Hukum Kriminal · 6 Jun 2024 23:14 WIT

Masyarakat Adat Knasaimos Terima SK Pengakuan Wilayah Adat dari Bupati Sorong Selatan


Ketua Dewan Persekutuan Masyarakat Adat Fredik Sagisolo (kedua kiri) didampingi Greenpeace Global Head of Indonesian Forest Campaign (kedua kanan), Petugas Bentara Papua Syafril (kiri) saat memegang surat keputusan saat mereka merayakannya dalam upacara di Teminabuan, Selatan Sorong, Papua Barat Daya. Masyarakat Adat Tehit-Knasaimos mempunyai hak atas tanah adat mereka yang diakui oleh hukum Indonesia. Keputusan tersebut dikeluarkan Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua Barat Daya.Sumber foto: Greenpeace Indonesia Perbesar

Ketua Dewan Persekutuan Masyarakat Adat Fredik Sagisolo (kedua kiri) didampingi Greenpeace Global Head of Indonesian Forest Campaign (kedua kanan), Petugas Bentara Papua Syafril (kiri) saat memegang surat keputusan saat mereka merayakannya dalam upacara di Teminabuan, Selatan Sorong, Papua Barat Daya. Masyarakat Adat Tehit-Knasaimos mempunyai hak atas tanah adat mereka yang diakui oleh hukum Indonesia. Keputusan tersebut dikeluarkan Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua Barat Daya.Sumber foto: Greenpeace Indonesia

SEHARI setelah peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia–yang jatuh pada 5 Juni, masyarakat Knasaimos menerima surat keputusan pengakuan wilayah adat dari Bupati Sorong Selatan. 

Warkat yang telah dinantikan ini mengakui wilayah adat Knasaimos seluas 97.441 hektare, yang membentang di dua distrik yakni Distrik Saifi dan Seremuk. Sebagai perbandingan, wilayah adat ini lebih besar dari Provinsi DKI Jakarta yang luasnya 66.150 hektare.

Acara penyerahan tersebut berlangsung di kantor Sekretariat Panitia Masyarakat Hukum Adat Sorong Selatan di Teminabuan, Sorong Selatan, Papua Barat Daya, Kamis(6/6/2024).

Mewakili Bupati Sorong Selatan Samsudin Anggiluli, proses tersebut dilakukan oleh Sekretaris Daerah Sorong Selatan Dance Nauw. Turut hadie para perwakilan masyarakat Knasaimos menghadiri gelaran pemberian Surat Keputusan (SK) dengan mengenakan busana adat.

“Tanah ini sejak dahulu milik kami, hak kesulungan kami, diwariskan oleh para leluhur, dan akan menjadi masa depan anak-cucu kami. Namun, pengakuan wilayah adat penting untuk memberikan kepastian hukum bagi kami masyarakat adat. Kami berharap, kepastian hukum ini bisa memperkuat benteng pertahanan kami untuk menjaga hutan dan wilayah adat dari ancaman investasi yang merugikan masyarakat adat dan Tanah Papua,” Ketua Dewan Persekutuan Masyarakat Adat Knasaimos, kata Fredrik Sagisolo.

Sekretaris Daerah Sorong Selatan Dance Nauw dalam sambutannya menyampaikan SK ini bukan sekadar dokumen administratif, tapi bentuk penghormatan dan pengakuan atas eksistensi dan peran penting masyarakat adat menjaga kelestarian lingkungan dan budaya lokal. Pengakuan wilayah adat ini juga disebutnya sebagai tonggak sejarah dan bukti kepedulian terhadap masyarakat.

“Pengakuan ini menunjukkan kepada masyarakat setempat dan pemerintah pusat, bahwa komitmen untuk melindungi lingkungan serta memastikan martabat dan kesejahteraan masyarakat adat berjalan beriringan. Kami berharap pengakuan ini dapat memperkuat semangat gotong royong dan kebersamaan dalam mengelola wilayah adat demi kesejahteraan bersama,” kata Sekda Dance Nauw.

Ketua Dewan Persekutuan Masyarakat Adat Fredik Sagisolo (kanan) memegang surat keputusan saat merayakan upacara di Teminabuan, Sorong Selatan, Papua Barat Daya. Masyarakat Adat Tehit-Knasaimos mempunyai hak atas tanah adat mereka yang diakui oleh hukum Indonesia. Keputusan tersebut dikeluarkan Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua Barat Daya pada 6 Juni 2024. Sumber Foto: Greenpeace Indonesia

Selain untuk masyarakat Knasaimos, Bupati Sorong Selatan juga meneken SK pengakuan serupa bagi masyarakat adat di Distrik Konda.

