‘DOTO VIOLIN‘, begitu nama yang akrab disapa untuk seorang Filemon Ondoafo seorang pengamen biola asli Papua.
Pemuda asal Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura ini memilih menjadi pengamen biola untuk memberikan inspirasi dan memperkenalkan musik biola bagi anak-anak Papua.
Filemon memang memiliki latar belakang pemusik sebab ia belajar mengenai musik dan menghabiskan masa kuliahnya di Institut Wesley Jakarta.
Menghabiskan 7 tahun kuliah di Jakarta, Filemon menekuni Piano Klasik. Sembari menekuni piano klasik di bangku kuliah, Filemon juga sekedar mencoba alat musik saxophone pada tahun 2015 ketika diajak oleh temannya.
“Jadi teman ajak lalu saya coba tiup tidak bisa, sa coba selama dua minggu tapi tidak bunyi juga,” canda Filemon.
Filemon juga sempat mencoba alat musik biola untuk mengisi waktu.
“Ada ade bawa biola jadi saya coba belajar. Ternyata saya cepat tangkap, nah jadi tahun 2015 itu awal mula saya belajar biola dari ade yang juga musisi jalanan seperti saya tapi dia biasa di Sentani,” cerita pria kelahiran 17 Maret 1992 ini.
Tahun 2019, Filemon menyelesaikan kuliahnya dan pulang ke Jayapura.
Sayangnya, ilmu yang ditekuni selama masa kuliah yakni Piano Klasik sepertinya tidak menjanjikan di Papua.
“Saya punya ilmu yang saya dapat untuk piano klasik ini saya pikir disini tidak ada guna begitu, artinya peminat nya kurang, jadi dari tahun 2019 itulah saya mencoba untuk mendalami biola, main, pelayanan di gereja, dibolehkan untuk main biola di gereja, walaupun main tidak terlalu lincah tapi sudah bisa tampil begitu,” ungkapnya.
Karena lebih sering tampil dengan memainkan biola, Filemon mulai serius berlatih biola.
“Nah semua berawal dari gereja akhirnya saya main biola sekitar tahun 2019-2020,” ungkapnya.
Mulai Mengamen
Tahun 2019-2020 covid sementara melanda dunia. Filemon juga tak kunjung mendapatkan pekerjaan.
Akhirnya, ia mulai memikirkan apa yang harus dilakukan untuk menghasilkan uang melalui musik di situasi Covid 19 saat itu.
“Saya coba mencari kerja sampingan lah.. Akhirnya saya beralih ke mengamen, mengamen di jalan,” ungkapnya.
Putra dari bapak Asaria Ondoafo dan mama Salomina Demena yang merupakan pendeta ini berusaha mandiri melalui bakat musiknya. Filemon tekun menjadi musisi jalanan. Mengamen di seputaran Abepura, Jayapura, Papua, seperti di pinggir jalan, bahkan di beberapa toko sekitarnya.
“Awalnya memang rasa malu, rasa macam bagaimana begitu. Tapi bagaimanapun juga rasa itu harus sa buang, rasa malu itu, harus sa buang untuk menghasilkan uang. Jadi sampai sekarang saya terus bermain biola,” ungkapnya.
Dilihat Sebelah Mata Menjadi Motivasi
Awal memulai menjadi pengamen biola, banyak mata yang memandang seolah-olah mengisyaratkan Filemon seperti orang yang aneh karena menjadi hal baru bagi masyarakat khususnya orang Papua.
Namun, itu tak menyurutkan semangatnya untuk terus berkarya dan menjadikan hal tersebut sebagai motivasi untuk terus bermain biola di jalanan.
Ia juga pernah mengalami penolakan-penolakan namun tak sedikit juga yang merasa bangga dengan Filemon yang tidak merasa minder menjadi seorang pengamen biola.
“Bahkan ada anak-anak muda mereka senang mereka duduk datang foto dan lainnya, saya biarkan saja, supaya mereka melihat dan terinspirasi begitu,” ujarnya.
