Menu

Mode Gelap

Pemerintahan ยท 7 Sep 2025 22:00 WIT

Theo Hesegem:Pelanggaran HAM Hingga Operasi Militer -Tanah Papua Tak Ada Ketenangan


Theo Hesegem Perbesar

Theo Hesegem

๐—ง๐—ฎ๐—ป๐—ฎ๐—ต ๐—ฃ๐—ฎ๐—ฝ๐˜‚๐—ฎ ๐—ถ๐—ฏ๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐˜ ๐—ฑ๐—ถ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐˜€ ๐—ฑ๐—ฎ๐˜‚๐—ป ๐˜๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐˜€ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—ด๐—ฒ๐—น๐—ผ๐—บ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—ฎ๐—ถ๐—ฟ ๐—ฑ๐—ถ ๐—น๐—ฎ๐˜‚๐˜. ๐—ข๐—ฟ๐—ฎ๐—ป๐—ด-๐—ผ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—ฃ๐—ฎ๐—ฝ๐˜‚๐—ฎ ๐—ฑ๐—ถ๐—ผ๐—บ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป๐—ด-๐—ฎ๐—บ๐—ฏ๐—ถ๐—ป๐—ด๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป be๐—ฟ๐—ฏ๐—ฎ๐—ด๐—ฎ๐—ถ ๐—ถ๐˜€๐˜‚ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—ธ๐—ฒ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐˜๐—ถ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป, ๐˜€๐—ฒ๐—ต๐—ถ๐—ป๐—ด๐—ด๐—ฎ ๐—บ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฒ๐—ธ๐—ฎ ๐˜๐—ถ๐—ฑ๐—ฎ๐—ธ ๐—ฏ๐—ถ๐˜€๐—ฎ ๐—ต๐—ถ๐—ฑ๐˜‚๐—ฝ ๐˜๐—ฒ๐—ป๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—ฑ๐—ถ ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐˜€ ๐˜๐—ฎ๐—ป๐—ฎ๐—ต๐—ป๐˜†๐—ฎ ๐˜€๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ถ๐—ฟ๐—ถย 

Begitu awal rilis dari dari ๐—ง๐—ต๐—ฒ๐—ผ ๐—›๐—ฒ๐˜€๐—ฒ๐—ด๐—ฒ๐—บ seorang ๐—”๐—ธ๐˜๐—ถ๐˜ƒ๐—ถ๐˜€ ๐—›๐—ฎ๐—บ ๐—ฃ๐—ฎ๐—ฝ๐˜‚๐—ฎ & ๐——๐—ถ๐—ฟ๐—ฒ๐—ธ๐˜๐˜‚๐—ฟ ๐—ฌ๐—ž๐—ž๐— ๐—ฃ yang diterima media ini Sabtu (6/9/2025).

____________________________________

 

๐—ฃ๐—ฎ๐—ฝ๐˜‚๐—ฎ ๐—•๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐˜ ๐—ฏ๐—ฎ๐—ด๐—ถ๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ ๐—”๐˜€๐—ถ๐—ฎ ๐—ฃ๐—ฎ๐˜€๐—ถ๐—ณ๐—ถ๐—ธ

- Advertising -
- Advertising -

Theo menjelaskan, Pulau Papua Barat, terletak di Kawasan Asia Pasifik, berdekatan dengan Papua New Guinea, Timor Leste, dan Maluku.

Orang Asli Papua adalah orang Kulit hitam dan Rambut Keriting yang memiliki ras Melanesia. Mereka hidup dikawasan Pasifik.

Dikatakan, sejarah mencatat bahwa Pulau Papua bukan bagian dari Indonesia. Hal itu telah terjadi dan tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa Papua Barat.

Theo menjelaskan sebelum Tanah Papua diambil alih oleh Indonesia pada tahun 1963, Papua Barat mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1 Desember 1961.

Theo mengungkapkan, pulau yang memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah dan kini direbut oleh Pemerintah Indonesia, dibawah kekuasaan Presiden Ir. Soekarno dan M. Hatta dengan cara yang manipulatif, militeristik dan monopoli.

