Cerita · 6 Okt 2024 11:53 WIT

Motivasi Berkat Murib, Petani Kopi Asal Puncak di Daerah Transmigrasi: Wujudkan Mimpi Menjadi Sukses


Berkat Murib saat merawat kebun Kopi miliknya di Kampung Mulia Kencana, SP7 Iwaka. (Foto: Edwin Rumanasen) Perbesar

Berkat Murib saat merawat kebun Kopi miliknya di Kampung Mulia Kencana, SP7 Iwaka. (Foto: Edwin Rumanasen)

Oleh: Edwin Rumanasen

Siang itu, 16 September 2024 Berkat Murib sedang duduk di lantai sebuah bangunan setengah tembok berwarna putih yang masih berbau cat. 

Didepan gedung bertuliskan ‘Ruma jih Produksi Kopi’ itu, Berkat tampak santai menikmati kopi sembari bermain bersama anak bungsunya.

Bekat Murib adalah salah satu masyarakat asli Kabupaten Puncak yang memilih menetap di Kampung Mulia kencana, SP7, Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika. Sebuah kampung yang didiami oleh masyarakat dengan program Transmigrasi 30an tahun silam.

“Saya asal Puncak, merantau di Daerah Mimika dari waktu Timika masih Kabupaten Fak-fak. Saya dulu kondisi bagus, normal (sambil menunjuk tangannya) sekarang saya kondisi seperti ini. Baru saya ada usaha tani, ketua kelompok Tani Bangun Maleo Jaya Kampung SP7 Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika,” Begitu ungkapan awal perkenalan Berkat Murib bersama jurnalis Sasagupapua.com.

Berkat Murib menjadi petani kopi, bermula ketika seorang penduduk transmigrasi memberikan lima pohon kopi. “Bapa Lukas kasih saya kopi dan bilang ini ko punya tempat tanam kopi cocok,” katanya.

Berkat mencoba menanam kopi pada tahun 2005 dengan lima pohon hingga tahun 2018 lebih dari 1000 pohon berhasil ia tanam. Karena kegigihannya, Berkat mendapatkan perhatian dari pemerintah melalui Dinas Pertanian.

“Saya tidur malam, lalu bermimpi ada suara yang bilang ini harus dikembangkan, ko bisa jadi petani kopi sukses, akhirnya saya mulai berpikir untuk buat proposal ke pemerintah dan mereka bantu saya.” ujar berkat.

Lewat proposal yang diajukan, Berkat mendapatkan bantuan Bibit dari Dinas Pertanian, sebanyak 700 pohon kemudian digabung dengan 400 bibit milik berkat sendiri kemudian ia mulai menanam sebanyak 1000 pohon lebih.

Berkat Murib saat menunjukan biji kopi di tempat pengeringan miliknya. (Foto: Edwin Rumanasen)

“Dinas juga bantu saya motor roda tiga, alat kerja, rumah jemur, kemudian tahun 2021 saya sudah bisa panen kopi awalnya saya panen hanya 20 kilogram, lama-lama naik terus kadang 30 kilogram, hanya kalau musim hujan panen menurun,” ungkapnya.

Karena semangat mengembangkan kebun kopi, Berkat mendapatkan bantuan rumah produksi dari Dinas Koperasi tahun 2024.

“Siang malam dengan kondisi keadaan begini tapi saya tetap semangat berkebun terus, akhirnya saat ini saya bisa dapat tempat produksi,” ujar Berkat.

 

Mimpi Buruk Tahun 2013

Berkat Murib sempat merasa gagal. Musibah yang dialami tahun 2013 masih membekas dalam ingatannya.

Kecelakaan yang menimpanya membuat ia harus mengalami cedera serius karena patah tulang pada tangan kirinya.

“Berawal dari saya ikut kegiatan Pemilihan Bupati Ilaga, terus mau kembali ke Timika, saya tidak ada uang akhirnya saya putuskan ke Nabire bertemu dengan keluarga disana. Kami naik mobil, keponakan yang bawa seperti mimpi buruk saja, kami mengalami kecelakaan, mobil terbalik di Jalan Samabusa,” jelas berkat dengan mata yang dalam mengingat kejadian tersebut.

