Pemerintahan · 6 Jul 2024 21:58 WIT

Jeritan Mama-mama Papua SP3: Ekonomi Sulit, Pasar Kami Malah Dijadikan Tempat Buang Sampah Satu Kelurahan


Mama-mama Papua melepas papan baliho himbauan jam buang sampah yang dipasang di Pasar SP3 sebagai bentuk protes mereka terhadap kerja pemerintah. (Foto: Sasagupapua) Perbesar

Mama-mama Papua melepas papan baliho himbauan jam buang sampah yang dipasang di Pasar SP3 sebagai bentuk protes mereka terhadap kerja pemerintah. (Foto: Sasagupapua)

SORE itu Jumat 5 Juli 2024 pukul 15.35 Wit. Puluhan Mama-mama Papua yang berjualan sayuran di Pasar SP3, Kelurahan Karang Senang, Distrik Kuala Kencana Kabupaten Mimika, Papua Tengah terlihat sedang berkumpul dan tampak sedang berdiskusi.

Mereka terlihat kesal ketika membahas tentang sebuah tempat sampah berbahan beton yang diketahui dibangun oleh pihak pemerintah Kelurahan Karang Senang di dalam area pasar.

Mama-mama saat mengangkat papan baliho himbauan jam buang sampah sebagai bentuk protes mereka. (Foto: Sasagupapua)

Mereka tidak setuju pasar tempat mereka berjualan malah lokasinya dijadikan tempat pembuangan sampah satu kelurahan.

Kondisi Pasar Mama Papua SP3

Pasar mama-mama Papua di Kelurahan Karang Senang dibangun oleh pemerintah Kabupaten Mimika (Pemkab) melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) tahun 2019 lalu.

Kondisi jalan di pasar SP3 berbatu dan becek ketika hujan, pasar tersebut bahkan berada tertutup dengan bangunan kios-kios penjual pakaian dan sembako membuat pasar hampir sulit terlihat dari jalan utama kala mama-mama Papua berjualan didalamnya bahkan tulisan nama pasar (Pasar Rakyat SP3) pun nyaris sulit terlihat.

Kondisi pasar SP3 yang tertutup dengan ruko didepannya sehingga mama-mama penjual sayuran sulit terlihat. (Foto: Sasagupapua)

“Kita pernah usul dengan datangkan camat, lurah kita minta bongkar ruko didepan tapi itu juga tidak terjawab. Biasa ojek-ojek yang datang antar mama jualan, mereka tanya mana pasar, mana pasar. Karena ini pasar tidak kelihatan,” ucap Mama Agustina mewakili suara para pedagang di Pasar SP3.

Karena letak pasar yang tak terlihat membuat pasar tersebut sepi pembeli.

“Pembeli sepi sekali karena (pasar) tertutup dengan ruko jalan masuk kaya tikus. Pasar SP3 ini dimana pembeli saja cari. Kasihan sekali kita masyarakat yang ekonomi lemah.

Tampak toilet dan sebuah tangki air yang dipenuhi dengan rumput yang tinggi. “Pemerintah sudah bangun, tapi air bersih saja tidak ada masuk,akhisnya kita buang (buang air-red) saja cari jalan,” katanya.

Tampak toilet dan sebuah tangki air yang sudah dikelilingi dengan rumput tinggi. (Foto: Sasagupapua)

Sejak tiga tahun lalu, mereka sudah mengusulkan terkait permasalahan pasar yang tertutup juga kondisi jalan yang rusak namun tak ada jawaban.

“Jalan masuk saja ada sopir yang karena kasihan dengan mama-mama jadi mereka bantu timbun, halaman juga ini tidak dirawat biasa ada anak muda dibelakang yang bantu kasih bersih, dari pemerintah tidak pernah perhatikan kami, kita minta pengadaan sapu saja tidak juga dijawab,lalu kami mau harap ke siapa,” serunya.

Mereka tak berdaya, tetap memilih berjualan di Pasar tersebut meskipun sepi pembeli. Mau berjualan di Pasar Sentral, berapa uang yang harus mereka keluarkan untuk biaya transportasi yang mahal. “Bagus kalau jualan laku, disini (pasar SP3) saja kami biasa bawa pulang hasil jualan karena tidak ada yang beli, mau dapat uang 100 ribu saja susah,” ungkapnya.