Dalam dua dekade terakhir, masyarakat Knasaimos telah berjuang untuk melindungi tanah dan hutan adat mereka dari eksploitasi oleh pihak luar. Ketika pembalak kayu merbau dan perusahaan sawit menyasar wilayah mereka, orang Knasaimos gigih menolak.

Beberapa bentuk kegigihan perjuangan Knasaimos antara lain melalui pemetaan wilayah adat, mengolah sagu untuk dijual sebagai wujud kemandirian dari sisi pangan dan ekonomi, hingga mendaftarkan pengakuan wilayah adat ke Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan–yang keputusannya mereka dapatkan hari ini.

“Masyarakat adat, khususnya perempuan adat, hidup dalam ketergantungan dengan alam. Hutan adat merupakan identitas, kebun, dan apotek bagi perempuan Knasaimos. Para mama mengambil sayur, obat-obatan alami, hingga sagu yang mereka olah untuk makan keluarga serta dijual–hasilnya untuk mengirim anak-anak ke bangku sekolah. Dengan pengakuan ini, kami berharap masyarakat dapat mengelola tanah adat, memperoleh manfaat, dan hidup dengan kearifan lokal yang dimiliki tanpa harus menjual tanah dan kehilangan hutan,” ucap Duketini Maria Youwe dari Bentara Papua.

Pengakuan wilayah adat sebenarnya bukan kabar baik pertama untuk masyarakat Knasaimos. Pada 2016, masyarakat adat Knasaimos mendapatkan surat keputusan penetapan hutan desa/kampung dari Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, disusul hak kelola hutan desa/kampung tiga tahun kemudian.

Sekretaris Daerah Sorong Selatan Dance Nauw (kedua kiri) menyerahkan surat keputusan kepada Ketua Dewan Persekutuan Masyarakat Adat Fredik Sagisolo (kedua kanan) dalam upacara di Teminabuan, Sorong Selatan, Papua Barat Daya. Masyarakat Adat Tehit-Knasaimos mempunyai hak atas tanah adat mereka yang diakui oleh hukum Indonesia. Keputusan tersebut dikeluarkan Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua Barat Daya pada 6 Juni 2024. Sumber Foto: Greenpeace Indonesia

Di sisi lain, cerita Knasaimos ini menunjukkan bahwa masyarakat adat masih harus berjuang keras agar hak-hak mereka diakui dan dihormati. Masyarakat adat khususnya di Tanah Papua terus mengalami ancaman perampasan hutan adat, seperti yang kini dialami masyarakat adat Awyu di Boven Digoel dan memicu kampanye #AllEyesOnPapua di media sosial. Padahal, konstitusi telah menjamin keberadaan dan hak-hak masyarakat adat.

“Masyarakat Adat Knasaimos saat ini menikmati hasil perjuangan panjang mereka, tetapi masih banyak masyarakat adat lainnya di Tanah Papua dan di seluruh Tanah Air, yang telah kehilangan tanah, hutan, dan keanekaragaman hayati mereka secara permanen karena pemerintah menyerahkannya untuk kepentingan perusahaan,” kata Amos Sumbung, Juru Kampanye Hutan Papua Greenpeace Indonesia.

“Pengakuan masyarakat adat seharusnya tak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah seperti di Sorong Selatan ini, tapi juga oleh pemerintah pusat. Presiden dan DPR harus segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang sudah lebih dari 10 tahun tak kunjung diselesaikan. Kami tak akan berhenti berjuang sampai ada pengakuan dan pelindungan penuh untuk masyarakat adat di Tanah Papua,” pungkasnya.

Berikan Komentar
Artikel ini telah dibaca 55 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Pihak Keamanan Petakan Pendistribusian Logistik Pemilu Didaerah Rawan

19 November 2024 - 15:11 WIT

286 Personil Gabungan Amankan Jalannya Debat Publik Putaran Dua

19 November 2024 - 14:57 WIT

Sulap Jadi Plat Hitam, Motor Dinas Dijadikan Sebagai Motor Ojek

16 November 2024 - 21:17 WIT

Gegara Belum Dibayarkan, Sopir dan Tukang Ojek Datangi Sekretariat Pemenangan Paslon Gubernur

15 November 2024 - 20:06 WIT

700 Liter Sopi Tanpa Pemilik Dimusnahkan Polisi di Mimika

14 November 2024 - 06:12 WIT

Polisi di Mimika Musnahkan Sabu-sabu Senilai Rp60 Juta

14 November 2024 - 06:04 WIT

Trending di Hukum Kriminal