Ia juga menyinggung terkait Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada tahun 1969 yang kata Theo militeristik dan cacat hukum internasional.

Dijelaskan, Orang-orang tua dari Gunung yang pernah ikut bergabung dalam pelaksanaan Pepera pada tahun 1969, seperti Aligat Hesegem, Sakius Wenda, Amuli Matuan dan beberapa yang lainnya.

“Mereka selalu menjelaskan kepada kami bahwa pada waktu pelaksanaan PEPERA banyak janji-janji dan terjadi manipulasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, Belanda, Amerika dan UNTEA (Sekarang PBB), dan semua terjadi hanya kepentingan mereka,” ungkapnya.

Waktu itu juga, kata dia OAP dijanjikan akan dibangunkan Rumah Sehat, diberikan senter, Radio dan beberapa barang lainnya.

Waktu itu kata Theo, orang tua tidak pernah berpikir dibalik pelaksanaan PEPERA dengan banyak rekayasa dan kepentingan yang dilakukan Pemerintah Indonesia, Belanda, Amerika di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa

“Karena pelaksanaan PEPERA 1969 dilakukan di bawah tekanan, sehingga orang-orang tua merespon bergabung dengan Bangsa Indonesia,” ujarnya.

Dijelaskan para pelaku PEPERA terpancing dengan iming-iming dan janji-janji kosong yang dilontarkan Pemerintah Indonesia, Belanda dan Amerika, Sehingga mereka mengikuti.

“Semua dilakukan Demi kepentingan Pemerintah Indonesia, Amerikan dan Belanda. Setelah tanah Papua yang terletak di kawasan Asia Pasifik direbut, Pulau Papua diambil dan dijadikanย Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkapnya.

Dikatakan, Pulau Papua Barat ‘Dicaplok’ oleh Indonesia hingga kini tapi masa depan hidup orang-orangnya diabaikan.

“Orang Papua di jadikan sebagai golongan orang yang paling termiskin di dunia wilayah Indonesia Timur. Padahal orang Papua memiliki Sumber Daya Alam yang sangat kaya seperti Freeport Indonesia, Migas,ย ย Sawit, Uranium, Nikel dan masih banyak lainnya,” ungkapnya.

Kemiskinan itu kata dia terjadi Sejak tahun 1969 ketika PEPERA dilakukan secara tidak demokratis.

“Orang Asli Papua merasa tidak punya apa-apa, karena memang hidupnya dimiskinkan.Lama-lama kemiskinan bagi orang Papua terus meningkat, hak-haknya sebagai warga negara tidak diperhatikan oleh negara dan masyarakat Papua dijadikan sebagi lahan bisnis bagi Pemerintah Indonesia dan dunia,” ungkapnya.

Setelah itu, negara Indonesia mencadangkan program transmigrasi, di seluruh Indonesia termasuk Papua Barat, kemudian terjadi pengiriman orang-orang transmigrasi secara besar-besaran di Tanah Papua.

“Pengiriman Transmigrasi di tanah Papua merupakan politik kependudukan. Perebutan pulau Papua, oleh pemerintah melalui pengawasan PBB, hanya dengan kepentingan Sumber Daya Alam dan ekonomi bagi Bangsa Indonesia,” ujarnya.

๐—ž๐—ผ๐—ฟ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป P๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ด๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป ๐—›๐—”๐—  ๐—ฑ๐—ถ ๐—ฃ๐—ฎ๐—ฝ๐˜‚๐—ฎ M๐—ฒ๐—ป๐—ถ๐—ป๐—ด๐—ธ๐—ฎ๐˜ S๐—ถ๐—ด๐—ป๐—ถ๐—ณ๐—ถ๐—ธ๐—ฎ๐—ป.

Theo mengungkapkan, dari tahun ke tahun, dan dari Presiden ke Presiden, situasi di pulau Papua tak berubah. Pelanggaran HAM tetap meningkat.