“Ini mama mama tidak punya pegangan apa apa. Ada yang suami tidak kerja, ini semua petani yang jualan. Mama-mama ajanda yang jualan. Pemerintah ada karena masyarakat, tapi kami sama sekali tidak diperhatikan,” ucapnya.

Kondisi Pasar SP3 yang menjadi tempat mama-mama Papua berjualan. Tampak terlihat sampah menumpuk dan tidak tersentuh perawatan. (Foto:Sasagupapua)

Pasar dengan desain 12 tempat untuk berjualan dibawah, ada pula empat ruang ukuran kecil yang mungkin didesain untuk kios-kios dengan kondisi satu ruangan sudah tak memiliki pintu berjenis polinget.

Kondisi dinding pasar dengan coretan-coretan serta dikotori sampah membuat para mama-mama Papua terlihat tidak nyaman. Sebagian lebih memilih berjualan diluar dari gedung pasar meski harus merasakan panas dan hujan, selain karena kondisi pasar yang tidak nyaman, mereka juga ingin agar jualan mereka laris ketika dilihat pembeli.

Aktivitas berjualan di Pasar SP3, meski sudah ada gedung Pasar, namun mama-mama lebih memilih berjualan di luar agar mudah dilihat pembeli. (Foto: Sasagupapua)

Singkong, keladi, sereh, daun singkong, pisang dan lainnya diletakan beralaskan plastik hitam maupun karung dibawah tanah, sudah menjadi ciri khas mama-mama Papua ketika berjualan sebagai simbol bahwa tanah adalah berkat.

Satu Kelurahan Buang Sampah di Lingkungan Pasar SP3

Didalam pasar, tak jauh dari bangunan pasar, hanya berjarak sekitar 1 meter, tampak berdiri bangunan bak sampah beton berwarna coklat, segi empat kira-kira berukuran 3 X 2 meter. Bak sampah itu dibangun untuk menampung sampah yang ada di seluruh Kelurahan Karang Senang yang sebelumnya lokasi Tempat Pembuangan Sampah (TPS) wilayah Karang Senang berpusat di sebelah lapangan bola tepatnya depan SD Inpres SP3.

Bak sampah yang dibuat dari beton. Menurut informasi dari mama penjual di Pasar SP3, bak sampah itu digunakan untuk menampung sampah satu kelurahan. (Foto: Sasagupapua)

Menurut keterangan para pedagang asli Papua bak sampah tersebut dibangun oleh pihak Kelurahan bulan Juni lalu tanpa ada sosialisasi kepada para pedagang pasar.

Di pasar tersebut juga tampak sebuah papan baliho berlogo Pemerintah Kabupaten Mimika dan Lingkungan Hidup. Pada baliho tersebut terdapat tulisan Pemerintah Kabupaten Mimika, Dinas Lingkungan Hidup. Perhatian waktu membuang sampah 18.00-06.00 pagi. (1) Bagi warga yang buang sampah tidak seusai waktu yang ditentukan maka akan dikenakan sangsi, (2) sampah warga sudah dalam kemasan/tresbek, (3) dilarang keras membongkar sampah.

Bisa dibayangkan ketika mama-mama berjualan, tumpukan sampah menggunung disertai lalat betebaran dan berbau.

Kondisi mama-mama penjual sayuran banyak yang sudah tua dan rentan terhadap penyakit.

Tampak dua mama-mama penjual sayur sedang menata jualannya. (Foto: Sasagupapua)

“Mama-mama itu banyak sudah tua sudah punggung mau patah. mereka sakit, mama-mama tiap hari tadah hujan panas berkebun baru bawa jualan untuk kebutuhan sehari-hari, untuk kebutuhan anak-anak dari TK sampai ke perguruan tinggi,” kata Agustina.

Dengan kompak mereka menyatakan diri untuk melawan apa yang diputuskan pemerintah yang merugikan para pedagang.

“Kita semua tolak karena disini ini bukan pasar besar, ini pasar kecil, tiap hari tidak ada pembeli ditambah ada sampah lagi, bagaimana jualan kami bisa laku,” katanya.

