SASAGUPAPUA.COM, Papua Tengah – Wakil Ketua IV DPR Papua Tengah, John NR Gobai, menegaskan pentingnya dialog dan penyelesaian komprehensif terkait konflik tapal batas antara Kabupaten Deiyai dan Mimika yang kembali mencuat di wilayah Wakia.
Dalam wawancara yang dilakukan pada Kamis (27/11/2025), Gobai mengungkapkan bahwa DPR Papua Tengah telah menugaskan anggota-anggota dari daerah terkait untuk mengumpulkan informasi mendalam mengenai akar persoalan di Wakia.
“Kemarin kita sudah diskusi di DPR dan tugaskan teman-teman yang Mimika ke Mimika, yang Deiyai ke Deiyai, untuk mengumpulkan informasi sedetail mungkin tentang akar persoalan yang ada di Wakia. Setelah selesai, kita akan kembali diskusikan,” jelasnya.
Ia mengatakan, setelah data terkumpul, DPR akan berkoordinasi dengan Gubernur Papua Tengah untuk mempertemukan semua pihak dalam dialog resmi.
Tiga Persoalan Utama di Wakia
Gobai menyebutkan bahwa konflik Wakia tidak bisa disederhanakan, karena terdapat tiga persoalan besar yang harus diurai secara terpisah:
- Pendulangan emas di wilayah Wakia.
- Tapal batas wilayah administratif pemerintahan.
- Tapal batas wilayah adat antara komunitas Mee dan Kamoro.
“Tiga hal besar ini harus diurai satu per satu. Tidak bisa kita sederhanakan dalam satu masalah,” tegasnya.
Ajak Semua Pihak Menahan Diri
Dalam pernyataannya, Gobai mengimbau seluruh masyarakat untuk menahan diri dan tidak terprovokasi pihak ketiga yang berpotensi memperkeruh keadaan.
“Kita ini orang Kristen, Tuhan mengajarkan saling memaafkan. Kalau konflik terjadi karena dendam masa lalu dan melahirkan kekerasan baru, itu tidak akan selesai. Jangan ada pihak ketiga yang membergeru situasi di sana,” ujarnya.
Ia juga meminta pemerintah daerah memberikan bantuan pengobatan bagi warga yang terluka dalam insiden tersebut.
Pentingnya Dialog Tiga Daerah
Gobai menekankan perlunya pembicaraan bersama antara Deiyai, Dogiyai, dan Mimika, karena ketiganya memiliki batas wilayah yang saling bersinggungan. Ia mengingatkan bahwa hubungan sosial antara masyarakat Mee di pegunungan dan masyarakat Kamoro di pesisir telah terjalin sejak masa leluhur.
“Ini bukan hal baru. Sejak dulu sudah ada relasi sosial antara Mee dan Kamoro. Bahkan barter dan perjalanan antarwilayah sudah terjadi sebelum gereja dan pemerintah hadir,” katanya.
Menurut Gobai, tapal batas adat harus diselesaikan oleh masyarakat adat sebagai saudara, sementara batas administratif menjadi ranah pemerintah hingga tingkat kementerian.
Seruan untuk Kedamaian
Di akhir pernyataannya, Gobai kembali menyerukan ketenangan dan dialog:
“Mari semua tenangkan diri. Kita pecahkan tiga masalah ini dengan baik: pendulangan emas, tapal batas wilayah adat, dan tapal batas kabupaten. Urusan kabupaten itu urusan pemerintah, sementara batas adat harus diselesaikan oleh masyarakat sebagai saudara.”