Eskalasi kekerasan dari aparat TNI dan TPNPB meningkat, masyarakat sipil meninggal di mana-manaย ย di berbagai daerah di Papua. Gelombang Pengungsi membanjiri berbagai kota di Tanah Papua akibat Operasi militer.

“Kebebasan orang Asli Papua terancam, Hak kebebasan mulai dipersempit atas kehadiran aparat militer di mana-mana di Papua, setiap mobil yang melintasi di periksa,” katanya.

Dikelaskan, pelanggaran HAM terjadi sejak tahun 1969, hingga sekarang kekerasan pelanggaran HAM di tanah Papua justru meningkat, dugaan pelanggaran Ham menjadi sorotan masyarakat Internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

“Sorotan masyarakat Internasional, tentang situasi Hak Asasi Manusia di tanah Papua Barat, cukup tajam mereka selalu melontarkan dalam bentuk surat dan pertanyaan-pertanyaan melalui Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan menyurat kepada presiden sebagai kepala Negaraย ย dan pengambil kebijakan lainnya di Indonesia,” ungkapnya.

Namun sayangnya kata Theo, Pemerintah Indonesia selalu gagal menjawab dengan jujur. Dan selalu mengatakan situasi hak asasi manusia di Papua baik-baik saja.

“Seharusnya pemerintah Indonesiaย ย menyampaikan dengan jujur sesuai dengan Fakta yang terjadi di Papua Barat, karena era saat ini adalah dunia digital, bukan saatnya untuk melakukan pembohongan,” ujarnya.

Menurutnya pembohongan sudah berakar dan bertumbuh dalam di Negara Indonesi, sehingga selalu menutupi kesalahan, dan tidak mau mengakui dengan jujur terhadap buruknya situasi Pelanggaran Ham di Tanah Papua.

“Kalau pembohongan sudah mulai berakar dan bertumbuh, pemerintah selalu akanย ย membangun isu Hoax terhadap masyarakat Internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),” ungkapnya.

Dikatakan, pemerintah tidak pernah belajar menyampaikan dengan jujur, terbuka, dan transparan kepada Masyarakat internasional dan rakyatnya sendiri atas kesalahan dan perlakuannya.

“Ini adalah pemerintahan yang membangun ketidak percayaan terhadap Bangsanya sendiri dan Bangsa-bangsa di dunia lain,” ucapnya.

๐—ฃ๐—ฒ๐—บ๐—ฒ๐—ฟ๐—ถ๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ต Ti๐—ฑ๐—ฎ๐—ธ M๐—ฎ๐—บ๐—ฝ๐˜‚ Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia dan Papua

Dikatakan, terkait penyelesaian pelanggaran ham di Indonesia, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Keppres Presiden Republik Indonesia.

Namun menurut Theo, tidak ada satu pun Keputusan Presiden (Keppres) tunggal mengenai penyelesaian HAM di Indonesia, melainkan ada beberapa peraturan terkait, sepertiย KEPPRES No. 17 Tahun 2022ย tentang pembentukan Tim Penyelesaian non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, yang kemudian ditindaklanjuti denganย INPRES No. 2 Tahun 2023ย tentang pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial tersebut, danย KEPPRES No. 4 Tahun 2023ย tentang Tim Pemantau pelaksanaan rekomendasi ini.

Keppres nomor. 17 Tahun 2022, pembentukan tim Penyelesaian non yudisial penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. “Dan ini dua bagian penting yang dicantumkan antara lain

Membentuk tim yang bertugas melakukan upaya penyelesaian non-yudisial terhadap pelanggaran HAM berat,” ujarnya.

Fokus utamanya adalah kata Theo, pemulihan hak-hak korban, bukan pencarian pelaku, yang merupakan urusan Komnas HAM dan DPR.

Dikatakan, KEPPRES No. 17 Tahun 2022, Penyelesaian non-yudisial terdata 12 Kasus komitmen mantan Presiden yang ke 7 Ir.Joko Widodo,ย ย dengan cara upaya penyelesaian non-yudisial terhadap pelanggaran ham berat, dan berfokus pada pemulihan hak-hak korban, bukan pencari pelaku yang merupakan urusan Komnas Ham dan DPRD.

