daya Alam Papua yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia atas ijin Pemerintah Indonesia tidak menghargai Hak-Hak Buruh dan Masyarakat adat Papua,” ucapnya.
Selain itu, kata dia selama 58 Tahun Pemerintah Republik Indonesia (Pusat dan Daerah) dan Komnas HAM RI tidak mampu mendesak PT. Freeport Indonesia untuk memenuhi Hak Asasi manusia dari 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia dan Hak Asasi Masyarakat Adat Papua sesuai perintah Pasal 2, Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Bisnis dan HAM serta Standar Norma dan Pengaturan Nomor 13 Tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia Tahun 2023.
Berdasarkan uraian diatas, Emanuel menjabarkan beberapa tuntutan Lembaga Bantuan Hukum Papua sebagai Kuasa Hukum 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia:
1. Presiden Republik Indonesia segera selesaikan persoalan Manajemen PT. Freeport Indonesia dengan 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia dan Desak PT. Freeport Indonesia penuhi Hak Asasi Masyarakat Adat Papua sesuai perintah Pasal 2, Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023;
2. Mantri HAM Republik Indonesia segera pastikan penyelesaian persoalan Manajemen PT. Freeport Indonesia dengan 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia dan Desak PT. Freeport Indonesia penuhi Hak Asasi Masyarakat Adat Papua sesuai perintah Pasal 2, Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023;
3. Mentri Ketenagakerjaan Republik Indonesia segera fasilitasi ruang perundingan antara Manajemen PT. Freeport Indonesia dengan 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia sesuai perintah Pasal 2, Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023;
4. Manajemen PT. Freeport Indonesia segera bayarkan upah dan berikan pekerjaan kepada 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia dan Desak PT. Freeport Indonesia penuhi Hak Asasi Masyarakat Adat Papua sesuai perintah Pasal 2, Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023;
5. Ketua Komnas Hak Asasi Manusia Republik Indonesia segera segera pastikan penyelesaian persoalan Manajemen PT. Freeport Indonesia dengan 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia dan Desak PT. Freeport Indonesia penuhi Hak Asasi Masyarakat Adat Papua sesuai perintah Pasal 2, Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Bisnis dan HAM serta Standar Norma dan Pengaturan Nomor 13 Tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia Tahun 2023.