Ia pun tak tega melihat sesama mama-mama Papua berjualan dengan kondisi yang tidak sehat. Pasalnya masyarakat yang membuang sampah bahkan tak mempedulikan waktu pembuangan sampah. Seperti ketika jurnalis Sasagupapua.com sedang mewawancarai mama-mama Papua, tiba-tiba seorang warga dengan enteng membawa sampah untuk dibuang di area pasar, diluar jam buang sampah.

Seorang warga dihadang oleh mama-mama penjual sayuran di Pasar SP3 ketika hendak membuang sampah. (Foto: Sasagupapua)

“Saya sendiri juga janda hidup saya juga terbatas, saya lihat orang tua, bawa pikul sayur-mayur saya lihat mereka berjuang untuk beli beras, baru tidak ada pembeli itu saya sedih dan sakit hati dan menangis juga. Saya tenaga kuat tapi ada tua tua setiap hari. Tambah sampah dibuang disini lagi mereka hosa. Jadi kami tolak sampah,” ucapnya. 

Sebagai bentuk protes, mama-mama Papua melakukan aksi pembongkaran papan baliho baik yang diletakan di pasar maupun yang mereka letakan di tempat pembuangan sampah lama.

Kondisi bak sampah beton yang sudah hancur . Hal ini terpaksa dilakukan oleh para mama-mama sebagai bentuk protes mereka yang suara mereka tidak pernah didengar. (Foto: Sasagupapua)

Selain itu, mereka juga membongkar bak sampah beton hingga rata dengan tanah.

Belum ada Respon dari Kelurahan

Hingga Sabtu 6 Juli 2024, para mama-mama Papua menanti kedatangan pihak kelurahan untuk bertemu usai aksi yang dilakukan para mama-mama tersebut, namun tak kunjung ada perhatian.

Jurnalis Sasagupapua.com sejak Jumat (5/7/2024) terus berupaya menghubungi Kepala kelurahan Karang Senang, Yemes Herietrenggi. “Maaf saya sedang sakit nanti hubungi besok saja baru telfon,” jawabnya melalui sambungan telepon.

Jurnalis Sasagupapua.com kembali menghubungi pada Sabtu (6/7/2024) pukul 11.37 wit dan 19.46 wit namun Kepala Kelurahan tak juga mengangkat telfon. Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari pihak kelurahan terkait masalah tersebut.

Harapan Mama-mama Penjual Sayur

Mama-mama penjual sayur berharap agar suara hati mereka bisa didengarkan.

“Kami berharap ada sosialisasi terlebih dahulu, pemerintah dalam hal ini kelurahan bisa melakukan sosialisasi sebelum mengambil keputusan, mencari solusi yang tepat agar kami sama-sama bisa senang. Karna ini menyangkut lingkungan dan kesehatan kami juga, mama-mama para penjual sayuran yang tiap hari berjualan disini,” kata Agustina.

Situasi di Pasar SP3 saat mama-mama Papua berjualan. (Foto:Sasagupapua)

Mereka juga berharap pemerintah bisa memperhatikan fasilitas pasar agar lebih layak.

“Jalan masuk, air bersih, penerangan, terus perawatan pasar, jalan masuk ini diperbaiki, supaya kami bisa nyaman berjualan,” harapnya. 

 

 

Berikan Komentar
penulis : Edwin Rumanasen
Artikel ini telah dibaca 159 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Jalankan Program Asta Cita, Polres Mimika Tanam Jagung di Lahan Seluas 2 Hektare

20 November 2024 - 18:42 WIT

Gerunduk Kantor Puspem, APA Minta Kuota 100 Persen Untuk OAP

18 November 2024 - 15:17 WIT

12 Tahun Pemkab Mimika Gelontorkan Dana Rp233 Miliar Untuk Upaya ‘Hadirkan’ Layanan Air Bersih

16 November 2024 - 23:04 WIT

Sebanyak 8 WNA Pemegang Izin Tinggal Tetap di Mimika

16 November 2024 - 21:23 WIT

Rangkaian Foto Disparburpora Gelar Lomba POP Singer

16 November 2024 - 21:08 WIT

APBD Mimika Tahun 2025 Turun Jadi Rp6,3 Triliun

15 November 2024 - 22:23 WIT

Trending di Pemerintahan