Dalam Keppres yang dimaksud telah terdata sebayak 12 Kasus pelanggaran ham berat, di seluruh Indonesia. Untukย ย Papua Kasus Pembobolan Gudang senjata di kodim Wamena, 4 April Papua 2003 dan Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002 (Lebih lengkap bisa buka link berikut ini, https://www.tempo.co Inilah 12 Pelanggaran HAM Berat yang Diakui Presiden Jokowi).

“Namun kasus-kasus ini berjalan di tempat, pemerintah telah menyentuh kulit, tidak menyentuh jantung. Sehingga proses penyelesaiannya tidak dengan sepenuh hati,” ujarnya.

Pemerintah juga kata dia mengalami kesulitan dan tidak menyentuh jantung, dan tidak ada solusi penyelesaiannya. Karena Keluarga korban dan korban yang lain, tidak pernah sepakatย ย dan tidak mau menyelesaikan pelanggaran ham dengan mekanisme non-yudisial, mereka mau supaya penyelesaian pelanggaran ham dengan mekanisme politik, bukan mekanisme penyelesaian non-yudisial.

“Sehingga Pemerintah Indonesia di bawah Pemerintahan Joko Widodo, sangat berhati-hati menyentuh penyelesaian Pelanggaran Ham dengan mekanisme politik, karena tuntutannya sangat kuat, bahkan kasus Wamena keluarga telah menyampaikan sikap pernyataan tertulis yang diberikan kepada TIM PP-HAM. Kini sampai saat ini, tidak ada tanda-tanda penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia,” tuturnya.

๐—ฃ๐—ฎ๐—ฝ๐˜‚๐—ฎ S๐—ฒ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป๐—ด Terjadi O๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฎ๐˜€๐—ถ M๐—ถ๐—น๐—ถ๐˜๐—ฒ๐—ฟ S๐—ฒ๐—ฐ๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ B๐—ฒ๐˜€๐—ฎ๐—ฟ-๐—ฏ๐—ฒ๐˜€๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป.

Pulau Papua Barat, adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, wilayah di Indonesia timur. Wilayah tersebut kata Theo kini sedang terjadi Operasi militer dengan skala besar.

Setelah kejadian, pada 2 Desember 2018, pembantaian terhadap 17 karyawan PT Istaka Karya, yang dilakukan Kodap III Ndugama-Darakma dibawah pimpinan Panglima Jendral Egianus Kogoya dan anak buahnya, Theo mengatakan Pemerintah Indonesia sampaikan operasi di Nduga akan dilakukan operasi penegakan hukum, dan pendekatan Humanis.

“Setelah Pemerintah Indonesia, ganti Nama TPNPB-OPM menjadi TERORIS versi Indonesia, status penegakan hukum dan pendekatan Humanis berubah menjadi Operasi militer dan pendekatan pun, pendeta militer, sehingga pasukan non organik terus di kirim di seluruh tanah Papua. Ketidakmampuan mantan Presiden Joko Widodo, ia terus mengirimย ย pasukan non organik,” ujarnya.

Theo mengungkapkan, setelah Prabowo Subianto terpilih menjadi Presiden pasukan non organik masih saja terus dikirim.

“Upaya pengiriman pasukan elit, di Papua, pemerintah punya rahasia terselubung, membumi hanguskan TPNPB-OPM dari tanah Papua, karena dianggap melawan Negara, dan Papua adalahย ย bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.

Namun kata Theo Rencana terselubung yang dimaksud, tidak berhasil dan gagal selama 7 Tahun sejak operasi militer di Nduga pada tahun 2018-2025.

Dikatakan, rencana Pemerintah Indonesia, membumi hanguskan, TPNPB dari tanah Papua, namun tidak membuahkan hasil, TPNPB-OPM masih eksis berjuang untuk menentukan nasib sendiri, sekalipun pandangan Pemerintah Indonesia dan TNI/POLRI, TPNPB di Tanah Papua hanya segelintir orang saja, dan bisa membumi hanguskan dengan sekejap saja.

