Holmafen, sebuah kampung yang menyimpan keindahan dan keunikan alam sehingga bisa membuat orang terpana.
Terletak di Distrik Sarmi Timur, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua, Holmafen juga menyimpan peninggalan sejarah.
Jangkar Kapal Peninggalan Sejarah
Sarmi memang dikenal dengan kota ombak yang penuh dengan peninggalan sejarah perang dunia ke-2 antara sekutu dan Jepang.
Misalnya, seperti Dikutip dari jurnalarkeologipapua.kemdikbud.go.id, dijelaskan, di Pulau Wakde, Distrik Pantai Timur Barat Kabupaten Sarmi pernah ditemukan beberapa peninggalan arkeologis Perang Dunia II yaitu, bekas fondasi gudang penyimpan
makanan, bekas fondasi rumah sakit, sebuah lapangan terbang, sebuah rangka kapal, lima buah baling-baling pesawat, tempat pembuangan limbah botol dan drum, tangki minyak berukuran sedang, dan gua Jepang.
Sama seperti di Holmafen, tepatnya di belakang Balai Kampung Holmafen, terdapat jangkar kapal berukuran besar.
Masyarakat menduga, jangkar kapal tersebut milik kapal perang Amerika Serikat sejak jaman perang dunia kedua.
Meskipun jangkar tersebut sudah terlihat berkarat, namun masih terdapat beberapa tulisan yang bisa dibaca. Seperti misalnya angka 1386, US Navy, angka 3 US, A4714 SF.
“Jangkar kapal itu memang sudah ada dari kami masih kecil sudah lihat, bahkan sebelum kami lahir, saya punya bapa juga masih kecil,” kata Kepala Kampung Holmafen, Marsel Biranggua yang saat ini berusia 58 tahun.
Ia mengatakan dari tulisan-tulisan di jangkar tersebut kemungkinan peninggalan tentara Amerika Serikat.
“Saya juga sempat minta saya punya bapa ceritakan, tapi dia juga bilang mereka masih kecil sekali, jadi tidak paham soal sejarahnya,” katanya.
Bahkan, sempat berbagai alat berat dikerahkan untuk mengangkat jangkar tersebut, namun tidak mampu sebab jangkar kapal terlalu berat.
Pantauan Sasagupapua.com, kondisi jangkar tersebut tidak terurus dan dipenuhi rumput hingga hampir menutupi jangkar.
Pantai Hingga Telaga Cemara Memperindah Kampung Holmafen
Hamparan pohon kelapa menghiasi sepanjang pantai Holmafen, pantai panjang yang indah menjadi pilihan anak-anak Kampung Holmafen berenang di waktu siang.
Dibalik keindahan pantai, terdapat sebuah telaga dengan hamparan pohon cemara yang begitu sejuk nan indah. Telaga tersebut berada bersebelahan dengan pantai Holmafen.
Selain pantai, Telaga Cemara juga menjadi pilihan wisata yang menarik untuk di kunjungi.
“Biasa orang datang kadang sampai 200 lebih pengunjung tapi masih pengunjung lokal (dalam Kabupaten Sarmi),” jelas Dorkas Biranggua seorang pengelola tempat wisata Telaga Cemara.
Untuk berwisata di Telaga Cemara yang dikelola oleh masyarakat sekitar, telah disiapkan beberapa pondok yang dibanderol dengan harga Rp50 ribu satu pondoknya. Sementara biaya masuk ke dalam telaga Rp10 ribu-an.
Didalam telaga panjang tersebut pula tersimpan banyak potensi yang juga bisa menjadi pilihan masyarakat sekitar mencari ikan dan bia (kerang).
“Disini bisa untuk camping juga, bisa mancing-mancing juga,” ujarnya.
Ia berharap tempat wisata yang ada di Kampung Holmafen tersebut bisa diperhatikan pemerintah lebih baik lagi. Agar tidak hanya pengunjung dari dalam Kabupaten Sarmi saja, namun juga bisa dikembangkan untuk lebih diperkenalkan ke luar Kabupaten Sarmi.
Akses untuk menuju ke Kabupaten Sarmi, bisa menggunakan tiga jenis transportasi yaitu Jalan darat menggunakan mobil atau motor, Pesawat Terbang, dan jalur laut dari Kabupaten Jayapura maupun kota Jayapura.
Misalnya jika kita memilih untuk jalan darat dengan menggunakan kendaraan roda empat waktu yang kita tempuh sekitar 5 hingga 6 jam dari Kota Sentani, Kabupaten Jayapura.
Sementara jika memilih menggunakan jalur udara, hanya ada satu pesawat yang melayani penumpang yakni pesawat Susi Air dengan pelayanan hanya hari Sabtu.
“Setiap hari Sabtu lancar, tiket dari Jayapura ke Sarmi sekitar Rp396 ribu, memang kalau mau booking harus jauh-jauh hari karena seatnya terbatas,” jelas Wendy Repasi selaku teknisi Bandara Mararena Kabupaten Sarmi.