Karena musibah itu, membuat mimpinya menjadi seorang petani kopi yang sukses sempat terhenti.

Berkat Murib saat berada di lahan perkebunan kopi miliknya. (Foto: Edwin Rumanasen)

“Saya mau menyesal tapi bagaimana, tangan saya patah dan dipasangi pen, makanya menjadi begini (sambil menunjuk tangannya). Tapi saya duduk, berpikir, tidak boleh saya begini, harus tetap semangat, saya harus menjadi orang yang sukses buat kebun kopi jalan terus,” ujarnya.

Kondisi seperti itu, tidak menyurutkan semangat Berkat Murib, setiap hari ia terus berjuang untuk menanam kopi hingga akhirnya kini ia sudah bisa menikmati hasilnya.

“Tuhan bantu saya, saya sudah berhasil, sudah bisa bawa nama Kabupaten dan distrik, dan ini mulai berkembang,” katanya.

 

15 Hektar Kopi, Terkendala Perawatan

Setiap hari, pria kelahiran 1 Juli 1988 ini terus berusaha mengembangkan kebun kopinya. Pagi itu 17 September 2024 Pukul 07.00 wit usai menikmati kopi, Berkat mulai melakukan perjalanan mewujudkan mimpinya berjalan kaki melewati hutan dengan kondisi jalan yang becek dan rawa. Berkat sedikit terbantu dengan susunan papan yang dibuat oleh para operator kayu.

Lahan tersebut berjarak hampir tiga kilo. Pantauan Sasagupapua.com, sepanjang perjalanan, hamparan pohon besar dan hutan lebat serta tiga sungai besar dengan jembatan dari batang pohon besar sebagai penghubung sungai harus ia lewati untuk sampai di kebun yang sangat luas tersebut.

Ketika memasuki kebun milik Berkat, hamparan pohon kopi mulai terlihat, 15 hektar berhasil ia tanami sendiri.

“Waktu buka lahan, saya juga terbantu dengan operator kayu mereka potong pohon-pohon besar, ketika babat buka lahan saya juga sewa orang bantu saya karena kondisi tangan saya seperti ini, tapi kalau kopi saya sendiri yang tanam,” jelas Berkat.

Di kebun tersebut, Berkat juga membangun dua pondok sebagai tempat pengembangan bibit kopi. Disana 700 pohon bibit kopi telah ia siapkan untuk ditanam.

“Saya rencana mau tanam ini 17 hektar lagi,” katanya sembari merapikan bibit kopi.

Dengan kondisi cedera yang dialami Berkat, ia mengalami kendala dalam perawatan. Harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk membersihkan kebun kopi ketika banyak rumput mulai meninggi.

Bayangkan setiap bulan ia harus menyewa tenaga orang untuk membersihkan lahan, satu orang ia bayar dengan uang sebesar Rp500 ribu.

Berkat Murib saat di kebun kopi miliknya. (Foto: Edwin Rumanasen)

“Saya sekarang kekurangan dana untuk perawatan dan jalankan kopi kalau sendiri saya tidak bisa lahan luas, anggota tidak ada kalau ada uang baru saya minta tolong orang, kalau tidak nanti kembali jadi hutan tidak bisa rawat karena kondisi seperti ini jadi saya tidak mampu rawat,” keluh Berkat.

Selain itu, ia juga mengeluhkan kondisi akses jalan menuju ke kebun yang sulit dilewati ketika musim hujan.”Semoga nanti ada yang bisa bantu jalan, kalau hujan susah lewat apa lagi kalau hujan Timika berbulan-bulan, pohon kopi banyak yang hancur, musim hujan itu hanya bisa panen dua sampai tujuh kilo saja,” katanya.

 

Motivasi Berkat Murib

Bagi suami dari Mira Tabuni ini kopi memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kopi Robusta yang ia tanami memiliki potensi yang besar sebab para penikmat kopi di seluruh dunia tidak terhitung jumlahnya.