“Namun perjuangan mereka menjadi pesat, kuat dan semakin kokoh, mereka tidakย menyerah, sekalipun Pemerintah Indonesia memiliki kekuatan dan alat perang yang cukup canggih,” kata Theo.

“Selama ini, saya ikuti pernyataan TPNPB bahwa, pemerintah mau kirim pasukan model apapun silakan saja di kirim, kami siap berhadapan. Pernyataan ini selalu saja diungkapkan oleh pasukan TPNPB, mereka tidak pernah membuat dan menyatakan pernyataan mundur,” sambungnya.

Menurutnya, kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak bijaksana dan tidak mampuย menyelesaikan akar masalah di tanah Papua, sehingga menghadirkan TNI/Polri dengan kekuatan yang besar di tanah Papua.

“Dengan tujuan menghabiskan TPNPB Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat. Sedangkan Pemerintah tidak melihat ratusan anggota TNI/Polri juga jadi korban,” kata Theo.

๐—ฃ๐—ผ๐˜€-๐—ฝ๐—ผ๐˜€ ๐—ง๐—ก๐—œ Dibangun Dimana-mana

Untuk Operasi militer di tanah Papua, saat ini kata Theo, TNI mulai membangun pos di mana-mana, bahkan kata Theo tanpa sepengetahuan dan kordinasi dengan masyarakat sebagai hak ulayat.

“Sehingga Kehadiran aparat militer di tolak dimana-mana. Namun aspirasi penolakan kehadiran aparat militer, tidak pernah di respon oleh Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten,” ungkapnya.

Masyarakat setempat juga kata dia selalu rasa takut dan mengalami trauma, atas kehadiran aparat Militer, karena masyarakat yang hendak beribadah dan berkebun selalu di ikuti dengan Camera Drone, kebebasan masyarakat untuk beraktifitas tidak rasa bebas.

“Seharusnya pemerintah dan aparat TNI melakukan tahapan penempatan anggota, sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku,” ujar Theo.

Sehingga kata dia tidak terjadi penolakan dari masyarakat setempat atasย ย kehadiran aparat TNI.

“Saya melihat di Kabupaten Jayawijaya provinsi Papua Pegunungan, di Distrik Walaik dan Distrik Ibele Kabupaten Jayawijaya, terjadi penolakan atas kehadiran aparat TNI,” ungkapnya.

Penolakan itu juga terjadi karena masyarakat yang ikut ibadah pada hari minggu di ikuti dengan Camera Drone.

“Selama ini, saya melihat tahapan pendekatan kepada masyarakat setempatย secara humanis tidak dilakukan, oleh Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Papua Pegunungan termasuk aparat militer,” kata Theo.

Ia berpendapat, tahapan sesuai prosedur, penempatan anggota militer yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.

๐—ฎ. ๐— ๐—ฒ๐—บ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป๐—ด๐˜‚๐—ป ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ฒ๐—ธ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐˜๐—ผ๐—ธ๐—ผ๐—ต-๐˜๐—ผ๐—ธ๐—ผ๐—ต ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐˜‚ ๐—บ๐—ฎ๐˜€๐˜†๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐˜ ๐˜€๐—ฒ๐˜๐—ฒ๐—บ๐—ฝ๐—ฎ๐˜ ๐˜€๐—ฒ๐—ฐ๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ ๐—ฑ๐—ฒ๐—ธ๐—ฎ๐˜

๐—ฏ. ๐—ฆ๐—ฒ๐˜๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ต ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ฒ๐—ธ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ป ๐—บ๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ธ๐˜‚๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐˜๐—ฒ๐—บ๐˜‚๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐—ฒ๐—บ๐˜‚๐—ฎ ๐—ฝ๐—ถ๐—ต๐—ฎ๐—ธ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ท๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐˜€๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—ป ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ฒ๐—บ๐—ฝ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ป ๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ด๐—ผ๐˜๐—ฎ, ๐—ธ๐—ฒ๐—ฝ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ ๐—บ๐—ฎ๐˜€๐˜†๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐˜ ๐˜€๐—ฒ๐˜๐—ฒ๐—บ๐—ฝ๐—ฎ๐˜.