Dengan akses transportasi yang cukup sulit, membuat masyarakat memiliki kerinduan agar tempat wisata yang di kota Sarmi bisa diperhatikan melalui transportasi.
“Kalau transportasi nya baik pasti banyak orang akan ingin datang ke sini,” kata Dorkas Biranggua.
Sulitnya Transportasi Untuk Sekolah dan ke Pasar
Kampung Holmafen terdapat dua Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sekitar 435.
Mata pencarian masyarakat di Holmafen sehari-hari adalah bertani, nelayan, menjual kelapa, dan buruh sedot pasir.
“Kalau melaut dapat ikan kalau pas-pasan berarti untuk dimakan, kalau lebih yah di jual tapi tidak dibawa ke pasar, masyarakat biasa gantung saja didepan jalan,” Kata Kepala Kampung Holmafen, Marsel Biranggua.
Di Holmafen, hanya ada satu TK/Paud dan satu Sekolah Dasar (SD). TK juga merupakan hasil swadaya masyarakat yang dinamai TK Ora Et Labora yang dikelola oleh gereja. Sementara SD merupakan SD Inpres.
Karena tidak ada SMP dan SMA, anak-anak yang sudah lulus dari SD harus mendaftarkan diri di Kampung Sewan dengan jarak dari Holmafen sekitar 1 jam perjalanan.
Sementara untuk SMA maupun SMK anak-anak harus bersekolah di daerah pusat kota Sarmi.
Untuk mencapai lokasi-lokasi sekolah tersebut, anak-anak menggunakan kendaraan motor maupun mobil.
Sayangnya, anak sekolah kesulitan transportasi ke sekolah, tidak ada taksi, bahkan tak ada bus pemerintah untuk membantu mereka.
“Biasanya anak-anak kalau mau ke sekolah memang kewalahan kendaraan, ada kendaraan kalau ada uang nebeng mobil, kalau tidak ada yah tidak sekolah bisa dua hari tiga hari,” katanya.
Marsel mengatakan selama ini untuk menempuh perjalanan ke sekolah anak-anak mencari solusi sendiri.
“,Kendaraan paling orang tua yang punya motor yah, kalau tidak tunggu truk saja, ada kalanya mereka terlambat sekolah jam yang ditentukan tapi guru juga biasa mengerti,” katanya.
Selain anak sekolah, ibu-ibu yang mau berjualan di pasar juga kewalahan karena tidak ada transportasi.
“Masyarakat yang sehari hari mau bawa jualan untuk garam vetsin terkendala juga, biasa ada orang amber (pendatang) punya mobil yang angkut-angkut pedagang tapi kalau full yah angkat tangan saja, mama-mama tidak bisa pergi jualan, makanya jualan ibu-ibu biasanya tinggal saja, ada yang sampai rusak karena tidak dijual,” katanya.
Para ibu-ibu juga harus menunggu kendaraan untuk ke pasar sejak pukul 03.00 WIT karena mengejar kendaraan jangan sampai penuh dan menyebabkan mereka tidak bisa berjualan. Dan harus tiba di pasar Sarmi pada pukul 06.00 WIT, jika sudah lewat maka akan kesulitan pembeli.
Diakui, masyarakat di Kampung Holmafen sangat bersemangat bertani seperti
menanam ubi, pisang, petatas, keladi, sirih, pinang, dan sayuran, namun hasil kebun tersebut tidak bisa dijual dalam jumlah banyak.
“Jadi bingung mau jual kemana, ke pasar juga laku sedikit, jadi hanya tanam untuk konsumsi saja sehari-hari,” jelasnya.
Kampung Holmafen memang sudah memiliki kemajuan, kata Marsel seperti jalan yang sudah aspal, kemudian listrik yang sudah menyala 24 jam, dan akses air bersih yang cukup.
Namun yang masih menjadi kendala adalah transportasi, pengembangan ekonomi dan pariwisata.
Dengan kondisi seperti itu, ia juga mencoba membantu semampunya menggunakan dana desa senilai Rp755 juta lebih yang dicairkan dalam tiga tahap.
Dana desa tersebut digunakan untuk membantu pendidikan dimana semua anak sekolah yang tinggal di Holmafen diberikan bantuan pendidikan per siswa Rp250 ribu yang diterima bertahap selama tiga kali dalam satu tahun.
“Jadi itu dibagi langsung ke anak dari Paud sampai ke tingkat SMA, semoga bisa sedikit meringankan beban mereka, meskipun bantuan hanya sedikit,” katanya.
Selain itu pihaknya juga rutin memberikan makanan tambahan dan obat-obatan untuk menunjang kesehatan di Kampung Holmafen. Dalam tahun ini pihaknya juga sudah mulai memasang lampu jalan untuk menerangi sepanjang jalan Holmafen yang direncanakan akan dipasang hingga menuju ke Telaga Cemara Holmafen. (Redaksi)