Saat ini juga kopi yang ia tanam sudah diproduksi menjadi kopi bubuk dan dibeli oleh Pemkab Mimika kemudian dijual di salah satu cafe binaan Pemkab Mimika dengan harga Rp50 ribu perkilogram untuk biji kopi yang sudah kering dan belum dikupas kulitnya, selain itu kopi milik Berkat juga dibeli oleh pihak Cafe Amungme Gold dengan harga Rp85 ribu per kilogram.

“Saya punya mimpi, usaha ini harus maju, tambah banyak, dan tambah berkembang, jadi saya harus terus berusaha untuk kasih maju, ini untuk ekonomi, jadi harus tanam kopi, karena kita lihat sendiri di seluruh dunia minum kopi dulu baru kerja, minum kopi dulu baru jalan, minum kopi dulu baru tidur, akhirnya saya mau itu usaha kopi,” kata pria tiga anak ini.

Berkat Murib kini telah mendapatkan bantuan sebuah bangunan rumah produksi kopi dari Dinas Koperasi Kabupaten Mimika, selain itu ia juga mendapatkan bantuan berupa satu unit mesin pengupas kopi.

“Saya tambah semangat dan senang karna sudah ada tempat, kalau dulu kan saya masih ragu, tapi sekarang kan saya punya kopi ini sudah dirasa sampai di luar negeri.Sampai di Belanda, tim dari Belanda juga sudah pernah datang kesini, jadi kalau saya sudah dapat rumah produksi kopi ini saya tambah semangat untuk kerja,” kata Berkat.

Berkat Murib bersama Istri dan ketiga anak di depan Rumah Produksi Kopi miliknya. (Foto: Edwin Rumanasen)

Melalui rumah produksi kopi tersebut kata Berkat , ia ingin mengajak masyarakat untuk menanam kopi.

“Saya sudah mulai ajak tetangga kalau mereka mau tanam kopi nanti produksi di rumah kopi ini. Supaya yang ada di Distrik Iwaka kalau mau tanam kopi sudah ada tempat untuk produksi saya siap untuk menampung yang penting kita saling bekerjasama,” tuturnya.

Untuk itu, Berkat mengatakan, sebagai anak Papua menurutnya semangat untuk berusaha kembali pada motivasi diri sendiri.

“Kita Papua ini tidak bisa usaha, tidak bisa maju, kalau harap otsus-otsus, tidak ada perkembangannya. Kita sebenarnya bisa, harus kerja, usaha, yang penting siapa kerja keras hasilnya bisa dinikmati, pemerintah itu tinggal siap perhatikan saja masyarakat Papua ini, kalau kita malas baru hanya minta-minta saja tidak mungkin itu datang sendiri. Harus usaha, harus kerja, lihat saya ini, kondisinya seperti ini tapi saya mau maju untuk usaha, untuk kedepan anak-anak saya bagaimana nanti, itu yang saya pikir makanya saya usaha ini,” pungkasnya.

 

Berikan Komentar
Artikel ini telah dibaca 144 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Cerita Perjuangan Markus Yelimaken di Wamena, Menarik Becak Hingga Wisuda

14 November 2024 - 18:43 WIT

Cerita Warga Saat Ikut Simulasi Pilkada yang Digelar KPU Mimika

8 November 2024 - 16:31 WIT

Cerita dari Tenda Para Korban Kebakaran di Timika

12 Juni 2024 - 18:20 WIT

Mengenal Elinus Mom, Sosok Pengusaha Muda Amungme Jadi Anggota DPRD Mimika

3 Juni 2024 - 09:57 WIT

Cerita Perjuangan ‘Pijar’ Mengajar Anak-anak di Pesisir Mimika 

27 Mei 2024 - 10:39 WIT

Mariana Edoway, Perempuan Paniai Penakluk Dump Truck di Area Tambang Freeport 

23 Mei 2024 - 21:00 WIT

Trending di Cerita