Hal ini bukan saja untuk mendapatkan penghasilan, namun ada maksud yang tersirat dalam benak Filemon. Yakni bisa menjadi motivasi bagi anak muda Papua bahwa anak Papua juga bisa.
“Jadi tujuan saya juga kesitu. Karena ada satu pengalaman ada mama Papua datang lalu bilang anak mama juga ingin mama punya anak bisa main biola, jadi saya percaya bisa jadi motivasi bagi orang lain untuk belajar, dan saya bisa jelaskan ke mama tentang alat musik biola supaya mama bisa bagikan ke anaknya,” katanya.
Semakin sering mengamen, banyak orang yang datang dan bertanya mengenai alat musik biola yang sering dianggap alat musik yang mahal. Sehingga Filemon membantu memberikan informasi bahwa alat musik tersebut ada pula yang harganya terjangkau dan mudah untuk berlatih sampai bisa.
“Jadi saya sering sampaikan alat musik ini tidak susah asal mau serius untuk latihan. Nah itu yang buat saya terinspirasi sampai sekarang tetap memilih main biola di jalanan supaya kitong punya generasi Papua yang muda-muda ni mereka lihat begitu, dan untuk mereka bisa terinspirasi,” ungkapnya.
Ingin Punya Modal Untuk Buat Pelatihan Bagi Anak Jalanan
Filemon terus berusaha mengembangkan bakat musiknya. Selain menjadi pengamen, ia juga sering dipercayakan untuk mengisi berbagai acara baik di lingkungan sekolah bahkan di sejumlah hotel.
Ia ingin terus menggaungkan bahwa anak Papua bisa berdiri dimana saja melalui musik. Bahkan Filemon juga memiliki mimpi yang mulia.
Karena sering didatangi anak-anak jalanan dan penasaran ingin belajar biola, ia ingin memiliki modal untuk membuka kursus gratis bagi anak-anak jalanan, sehingga ia terus berusaha bekerja keras.
“Dari situ saya ada rencana kedepan bisa buka kursus untuk anak-anak jalanan, anak-anak yang kerja sebagai tukang parkir dan lainnya. Karena selalu mereka tanya dan ingin saya ajarkan mereka. Jadi saya ingin ada kelas dan tambahan alat agar bisa mengajar mereka,” katanya.
Selain itu ia juga sempat dipercayakan membawakan musik biola di salah satu rumah produksi milik anak Papua yakni Epo D’Fenomeno. Dimana Filemon memainkan instrumen lagu ‘Ya Sudah’ yang ditonton 7,7 ribu kali.
“Pengalaman saya bertambah juga salah satunya di sana (Rum Fararur Production) Saya bangga dengan Epo karena dia sosok orang Papua yang bisa menghidupkan orang Papua yang lain,” kata Filemon.
Pesan Pemain Biola Jalanan
Filemon menuturkan, semua anak Papua pasti bisa mandiri.
Ia juga berpesan agar anak-anak Papua harus menunjukan prestasinya tanpa harus mengharapkan pemerintah.
” Jadi pesan saya mungkin, untuk generasi muda yang masi kuliah begitu, jang terlalu berharap sama pemerintah. Kitong anak-anak Papua punya banyak ide yang bisa kitong lakukan untuk menghasilkan uang juga, tidak hanya dari pemerintah,” ujarnya.
Salah satu ide-ide yang bisa dikembangkan kata Filemon adalah melalui bakat dan talenta.
“Jadi kalau bisa menghasilkan uang dari situ kenapa kita harus menunggu pemerintah lagi. Kita harus bergerak, nanti pemerintah yang lihat sendiri, Ini dia berbakat, ambil dia, misalnya dari situ juga,” ungkapnya.
Sama halnya misalnya anak Papua juga bisa menjadi pengusaha berdiri diatas kaki sendiri.
“Intinya, jika memang tidak mau bergantung sama pemerintah, harus punya planning kedepan, kedepannya harus usaha apa, buat apa. Jadi kan mungkin tidak selamanya saya jadi pemain biola jalanan. Artinya saya punya rencana kedepan, punya usaha lain lagi yang tentu menghasilkan,” pungkasnya.
Penulis: Kristin Rejang