๐—ฐ. ๐— ๐—ฒ๐—บ๐—ฏ๐˜‚๐—ฎ๐˜ ๐—ธ๐—ฒ๐˜€๐—ฒ๐—ฝ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ป ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฟ๐˜€๐—ฎ๐—บ๐—ฎ ๐—น๐—ฎ๐—น๐˜‚ ๐—บ๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ธ๐˜‚๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ฎ๐—ป๐—ฑ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐˜‚๐—ฟ๐—ฎ๐˜ ๐—ธ๐—ฒ๐˜€๐—ฒ๐—ฝ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ป.

๐—ฑ. ๐—ฃ๐—ฒ๐—ป๐—ฒ๐—บpa๐˜๐—ฎ๐—ป ๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ด๐—ผ๐˜๐—ฎ ๐—ง๐—ก๐—œ ๐—ฑ๐—ถ๐—น๐—ฎ๐—ธ๐˜‚๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฑ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—ฟ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐˜‚๐—ฟ๐—ฎ๐˜ ๐—ธ๐—ฒ๐˜€๐—ฒ๐—ฝ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ป.

๐—ฒ. ๐—”๐—ฝ๐—ฎ ๐—ฏ๐—ถ๐—น๐—ฎ ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐—ท๐—ฎ๐—ฑ๐—ถ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ผ๐—น๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ ๐—บ๐—ฎ๐˜€๐˜†๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐˜ ๐˜€๐—ฒ๐˜๐—ฒ๐—บ๐—ฝ๐—ฎ๐˜, ๐˜€๐—ฒ๐—ฏ๐—ฎ๐—ด๐—ฎ๐—ถ ๐—ต๐—ฎ๐—ธ ๐˜‚๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ฎ๐˜ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ฒ๐—บ๐—ฝ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ป ๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ด๐—ผ๐˜๐—ฎ ๐˜๐—ถ๐—ฑ๐—ฎ๐—ธ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐—น๐˜‚ ๐—ฑ๐—ถ๐—น๐—ฎ๐—ธ๐˜‚๐—ธ๐—ฎ๐—ป, ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—บ๐—ฒ๐—บ๐—ฏ๐˜‚๐—ฎ๐˜ ๐˜€๐˜‚๐—ฟ๐—ฎ๐˜ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐—ป๐˜†๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ฎ๐—ป ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ผ๐—น๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ป.

“Mekanisme tahapan yang saya dapat jelaskan di atas sangat penting dan harus di lalui, karena tahapan ini wajib dilalui dan sangat penting. Sering tidak melakukan tahapan tersebut, sehingga terjadi penolakan penempatan anggota,” ungkapnya.

Kadang kata dia anggota masuk menempati tanpa sepengetahuan masyarakat setempat pasti akan terjadi penolakan.

“Supaya tidak terjadi penolakan atas kehadiran Anggota TNI, maka perlu lakukan tahapan yang saya dapat jelaskan di atas. Kalau itu yang dilakukan lalu menjelaskan alasan penempatan, Anggota TNI saya yakin masyarakat juga paham dan mengerti,” ujarnya.

Karena kata dia, tidak melakukan tahapan pendekatan kehadiran aparat TNI kepada masyarakat setempat, sehingga terjadi penolakan besar-besaran yang dilakukan seperti masyarakat Jayawijaya, yang berlangsung pada 2 September 2025, di halaman Kantor DPRD Kabupaten Jayawijaya. Dengan ratusan datang di halaman kantor DPRD menyampaikan aspirasi penolakan kehadiran Aparatย ย militer non Organik.

