Menu

Mode Gelap

Lingkungan · 9 Jul 2025 20:34 WIT

Masyarakat Suku Awyu Pasang Salib Merah, WALHI Papua: Bukan Sekedar Bentuk Protes


Perlawanan ekologis dan spiritual masyarakat adat Suku Awyu di Papua memajang salib merah—yang tampaknya memiliki makna religius dan perlawanan kultural - (foto: Dok Walhi Papua) Perbesar

Perlawanan ekologis dan spiritual masyarakat adat Suku Awyu di Papua memajang salib merah—yang tampaknya memiliki makna religius dan perlawanan kultural - (foto: Dok Walhi Papua)

SASAGUPAPUA.COM – Masyarakat adat Suku Awyu memasang salib merah sebagai bentuk perlawanan terhadap ekspansi perusahaan sawit yang dinilai merampas tanah adat dan merusak lingkungan hidup.

Aksi terbaru yang dilakukan secara simbolik dengan memasang salib merah di berbagai titik wilayah adat di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan ini juga sebagai bentuk perlindungan spiritual atas tanah warisan leluhur.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua, Maikel Peuki, menyebut aksi ini bukan sekadar bentuk protes, melainkan pernyataan yang dalam dan menyentuh akar nilai-nilai budaya serta keyakinan masyarakat adat.

“Ini bukan hanya tentang tanah. Ini tentang masa depan anak cucu, tentang warisan moyang, dan tentang ciptaan Tuhan yang harus dijaga. Aksi memasang salib merah adalah bentuk perlawanan ekologis dan spiritual yang sangat bermakna bagi masyarakat Awyu,” ujar Maikel dalam keterangannya kepada media, Minggu (6/7/2025).

Menurut WALHI Papua, konsesi perusahaan sawit di wilayah adat Awyu terus meluas tanpa persetujuan penuh masyarakat adat. Hutan-hutan yang menjadi sumber pangan, obat-obatan alami, hingga pengetahuan leluhur mereka, kini terancam lenyap akibat pembukaan lahan skala besar.

“Mereka (perusahaan) masuk dengan alat berat, membabat hutan, mengeruk tanah, dan membawa kayu seperti pencuri di siang hari. Semua ini terjadi terang-terangan, dan sayangnya negara belum cukup berpihak kepada masyarakat adat,” tambah Maikel.

Hingga saat ini, masyarakat adat Suku Awyu yang tersebar di wilayah Boven Digoel dan Mappi terus melakukan aksi damai dan kampanye publik untuk menolak ekspansi perusahaan sawit. Mereka juga menggugat sejumlah izin perusahaan di pengadilan, dengan dukungan dari organisasi masyarakat sipil seperti WALHI, Yayasan Pusaka, dan Greenpeace.

Maikel menegaskan bahwa perjuangan masyarakat adat Papua tidak akan berhenti.

“Perlawanan ini akan terus berjalan, selama hak atas tanah adat tidak diakui dan hutan mereka terus dihancurkan. Ini bukan soal investasi atau pembangunan semata, ini tentang keberlanjutan kehidupan dan keadilan ekologis,” pungkasnya.

WALHI Papua menyerukan kepada pemerintah daerah dan pusat untuk segera menghentikan semua izin baru yang merampas wilayah adat, dan memberikan pengakuan serta perlindungan hukum yang kuat bagi masyarakat adat Papua, khususnya Suku Awyu.

Berikan Komentar
penulis : Edwin Rumanasen
Artikel ini telah dibaca 162 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Masyarakat Adat Tablasupa: Wilayah Kami Tidak bisa di Ganggu

13 Juli 2025 - 21:10 WIT

FPHS dan LMA Tsingwarnop Audensi dengan Freeport, Yafet Beanal: Kami Tidak Ganggu Dana CSR

12 Juli 2025 - 19:48 WIT

WALHI Papua: Cycloop Bukan untuk Digali

9 Juli 2025 - 20:56 WIT

Pertemuan FPHS, LMA Tsingwarop, dan PT Freeport Indonesia Ditunda karena Agenda Internal

4 Juli 2025 - 21:41 WIT

Banjir di Kampung Naena Muktipura, Petani Gagal Panen: Belum Ada Perhatian

16 Juni 2025 - 13:26 WIT

Daur Ulang Sampah Plastik Jadi Paving Block, DLHKPP Pegubin Catat Sejarah

11 Juni 2025 - 19:12 WIT

Trending di Lingkungan