PERJUANGAN untuk meraih sarjana tidaklah mudah bagi Ferdinand Adii, seorang pemuda Papua asal Paniai.
Memulai kuliah sejak tahun 2021 di Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) jurusan Pendidikan Jasmani (Penjas), Ferdinand Adii yang sudah duduk di semester 5 ini, terus berusaha untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang guru Penjas.
Anak muda kelahiran 13 Februari 2003 ini memiliki pengalaman dalam usaha menyelesaikan perkuliahan.
Saat ini, Ferdinand memenuhi kebutuhan perkuliahan dengan berjualan es jeruk di Waena, Kota Jayapura.
Ferdinand memilih jualan es jeruk bermula karena rasa khawatirnya tentang biaya kuliah yang semakin hari semakin membengkak sebab ia akan menghadapi Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Skripsi yang tentu membutuhkan dana yang banyak.
“Saya pikir nanti KKN dan semester akhir banyak sekali biaya jadi dari sekarang saya mulai persiapan jangan sampai pas butuh baru tidak ada uang sama sekali, jadi untuk antisipasi kedepan,” kata Ferdinand kepada Sasagupapua.com, Jumat (15/9/2023).
Ferdinand mengaku hanya mendapatkan kiriman uang kuliah per tiga bulan dari orang tua. Ia memaklumi sebab bapak dan ibunya adalah seorang petani dan berdagang di pasar gorong-gorong, Timika, Papua Tengah.
“Jadi biasanya mama tabung dulu sampai cukup misalnya Rp300 ribu baru kirim itu juga biasa tiga bulan, biasanya saya pakai tahan-tahan, memang ada bantuan juga dari pemerintah tapi itu harus tunggu-tunggu dan itu hanya pas untuk bayar uang semester jadi saya memilih jualan supaya bisa bantu-bantu,” jelas Ferdinand.
Ferdinand memilih berjualan es jeruk karena menurutnya, tidak terlalu rumit. Berbekal motor pinjaman dari sang kakak. Sementara gerobak jualan dan peralatan lainnya didapatkan dari hasil menjadi karyawan roti bakar.
“Jadi gerobak itu saya kerja di tempat roti bakar dengan kaka Nelson Wanimbo (Pengusaha roti bakar asli Papua) jadi kaka kasih uang saya simpan-simpan, ketika sudah pas akhirnya saya coba buat gerobaknya, lalu saya pelan-pelan beli alat-alat, jadi modalnya dari saya jadi karyawan roti bakar,” jelasnya.
Ferdinand saat ini tinggal di Asrama Mimika, tepatnya di Waena, setiap hari ia mulai menjajakan es jeruk mulai pukul 10.00 WIT hingga 17.00 WIT. Ia menjual es di depan jalam masuk Asrama Mimika.
“Jadi gerobak juga ikut tinggal di asrama, saya jual sampai jam 5 sore karena lihat peluang, biasanya sore-sore anak-anak asrama tetangga main bola di Asrama Mimika jadi kalau lagi ramai sa biasa tahan jualan sampai jam 5 sore,” ungkapnya.
Ia juga mengaku agak kesulitan membagi waktu antara kuliah dan jualan.
“Memang membagi waktu agak susah, tapi tetap berusaha bagi waktu, kebetulan ada saya punya kaka kandung perempuan juga tinggal di asrama jadi kalau ada kelas, saya minta bantu kaka jaga habis itu saya selesaikan kuliah langsung balik lagi jualan,” katanya.
Es jeruk dijual dengan harga Rp5 ribu. Dalam sehari Ferdinand mengaku bisa menjual 40 gelas hingga lebih.
“Yah pelan-pelan saja, semoga semakin meningkat. Jadi biasanya saya belanja bahan itu malam hari jadi besoknya tinggal jual saja. Bahannya tidak ribet cuman jeruk, terus beli gelas untuk wadah es jeruk, gula dan es batu saja,” kata Ferdinand.
Ia mengaku pernah mendapatkan cibiran dari orang-orang yang tidak ingin dirinya maju.
“Saya malas tau saja, mau fokus jadi tidak mau pikir kalau ada yang bicara (mencibir). Karena saya jualan berusaha untuk bisa dapat uang kuliah sampai saya bisa jadi sarjana,” ujarnya.
Ferdinand punya mimpi yang besar. Tidak hanya mau berhenti berjualan ketika sudah menjadi sarjana.
“Saya mau maju terus tidak berhenti hanya sampai saya sarjana saja, saya berharap suatu hari nanti ingin punya kedai es jeruk, terus jeruk juga tidak beli-beli lagi tapi langsung ambil di perkebunan sendiri,” ungkapnya.
Ia juga memiliki pesan-pesan kepada generasi muda yang sedang ingin menggapai cita-cita.
“Yang biasa membuat kita susah mendapatkan uang atau mencari uang itu kadang faktor malu, jadi saya ajak teman-teman untuk turunkan rasa malu itu, jangan sampai karena malu, ide yang sudah ada didalam diri kita malah jadi hilang, akhirnya kita tidak bisa memulai sesuatu,” Pungkasnya.
Penulis: Kristin Rejang