๐—ฃ๐—ฒ๐—บ๐—ฒ๐—ฟ๐—ถ๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ต ๐—œ๐—ป๐—ฑ๐—ผ๐—ป๐—ฒ๐˜€๐—ถ๐—ฎ T๐—ถ๐—ฑ๐—ฎ๐—ธ M๐—ฎ๐—บ๐—ฝ๐˜‚ Selesaikan 4 A๐—ธ๐—ฎ๐—ฟ ๐—บ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—ต ๐—ฑ๐—ถ ๐—ฃ๐—ฎ๐—ฝ๐˜‚๐—ฎ ๐—•๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐˜ S๐—ฒ๐—ฐ๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ K๐—ผ๐—บ๐—ฝ๐—ฟ๐—ฒ๐—ต๐—ฒ๐—ป๐˜€๐—ถ๐—ณ

Ia juga melihat Pemerintah sebenarnya tidak mampu menyelesaikan 4 akar persoalan di Papua, dari hasil penelitian yang dilakukan LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Empat akar persoalan yang dimaksud antara lain:

1. Sejarah & Status politik Integrasi Papua ke Indonesia

2. Kekerasan pelanggaran ham, sejak 1965 yang nyaris nol ke adilan

3. Diskriminasi dan marjinalisasi Orang Papua di tanah Sendiri

4. Kegagalan Pembangunan meliputi Pendidikan, Kesehatan, & Ekonomi Rayat.

“Apa bila dari Ke empat akar persoalan yang saya jelaskan, Pemerintah Indonesia dapat menangani dan menyelesaikan dengan bijaksana, sehingga persoalan di Tanah Papua, sesungguhnya sudah berakhir dan tidak ada korban lagi,” kata Theo.

Namun, menurut dia Pemerintah Indonesia susah menyentuh empat akar masalah tersebut.

“Karena kalau empat akan persoalan itu yang disentuh Pemerintah Indonesia akan merasa kehilangan dengan pulau Papua. Karena itu, Pemerintah Indonesia sangat berhati-hati, mengambil kebijakan penyelesaian terhadap empat akar masalah itu,” tuturnya.

๐—ฅ๐—ฒ๐—ธ๐—ผ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ฎ๐˜€๐—ถ

Theo juga menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah Republik Indonesia yakni:

1. Presiden Prabowo Subianto sebagai panglima tertinggi bertanggung Jawab kasus-kasus dugaan pelanggaran ham di Tanah Papua.

2. Presiden dan Wakil Presiden RI segera mengundang Komisi Ham PBB dan Wartawan Internasional untuk segera melakukan pemantauan di Papua.

3. Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia segera menyelesaikan Empat akar masalah Papua. Apa bila tidak mampu menyelesaikan empat akar masalah yang dimaksud, membuka ruang dialog yang difasilitasi oleh pihak ke tiga, melaluiย ย mekanisme Internasional.

4. Kami mengharapkan Presiden Dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Untuk segera menindak lanjuti Keppres no.17 Tahun 2022, tentang penyelesaian Pelanggaran HAM di Indonesia.

 

 

(Rilis ini dikirim oleh Theo Hesegem yang merupakan Pembela HAM Papua, Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua dan Ketua Forum Pemberantasan Miras dan Narkoba Provinsi Papua Pegunungan.)

Berikan Komentar
Artikel ini telah dibaca 73 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Respons Cepat Bupati Aner Maisini, Pemkab Intan Jaya Jamin Biaya Pendidikan Ratusan Siswa di Bogor

20 November 2025 - 05:17 WIT

Pemprov Papua Tengah Bekali Pendamping Koperasi dengan Tata Kelola dan Akses Modal Bank

18 November 2025 - 22:18 WIT

LEMASA Desak Penghentian Isu Dana Abadi YPMAK dan Tuntut Audit Menyeluruh Dana 1% PTFI

17 November 2025 - 20:20 WIT

Jelang Nataru, Pemkab Dogiyai Lakukan Pengawasan dan Sita Produk Kadaluarsa

17 November 2025 - 19:44 WIT

Peringati Hari Otsus Ke-24, Pemprov Papua Tengah Gelar Lomba Sayembara Noken

17 November 2025 - 17:35 WIT

Wagub Deinas Geley Sampaikan Tiga Pesan Penting di Rakerwil dan Pelantikan Pengurus Muslimat NU Papua Tengahย 

17 November 2025 - 15:25 WIT

Trending di Agama